***
Hidup itu ibarat film. Karena setiap yang terjadi di kehidupan kita sudah ada yang mengaturnya. Dan entah film itu berakhir bahagia atau menyedihkan hanya penulis alur film itu yang mengetahuinya.
--
:
:
Hidup itu sulit sekali ditebak bagaimana endingnya. Ada yang berakhir bahagia ada pula yang berakhir menyedihkan. Semua itu tergantung bagaimana pencipta memberi takdir pada umat-Nya. Dan sebagai manusia yang bisa dilakukan hanya mengikuti segala kehendak yang telah di tetapkan.Ingin menentang segala takdir dari-Nya namun tak kuasa. Kita hanya bisa ikhlas, ikhlas dan sabar. Mengikhlaskan yang telah pergi. Karena bukankah ini yang namanya hidup. Seperti hukum dalam hidup, hidup itu perihal datang dan pergi. Namun sebuah kepergian yang tanpa aba-aba akan meninggalkan luka yang menganga.
Kehilangan, masih menjadi hal paling buruk dalam hidup. Entah kehilangan seperti apa itu tetap menyakitkan. Tapi bicara perihal kehilangan bukankah akan lebih menyakitkan bila kehilangan karena sebuah kematian. Meninggalkan orang terkasih begitu saja. Hal yang tak akan pernah bisa di cegah oleh tangan manusia. Karena semuanya sudah di atur oleh-Nya. Kembali lagi pada semula, karena semua yang hidup pasti akan mati pada waktunya.
Di sebuah kamar yang hanya di terangi oleh cahaya bulan malam ini terdengar suara isakan yang sangat memilukan hati. Raksa bersimpuh di lantai, memeluk erat foto kakaknya yang baru saja di makamkan beberapa jam lalu.
Raksa memang mencoba agar tak menangis lagi. Namun semakin di tahan semakin sesak dadanya. Ia kehilangan salah satunpilar hidupnya lagi. Setelah kehilangan ayahnya saat kecil sekarang ia pula harus kehilangan kakanya yang ia sayangi melebihi dirinya sendiri.
Raksa beralih menatap liontin hadiah dari kakaknya yang ia pajang di rak yang berisi piala-piala miliknya. Lalu tatapannya beralih pada gelang yang berada di pergelangan tangannya. Tangan kirinya terulur menyentuh gelang itu dengan isakan yang masih terdengar.
"Harusnya kakak masih di sini. Kak Yuda, Raksa kesepian. Harusnya kakak di sini buat ukir kisah kita sampai akhir." Raksa mengusap air matanya.
"Kak, Raksa kehilangan pilar hidup untuk kedua kalinya, kakak tega liat Raksa hidup tanpa punya tujuan. Kak kalo semisal kakak denger ini Raksa mohon peluk Raksa sekarang kak."
Saat itu tubuh Raksa terasa hangat seperti ada orang yang memeluknya. Tangisnya pecah kembali. Sekarang lebih keras dari tangisannya yang tadi.
"Kak Yuda..."
"Kak ..."
"Kak Yuda ..."
"YUDA!"
Bruk!
"Aduh, Gusti!"
Terdengar suara orang terkekik membuat pemuda itu membuka matanya lebar. Lalu mengusap pantatnya yang dengan malang bercium dengan lantai rumah yang dingin.
Ditya berkacak pinggang, di tangan kanannya ada sebuah gayung berisi air yang entah untuk apa. Mata pemuda itu menatap orang di depannya kesal. "Udah selesai mimpinya? Gimana endingnya hm?"
"Hah? Mimpi? Jadi selama ini gue mimpi? Buset lama banget!" Pekiknya karena tak percaya dengan apa yang di alaminya.
"Lo mimpi apa sampe nangis terus teriak Gatra-Gatra?" Tanya Guruh yang baru saja kembali dari dapur.
"Gue mimpi Gatra mati di bunuh gue, terus gue mati juga ketabrak mobil." Jawaban dari Yuda membuat Raksa dan Gatra yang tengah adu PS menoleh serempak.
"Ih, kenapa Gatra yang mati coba? Kesel ah sama kak Yuda!" Ujar Gatra lalu melipat kedua tangannya di depan dada.
Raksa yang melihat itu langsung merangkul bahu adiknya. "Sabar dek lagian endingnya si Kak Yuda juga mati jadi impas," ucapnya.
Gatra mengangguk-angguk lalu tertawa kecil ke arah kakaknya. "Jadi ending mimpinya gimana?" Tanyanya antusias.
Yuda mengusap wajahnya laku mulai bercerita pada saudaranya yang lainnya. Dari arah apur datang seorang wanita dengan balutan celemek dan juga seorang laki-laki yang gak ganteng tapi nyerempet manis.
"Kenapa sih ini? Bahas apa?"
Kelima pemuda itu langsung menoleh. "Eh, Bunda sama kak Erwin. Bawa apa tuh bun?" Tanya Gatra semangat.
"Bahas mimpi Yuda yang naudzubillah ngeselin!" Tukas Guruh.
Bunda meletakkan piring di pangkuan Gatra. "Roti, bunda abis buat roti. Kebetulan hari ini ayah ulang tahun. Tunggu ayah pulang ya, terus kita rayain." Ucap Bunda membuat keenam anak laki -lakinya mengangguk.
Erwin menatap kembarannya aneh. Kenapa sedari tadi Yuda memandang Gatra dengan senyuman yang merekah. Jangan-jangan Yuda ketempelan lagi.
"Da, lo kenapa kaya gitu sih liatin Gatranya?" Tanyanya pada akhirnya.
Yuda menoleh lalu kembali menatap Gatra sambil menggeleng pelan. Aneh banget weh!
"Tra, pukul gue coba gue mimpi apa kagak ketemu ama lo." Pinta Yuda yang langsung diangguki Gatra. Pemuda tan itu mengambil palu mainan dan memukul wajah Yuda sekuat tenaga.
"Buset sakit! Berarti gue gak mimpi dong?"
Saudaranya yang lain menatap Yuda datar lalu menggeleng menanggapinya. Sedangkan yang di tatap masih tak percaya jika itu adalah mimpi ya masa mimpinya panjang banget, Gusti.
"Mimpi gue limited edition banget ampe berepisode, parah gak tuh mimpi berasa panjang macem kenangan bareng mantan."
Selesai.
![](https://img.wattpad.com/cover/283538113-288-k207784.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gian Pramatya; Lee Haechan [ end. ]
Fanfiction"KENAPA KAMU GAK MATI AJA?!" "JANGAN PERNAH MANGGIL SAYA BUNDA KARENA SAYA BUKAN IBU KAMU!! SAYA GAK PERNAH LAHIRIN ANAK CACAT KAYA KAMU!!" : : "Sakit ya? Ini gak seberapa sama apa yang gue rasain! Harusnya lo mati dari dulu biar semua gak hancur!"...