***
Aku hanya ingin mengatakan jika saat ini aku sedang tak baik-baik saja, aku sedang kesulitan, aku sedang butuh teman bercerita. Tapi, itu tak pernah bisa kulakukan. Yang bisa kulakukan hanya dengan bersujud dan berbisik pada Tuhan. Mengatakan bahwa kali ini aku benar-benar lelah.
-Gatra-
:
:Setiap orang memiliki masalahnya masing-masing. Ada yang pernah berkata bahwa orang yang ceria, murah senyum adalah orang yang paling berpontensi memiliki banyak masalah dalam hidupnya. Orang yang suka membuat orang tertawa adalah orang yang paling butuh tawa. Orang yang suka mendengarkan cerita orang lain adalah orang yang paling ingin didengar cerita hidupnya.
Namun mereka memilih diam dan bersembunyi di balik topeng bahagianya. Tanpa tahu jika sebenarnya setiap malam ia menangis, mengadu pada Tuhan akan betapa lelahnya dirinya untuk terus bertahan dalam kondisi yang menekannya untuk tetap baik-baik saja.
Sesekali dia menyerah kemudian bangkit kembali. Bangkit setelah mengadu pada Tuhan, bangkit setelah mencurahkan segalanya pada sang pencipta tentang hidupnya. Bibirnya mungkin akan bungkam ketika seseorang menanyakan, "apa semuanya baik-baik saja?". Tapi di depan Tuhan, ia memilih menceritakannya. Memilih jujur pada-Nya adalah jalan yang terbaik.
Seperti halnya dengan Gatra. Pemuda ini memang senang sekali menebar kebahagiaan. Tanpa seorang pun tahu betapa lelahnya dia selama ini. Karena Gatra selalu berhasil menyembunyikan lukanya dengan baik.
Bagi Gatra, masalahnya, sakitnya, lukanya, sengsaranya hanya boleh dia dan Tuhan yang tahu. Orang lain jangan sampai mengetahuinya.
"Udah bangun dari tadi, Yan?" Suara dengan nada berat itu membuat Gatra menolehkan kepalanya dari pemandangan di luar sana.
Tersenyum pelan Gatra mengangguk samar. "Udah. Kak Sastra kok udah ke sini padahal jam baru━pukul delapan lewat lima belas." Dahi Gatra mengernyit, sebelum matanya melotot ke arah Sastra.
"Jangan bilang Kak Sas bolos sekolah?! Ngaku Kak!"
Sastra mengabaikannya. Kemudian duduk tepat di kursi samping brankar adik kelasnya itu. "Gue gak bolos, guru-guru rapat makanya jamkos daripada disana gue mending kesini." Mendengar itu Gatra langsung manggut-manggut.
Gatra berjalan ke arah brankar sembari mendorong tiang infus yang masih di pakainya beberapa hari ini. Kemudian duduk bersila di tengah brankar dengan menghadap langsung pada sang lawan bicara.
"Kok tumben Kak Sas sendirian? Kak Satya sama Juna gak ikutan?" Tanya Gatra pada Sastra yang tengah asik memainkan game pada ponselnya. Sastra menggeleng menjawab pertanyaan itu.
Setelahnya hening. Gatra yang dilanda rasa bosan dan juga canggung hanya melirik Sastra beberapa kali. Pemuda itu sepertinya hanya berniat menumpang main game saja sembari menemani Gatra di sini.
Padahal dalam bayangan Gatra. Ia akan di ajak mengobrol atau paling tidak di bawakan makanan lah. Tapi, ia harus ingat bahwa yang sekarang tepat menemaninya adalah manusia kulkas pintu lima. Jadi ia tak bisa berharap lebih pada Sastra.
"Kalo bosen bilang, gue bukan cowok peka yang bisa langsung tahu apa yang lo mau."
Mendengar perkataan Sastra membuat Gatra menunduk. "Takut ganggu kakak main game."
![](https://img.wattpad.com/cover/283538113-288-k207784.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gian Pramatya; Lee Haechan [ end. ]
Fanfic"KENAPA KAMU GAK MATI AJA?!" "JANGAN PERNAH MANGGIL SAYA BUNDA KARENA SAYA BUKAN IBU KAMU!! SAYA GAK PERNAH LAHIRIN ANAK CACAT KAYA KAMU!!" : : "Sakit ya? Ini gak seberapa sama apa yang gue rasain! Harusnya lo mati dari dulu biar semua gak hancur!"...