Suara Hati

390 14 0
                                    

Aku tidak tahu harus mengikuti suara hati macam apa ini. Aku hanya seorang gadis Remaja yang menyukai seorang pria yang bernama Virendra.

Satu nama yang sudah mengisi relung hati ku sejak awal pertemuan itu.

Hanya dengan menyebutkan namanya saja mampu membuat jantung ku berdetak lebih kencang dari yang seharusnya. Apa aku benar-benar menyukainya atau hanya rasa kekaguman ku saja?

"Andai saja kak Nara masih ada.",  gumam ku tanpa terasa air mata ku mengalir begitu saja.

Ku sandarkan tubuhku pada frame jendela kamar memandang langit malam yang bertabur bintang.

" Belum tidur sayang?", tanya bunda mengelus kepala ku dengan lembut. Aku menoleh memberikan senyum tipis.

"Belum bunda."

" Jangan tidur terlalu malam, dan jangan lupa tutup jendelanya angin malam tidak baik untuk kesehatan!" ujar bunda mengingatkan. Aku hanya mengangguk.

Bunda mengecup kening ku penuh kasih sayang. Nyaman sekali berada dalam pelukan bunda.

" Bunda.."

"Apa sayang?"

"Ayah belom pulang?"

"Tadi ayah telpon masih ada pasien yang harus dioperasinya malam ini." Tutur bunda. Aku hanya mengangguk.

"Ya sudah kalau begitu kamu jangan tidur terlalu malam." Pesan bunda sebelum keluar dari kamar ku.

"Iya.", ujarku. Aku menutup jendela kamar menuju tempat tidur. Ku baringkan tubuhku tak lama tubuh ku terlelap kealam mimpi.

---------------------------

Ku berlari menuju gerbang sekolah dengan napas ngos-ngosan membungkuk meletakkan tangan dikedua lutut ku.

"Aduh, neng Runa ayo cepet masuk!" Seru Pak Parman penjaga sekolah. Aku masih mengatur napas ku.

"Iya pak!", ujarku tersenyum kearah Pak Parman. "Terima kasih ya Pak." Kata ku lagi dengan berlari menelusuri lorong koridor sekolah menuju kelas.

Sesampainya di dalam kelas ku daratkan pantatku diatas bangku. Ku letakan tas selempang diatas meja,  lalu membuka lesleting tas dan mengambil buku pelajaran Biologi. Ku lirik sahabat karib ku siapa lagi kalau bukan Tiffani yang tengah sibuk membaca buku.

"Fan!", seruku dengan menyikut lengannya. Tiffani hanya melirik sekilas.

"Pagi semuanya!" Seru bu Yanti menyapa kami.

"Pagi bu!" Seru kami serempak.

Dua jam penuh bu Yanti mengajar dalam kelas membuat kepala ku pening dengan semua penjelasan yang di sampaikan beliau. Entah akunya yang terlalu bodoh atau memang cara penyampaiannya yang kurang sehingga membuat otak ku sulit untuk menangkapnya.

Sepertinya akhir-akhir ini ada yang aneh dengan ku. Apa pesona seorang Virendra mampu membuat otak cerdas ku sampai sedahsyat ini. Dimana-mana yang ku lihat hanya bayangan sosoknya yang selalu melayang-layang di pikiran ku.

"Hai, ada apa dengan ku?", aku memukul kepala ku sendiri seperti orang bodoh saja diri ku.

Aku masih muda dan umur ku baru enam belas tahun kenapa aku malah sibuk memikirkan hal yang tidak penting semacam itu. Seharusnya aku belajar yang benar bukan, untuk masa depan ku, bukankah tugas seorang pelajar itu belajar kenapa juga aku harus memikirkan masalah percintaan yang terkadang membuatku jengah dan muak.

Maaf bukannya aku bersikap menutup diri hanya saja aku belum siap untuk merasakan debaran yang kata orang bisa mengubah hidupmu karena perasaan yang bernama 'CINTA'.

Never Say Good ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang