Pak Seno memandang dengan puas para tersangka hasil razia tawuran antar pelajar kali ini. Tapi sayang ia tidak tahu ada enam anak pelajar yang lolos dari razia kali ini. Siapa lagi kalo bukan Virendra, Radith, Revan, Reno, Reyan, dan Rayen. Mereka yang selalu dapat lolos dengan mudahnya seperti belut.
Pak Seno sangat yakin, dan ia memastikan tidak ada yang tertinggal dan tidak ada satupun yang lolos. Jadi kalau ada yang lolos jangan harap anak itu akan selamat selamanya.
Pak Seno dapat bernapas lega, begitu juga dengan ke enam remaja berseragam putih abu - abu yang bersembunyi di atas pohon beringin yang lebat itu.
Rayen menghela napas lega sambil terus mengusap - usap dada begitu juga dengan Reno, Radith, dan Reyan. Berbeda dengan Virendra yang terlihat santai sambil tiduran diatas pohon beringin besar itu. Revan berdiri sambil bersandar pada akar - akar pohon beringin yang menggelantung menyerupai ayunan.
"Cabut yuk! Ngeri gue lama - lama disini!" Seru Reyan.
"Bentar lagi!" Ujar Rayen.
"Lo nggak ngeri apa?" Ujar Reyan memandang kesekeliling pohon beringin yang dipenuhi akar gantung itu sambil mengherdikkan bahu ngeri.
"Ngeri kenapa?" Terdengar suara Radith.
"Ini kan pohon beringin, kalo kata orang - orang pohon beringin kayak gini tu banyak kuntinya!" Ujar Reyan memasang wajah horor.
"Alah, lebay lo!" Seru Reno.
"Yeee, nggak percaya lo!"
"Mana ada siang bolong kayak gini ada kunti. Sekalipun ada kuntinya itu lo!" Cibir Reno. Membuat yang lainnya tertawa mendengar cibiran Reno.
"Itu si terserah lo!" Ujar Reyan mengangkat tangan.
Rayen mendapat SMS dari Gani teman mereka yang juga dapat lolos dari razia tawuran kali ini. Memberitahu kalo razia tawuran masih beroperasi.
"PARAH...Cabut yuk!!" Ujar Reno langsung.
Sebelum cabut mereka mengganti seragam sekolah dengan kaos yang selalu mereka bawa di dalam tas. Mereka langsung cabut menuju Basecame.
--------------------------------------------------
Sesampainya di basecame. Virendra langsung membaringkan diri diatas sofa kebanggaannya, sedangkan Revan memilih untuk membaca buku tentang anatomi tubuh manusia.
Radith menjatuhkan diri keatas karpet lembut yang membentang bak permadani itu. Rayen mengambil posisi duduk disamping Virendra. Reno dan Reyan sengaja menjatuhkan diri di atas tubuh Radith.
"Alhamdulilah, beruntung kita nggak ketangkep!" Seru Reyan.
"Padahal itu polisi ada tepat di depan kita!" Reno menimpali.
"Iya, bikin gue ketar - ketir sampe lari tunggang langgang gitu!" Seru Rayen menghela napas lega.
"Itu artinya Allah masih ngelindungi kita. Syukur Alhamdulilah!" Ujar Reyan. Menghembuskan napas ke udara.
"Kalo di pikir - pikir lama - lama kita udah kayak penjahat kelas kakap aja iya. Main kucing - kucingan terus kayak gini. Tawuran juga kagak!" Ujar Reno.
"Iya!" Radith mengiyakan Reno.
"Namanya juga polisi. Itukan emang tugasnya, mengamankan para perusuh macem lo!" Ujar Rayen menunjuk ke arah Reno sambil tertawa yang langsung mendapat lemparan bantal dari Reno.
"Alah itu emang tugasnya tapi nggak banyak di antara mereka yang disogok pake duit langsung diem. Kita nggak bisa menutup mata untuk itu, kalo duit udah berbicara mulut pasti langsung diem!" Ujar Revan dingin yang kini bersuara.
"Jangan gitu dong. Bokap gue jugakan polisi!" Ujar Reno.
"Mudah - mudahan bokap lo nggak termasuk dalam kategori orang seperti itu!" Suara Virendra kali terdengar kalem namun dalam.
"Mudah - mudahan aja. Aamiin!" Ujar Radith.
"Sekalipun seperti itu mungkin bokap lo khilaf!" Seru Reyan.
"Amit - amit jangan sampe bokap gue kayak gitu. Tapi gue percaya bokap gue nggak kayak gitu!" Ujar Reno.
"Iya, nyatanya waktu itu bokap lo nolak mentah - mentah waktu keluarga gembong narkoba Mr. Aichan nawarin duit buat bebasin salah satu keluarganya sampe - sampe keluarga lo dapet teror setiap harinya!" Ujar Radith. "Itu tandanya bokap lo orang yang jujur!" Radith menepuk pundak Reno dengan menyengir kuda.
"Iya, makanya gue bangga punya bokap kayak bokap gue itu!" Ujar Reno tersenyum lebar.
Mereka saling bercanda satu sama lain. Membahas hal - hal konyol gelak tawa mereka terdengar di tempat yang mereka jadikan basecame yang masih dalam teritorial gedung sekolah. Tapi tempatnya yang terpencil dan benar - benar jarang terjamah itu membawa keberuntungan sendiri bagi mereka. Gedung sekolah itu sepi dan anak - anak juga sudah pada pulang.
"Hmmm...ngomong - ngomong kenapa Runa bisa kenal Zieko!" Suara Reyan membuat mereka menegang seketika. Reno menatap Reyan tajam, Radith langsung bangkit mengambil posisi duduk, Rayen melirik Virendra yang terlihat datar walau ia sempat kaget juga mendengar pertanyaan Reyan namun dapat ia sembunyikan. Revan bersikap biasa saja sibuk dengan buku yang dibacanya walau ia sempat melirik kearah Virendra yang memilih diam.
-----------------------------------------------------
Runa mendesah membuat kegelihannya nampak terlihat jelas. Sesekali ia melirik jam yang melingkar di tangan mungilnya. Dari kejauhan Tiffani melambaikan tangan. Runa membalas melambaikan tangan kearah Tiffani.
Tiba - tiba ada motor yang hampir saja menyerempet tubuh Runa. Reflek Runa dapat menghindar dari motor itu sambil mengumpat.
"Dasar kampret tu orang! Jalanan segede gini masih aja mau nabrak!" Gerutu Runa menepuk - nepuk rok pendek yang kotor akibat menghindari motor itu tadi. Tiffani berlari menghampiri Runa. Wajahnya tampak kuatir.
"Kamu nggak apa - apa kan, Na?"
"Nggak, cuma kaget aja!"
Tiffani menghela napas lega. "Syukurlah kalo begitu! Tapi lutut kamu terluka, Na!" Seru Tiffani.
"Luka ringan kayak gini mah nggak apa - apa hanya lecet aja. Ayo kita harus pergi ke rumah persinggahan sekarang kasian anak - anak sudah menunggu!" Ajak Runa langsung menarik tangan Tiffani sebelum berkomentar lagi.
Dari kejauhan Zieko melihat mereka berjalan menjauh lalu menaiki metromini. Zieko menarik bibirnya terlihat senyum miring yang tak terbaca.
-----------------------------------------------------
Hai - hai para readerr maaf baru sempet update :) semoga masih berkenan iya di hati kalian ;) .. maaf kalo ada banyak Typo dimana - mana .. Tetep jangan lupa Vote n Comentnya ;)
Salam kecup :*
AyuOne.~