Virendra POV.
Menenggelamkan diri kamu dalam kenyamanan hidup yang berlebihan tidak bisa membuat kamu merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.Begitu juga sebaliknya melakukan kebiasaan yang merusak diri sendiri yang sering menjamin rasa aman yang ternyata menghancurkan pada akhirnya.
Entah itu kamu,aku atau pun dia.Semuanya berjalan seperti biasanya sampai pada waktunya rahasia itu terungkap.Haruskah aku pergi sejauh-jauhnya atau menenggelamkan diri kedasar bumi terdalam sekalipun.Penyesalan itu selalu saja menghantui ku.Merusak kerja otakku.Namun,pemikiran semacam itu hanya bertahan sementara saja.Melepaskan kepedihan yang aku rasakan.
Ketika aku tertidur,aku selalu terbangun seperti malam-malam sebelumnya.Hati ku tidak akan pernah merasa tenang,bayangan itu sungguh sangat menyakitkan.Mencoba untuk mengobati penyesalan yang sedalam-dalamnya. Seperti pungguk merindukan bulan
sesuatu yang sangat mustahil aku lakukan.Selain berdamai dengan masa lalu ku yang suram.Mencoba untuk memahaminya tetap saja yang ada membuat hatiku semakin sakit,seperti dipukul dengan palu godam.Dan luka itu semakin menganga lebar disini,disepenggal hati.Kubaringkan tubuhku keatas bangku panjang taman sekolah,aku tau ini masih jam pelajaran tapi aku tidak peduli dengan hal itu.
Lihat saja Pak Cahyo menghampiriku dengan wajah teduhnya.Kepala sekolah yang selalu bersikap bijak tanpa menghakimi anak-anak didiknya.Aku dapat merasakan kehangatannya,beliau bukan hanya saja seorang kepala sekolah.Tapi juga dapat menjadi pengganti seorang ayah yang mau mendengarkan keluh kesah siswa didiknya,tidak seperti guru-guru yang lainnya.Maaf,bukan maksud ku membandingkan, hanya saja itu yang aku rasakan.
"Kamu tidak masuk kelas."Tanya Pak Cahyo seraya menepuk pundakku.Aku membuka mataku,mengambil posisi duduk disamping pak Cahyo.Menatapku dengan senyuman hangat.
Aku hanya terdiam mendengar pertanyaan pak Cahyo.Tatapanku lurus kedepan.Pak Cahyo mengikuti arah pandangku.
"Saya juga pernah muda seperti kamu,sebesar apapun masalah yang ada dihati kamu,jangan biarkan dia mengendap semakin dalam,itu hanya akan membuatmu semakin sakit."Aku menoleh tersenyum getir mendengar perkataan Pak Cahyo.
"Masuklah,belajar yang benar raih cita-citamu.Ingat tak selamanya kamu dapat menikmati masa mudamu,jika kamu malah terhanyut dengan sesuatu yang bahkan saya tidak tahu."Pak Cahyo berdiri dengan menepuk pundakku.
"Saya tau kamu siswa yang cukup cerdas,saya rasa kamu tau dan cukup mengerti apa yang saya katakan tadi." Perkataan Pak Cahyo cukup membuatku sedikit terhenyak dan berjalan meninggalkanku dibangku taman sekolah.
Aku menundukan kepala menghela napas.Ku lihat Revan tengah memperhatikanku dengan menyandarkan tubuh kesebatang pohon mahoni.Aku membalas senyumnya dengan senyum tipis.
-------------------------
Author POV
Semua mata tertuju pada satu perempuan yang kini tengah berjalan dengan anggunnya.Sikap angkuhnya tak sebanding dengan wajah cantiknya.Hanya pria bodoh saja yang menolaknya.Dia cantik,orang tuanya juga tajir lalu kurang apalagi.Sifatnya atau sikapnya bukankah itu tidak terlalu penting.Aku rasa kebanyakan pria lebih memilih perempuan berparas cantik.Tapi kembali lagi kepribadi masing-masing ya.Karena hanya kalian saja yang tau,tergantung dari sudut mana cara kalian menilainya.
Seorang Gaby,perempuan berparas indo dengan angkuhnya,melewati semua pria yang menatap takjub kearahnya.Lihat saja wajah Banu dengan menelan ludah menatap Gaby,dan Doni dengan mata melotot, bola matanya seolah-olah akan keluar kalau saja Beni tidak memukul kepalanya.
"Liat Virendra gak?"Tanya Gaby. kesalah satu teman yang malah asyik memandangi wajah cantiknya.Gaby memutar bola mata kesal.
"Woi,gue tanya lo liat Virendra gak,bukan malah melotot liatin gue kaya gitu,gak pernah liat cewek cantik apa?Gentak Gaby dengan sangat ketus.