***
Mengikhlaskan yang telah pergi bukan berarti harus menghilangkan kenangannya. Tetapi, dengan kita hidup dan mengingat kenangan tentangnya adalah titik tertinggi saat kita memaafkan diri sendiri dan mengikhlaskan kepergiannya.
--
:
:Pagi ini Raksa sudah mulai kembali masuk sekolah setelah kurang lebih satu minggu absen tak masuk karena sedang dalam masa berkabung. Senyumnya terukir indah di bibirnya. Menyaut tas sekolahnya sebelum keluar dari kamar untuk sarapan bersama yang lainnya.
"Pagi, Mas. Pagi, Kak." Sapanya dengan semangat.
"Pagi, Sa. Yakin mau masuk hari ini?" Tanya Guruh yang sedang menaruh capcay buatan Ditya.
Raksa mengangguk menanggapi karena mulutnya yang penuh dengan ayam membuatnya kesulitan membalas perkataan Guruh. Tatapan Raksa beralih pada Yuda yang sedang memakan permen ting ting pagi-pagi begini.
"Pagi-pagi makannya permen ting ting, ntar sakit gigi mampus!" Kelakar Raksa membuat mata Yuda melotot ke arahnya. "Heh! Itu mulut lo licin bener sama kakak sendiri malah nyumpahin!"
Raksa memutar bola matanya malas karena perkataan Yuda. Ditya dan Guruh hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan melihat keduanya yang bertengkar. Pemandangan semacam ini masih terbilang baru. Sesuai permintaan Gatra, kini mereka mulai kehidupan mereka tanpa kehadiran pemuda itu. Memulai untuk mengikhlaskan kepergiannya dan hidup berdampingan dengan kenangannya.
"Gak usah berantem pagi-pagi." Lerai Ditya setelah selesai menata menu makan pagi ini.
"Lagian bener kata Raksa, lo gak sakit gigi tiap pagi makan permen ting ting?" Tambah Ditya sambil menaruh secangkir kopi di meja untuk Mas Guruh dan juga segelas susu untuk Raksa. Karena Raksa masih dalam masa pertumbuhan.
"Gak akan sih. Kan awali pagimu dengan yang manis-manis semanis senyumnya ayang," jawab Yuda asal.
Guruh bergidik geli. Ini kenapa adiknya mulai aneh semua setelah kerpergian Gatra satu minggu lalu. Berefek sekali ternyata ya.
"Kamu hari ini ada jadwal cuci darah 'kan, Yuda? Jam berapa?" Tanya Guruh setelah menyesap kopi buatan Ditya.
Yuda membuka ponsel miliknya untuk melihat jadwal cuci darahnya nanti bersama dokter Argan. Jarinya menggulir layar ponselnya dengan teliti mencari mana jadwal cuci darah miliknya.
"Em ... sekitar jam 9 pagi, kenapa emangnya?" Tanyanya balik.
Guruh meletakkan cangkir kopinya sebentar sebelum berdehem pelan. "Mau mas temenin gak?" Yuda lantas menggeleng pelan menanggapinya.
"Kenapa gak mau coba?" Celetuk Raksa dengan kegiatannya yang masih asik memakan sarapannya.
"Gak mau aja. Gue nyaman pergi sendirian," balas Yuda sekenanya. Ditya menaruh piring berisi lauk dan nasi kehadapan Yuda.
"Makan yang banyak, biar lo cepetan sembuh."
Yuda menyingkirkan ponselnya ke arah samping lalu menarik piring berisi nasi dan lauk yang Ditya berikan. "Thanks, Kak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gian Pramatya; Lee Haechan [ end. ]
Fanfic"KENAPA KAMU GAK MATI AJA?!" "JANGAN PERNAH MANGGIL SAYA BUNDA KARENA SAYA BUKAN IBU KAMU!! SAYA GAK PERNAH LAHIRIN ANAK CACAT KAYA KAMU!!" : : "Sakit ya? Ini gak seberapa sama apa yang gue rasain! Harusnya lo mati dari dulu biar semua gak hancur!"...