"look at me. Everything's okay, don't be scared"
***
Suhu udara di wilayah camping semakin menurun. Matahari pun sudah menunjukkan sinarnya meski tanpa kehangatan seperti biasa. Hal tersebut pun seakan memaksa Azel untuk segera bangun mencari sesuatu yang bisa menghangatkannya. Bahkan jaket yang ia double dengan jaket milik Rafa pun tak bisa diandalkan.
Pemandangan yang pertama kali Azel lihat adalah beberapa tenda yang masih tertutup rapat menjaga para anak remaja yng terlelap didalamnya. Lalu setelahnya ada seseorang yang menarik perhatian Azel. Seorang pria yang terduduk bersila di sebelah tenda sambil terus menatap sebuah panci yang dibawahnya terdapat api dari kompor gas.
"Rafa," panggil Azel hendak menghampiri.
Namun belum ada dua langkah, Rafa segera berdiri menghampirinya. Mengulurkan tangan membantu Azel untuk turun. Memang permukaan tempat tenda para siswi lebih tinggi daripada permukaan tenda siswa.
"Sini, pelan-pelan." Rafa menggengam erat dua tangan Azel untuk turun kebawah. Lalu setelahnya ia terus menggenggam tangan kanan Azel dan dibawanya ke arah tempatnya tadi.
"Masak apa?" tanya Azel sambil ikut duduk disebelah pria itu.
"Masak air."
"Biar mateng," sambung Azel membuat Rafa terkekeh geli lalu menoyor gadis itu dengan se-sachet kopi yang ada ditangannya.
"Gak gitu ege. Mau kopi gak?" tawar Rafa membiarkan gadis itu bersungut sendiri karna ditoyor olehnya.
"Mau, tapi gue yang buat," balas Azel dengan tatapan memohonnya.
"Iya, ini."
Azel dengan semangat langsung menerima sachet kopi tadi yang Rafa serahkan padanya. Gadis itu juga menyiapkan dua cangkir yang ada disana serta tambahan satu sachet lagi.
"Pip pip pip, mayday mayday hot water will pass. move quickly!" seru Azel menggunakan nada pelan hingga suaranya seperti anak umur 5 tahun yang sedang bermain.
Rafa yang mendengar juga melihat tingkah Azel hanya mampu menahan senyum gemas. Jika tak ingat ada air panas yang menjadi fokus gadis itu, mungkin Rafa sudah mengacak rambut Azel gemas.
"Udah belum nih? Lama banget mbak nya," cibir Rafa saat Azel masih dengn perlahan menurunkan air panas kedalam wadah cangkir yang sudah berisi bubuk kopi.
"Jangan panggil aku mbak, paman! Aku Azel, namaku adalah Azel," ucap Azel mulai mengaduk rata kopi buatannya.
"Panggil sayang aja boleh gak?" Rafa tersenyum miring menyadari bahwa Azel langsung salah tingkah karnanya.
"Brisik ah, nih kopinya," pungkas Azel langsung menyerahkan kopi yang sudah ia aduk tadi.
Lagi-lagi, Rafa terkekeh mendengar gadis itu. Meneguk beberapa kopi hangat itu lalu kembali menatap Azel yang menghangatkan tangannya di dinding cangkir yang ia pegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafael
Teen Fiction"bagai hiu kelaparan dalam laut yang tenang." Ini bukan hanya kisah si ketua geng motor yang harus melindungi semua anggotanya. Bukan juga kisah seorang gadis yang membutuhkan perlindungan sang pria. Ini lebih dari itu. Tentang prioritas, kepercayaa...