***
'Dia hanya insan yang Tuhan ciptakan untuk menebar kebahagian, namun semesta selalu tak mendukungnya.'
━Jayastu.:
:Seorang pemuda dengan setelan seragam sekolahnya tengah berjalan di lorong bangunan yang di dominasi warna putih dan bau khas obat-obatan. Menekan tombol lift menuju lantai di mana ia akan bertemu dengan seseorang. Sekitar tiga menit akhirnya lift sampai di lantai yang dia tuju.
Ting!
Keluar dari lift kemudian berbelok ke arah kiri menuju ruangan seseorang. Mengetuk pintu dengan pelan hingga terdengar suara dari arah dalam ruangan. Memutar knop pintu dan netranya langsung di suguhkan pemandangan khas ruangan seorang dokter.
"Oh Gatra ... sudah datang?"
Gatra menutup pintu kemudian berjalan ke arah orang yang baru saja bertanya padanya, yang nyatanya itu bukan seperti pertanyaan melainkan pernyataan. Menarik kursi di depannya kemudian mendudukkan dirinya di sana dengan nyaman.
"Mas Jaya yo weruh Gatra ngadeg ning ngarep'e mas yo iseh takon, aneh mas kek tenan," kelakar Gatra.
Orang yang di panggil Jaya itu menutup laptopnya kemudian menumpu dagunya dengan tangan. Menatap wajah Gatra yang sudut bibirnya terdapat luka sobek yang terlihat masih basah. Kemungkinan Gatra di bully lagi di sekolahnya.
Tangannya membuka laci meja, mengeluarkan kotak obat yang memang dengan sengaja di simpan oleh Jaya di sana. Jaga-jaga jika Gatra ke sini dengan keadaan yang seperti sekarang ini.
"Kamu kenapa lagi?" Tanyanya pelan sembari menempelkan kasa yang sudah di tetesi obat merah pada luka di sudut bibir Gatra.
Gatra menggeleng, "Biasa sih mas, eum ... mas Jaya gak lagi meriksa pasien emang?"
Jaya menggeleng menjawab pertanyaan dari Gatra. Kemudian dengan sengaja menekan luka Gatra, namun pemuda itu tak meringis sedikit pun.
"Gak sakit mas teken tadi lukanya?" tanya Jaya sembari memasukkan obat merah dan kasa yang tadi ia keluarkan.
Gatra menggeleng pelan, matanya menerawang jauh. Nyatanya makin kesini ia makin terbiasa. Tubuhnya makin tak bereaksi jika lukanya di obati atau bahkan di tekan dengan sengaja. Menurutnya rasa nyeri dan perih langsung menguap entah kemana setiap perkataan bunda dan kakaknya satu bulan lalu terngiang di otaknya.
flashback on
Brak!
"Harusnya lo bersyukur karena kita gak ngusir lo dari dulu!"
Gatra tertegun, ucapan dari Raksa membuatnya tak bereaksi apapun bahkan hanya untuk meringispun Gatra tak melakukannya.
"Raksa jangan kotorin tangan kamu cuman gara-gara anak cacat ini!"
Raksa memundurkam langkahnya kebelakang, berdiri dengan netra yang masih terfokus dengan bundanya yang sekarang berjongkok di depan Gatra.
"Ga-gatra mi-minta ma-maaf bun ..."
Bundanya tak memberi reaksi apapun, beralih tangannya mengambil sapu di dekat pintu kamar mandi. Memukulkan sapu itu pada tubuh Gatra yang sudah nyeri karena pukulan tadi, dengan reflek menjadikan kedua tangannya tameng untuk melindungi diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gian Pramatya; Lee Haechan [ end. ]
Fanfic"KENAPA KAMU GAK MATI AJA?!" "JANGAN PERNAH MANGGIL SAYA BUNDA KARENA SAYA BUKAN IBU KAMU!! SAYA GAK PERNAH LAHIRIN ANAK CACAT KAYA KAMU!!" : : "Sakit ya? Ini gak seberapa sama apa yang gue rasain! Harusnya lo mati dari dulu biar semua gak hancur!"...