Angkasa seolah menyimpan banyak cerita. Saking penuhnya, Bintang merasa langit akan runtuh tak lama lagi.
Di bawah naungan bumantara gelap inilah, Bintang dan Denis melaksanakan ritual sakral mereka: duduk-duduk menengadah di teras depan. Sepiring klepon dari Hera belum disentuh lagi. Keduanya sibuk mengawang-awang di pikiran masing-masing.
Lima belas menit berlalu, hanya diisi nyanyian binatang malam. Wulan masih repot di dalam rumah, membereskan bekas makan malam mereka, juga menyiapkan beberapa hal untuk keberangkatan Denis esok pagi. Mendadak, dimensi waktu seolah lenyap dari semesta. Bintang serasa dilahap kelamnya angkasa yang menghampar di atas sana. "Papa ... sungguhan mau pergi?"
Semburan kikik geli tak mampu lagi ditahan Denis. Kedua tangannya disilangkan di belakang tengkuk Denis sendiri. Pandangannya melayang jauh, menembus selaput awan gelap yang menggantung di langit malam. "Kau sudah mengajukan pertanyaan yang sama sebanyak sembilan kali, sejak tadi sore. Apa kau berharap, ini adalah remedial, yang masih memberikan kesempatan untuk memperbaiki jawaban di ujian sebelumnya? Kau pikir, dengan metode begini, Papa akan luluh, terenyuh, dan mengubah jawaban Papa?"
Bibir tipis Bintang mengerucut. Kedua alisnya mengerut, tampak tak begitu senang atas kalimat Denis. "Memangnya harus di Bandung, ya, Pa? Tidak bisa di Tasik?" Layaknya baru dianugerahi ide paling cemerlang yang melintas di benaknya, Bintang lekas mengacungkan tangan. Bintang menatap Denis yang duduk di sampingnya, dengan wajah semringah. "Ah! Bintang baru ingat. Pak Haji Amir punya bangunan di lantai dua yang belum selesai dipakaikan langit-langit ruangan, 'kan? Kenapa Papa tidak menawarkan jasa padanya saja! Kan, enak. Papa tidak mesti naik ojek atau angkutan umum, hanya perlu berjalan beberapa langkah saja! Kalau Bintang kangen, kan, jadi gampang."
"Aah, jadi dalam kata lain, Bintang hanya tak ingin merindukan Papa terlalu lama, begitu?" Denis memasang cengiran gemas di wajahnya.
"Ih, Papa! Jangan tertular virus NARS-cov 2021-nya Kiano, deh! Narsistik Abadi dan Rusak Akhlak Selamanya-covirous 2021 .... Sama sekali tidak keren!" Hingga detik ini, Bintang merasa tak menemukan satu pun alasan untuk sekadar melebarkan senyuman.
Wahai, Semesta .... Sekali ini saja Bintang berharap. Jika kau memang mampu membantu Sangkuriang dalam membangun seribu candi, hanya untuk membuktikan cintanya pada Dayang Sumbi, lantas tak bisakah kau perpanjang waktu dalam satu malam ini? Untuk sekadar mengulur jarak dan waktu, yang akan membunuh paksa setiap kehangatan dalam rumah kecilnya ini?
Sesaat, rasanya Bintang tak ingin mentari lekas kembali. Biarlah ia terus ditelan garis cakrawala tak berkesudahan. Bersama Denis, Bintang masih ingin untuk direngkuh gulita malam bertabur bintang, persis seperti ini.
Dehaman berat Denis membuat Bintang memusatkan segenap atensinya pada sang ayah. Denis masih mengulas senyuman yang di mata Bintang, tak lebih dari kamuflase kekosongan. Denis menggenggam punggung tangan kecil milik Bintang, erat-erat. Genggaman yang tak pernah mau beranjak satu mili pun. Denis berbisik lembut, "Bi ... apa kau yakin, dengan gemintang mimpi-mimpi, yang sudah kau gantungkan di atas sana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MaFiKiBi Society✓
Teen FictionSekumpulan geng motor yang punya pamor? Pasukan bad boy cap badak yang punya penggemar membludak? Bukan. Ini kisah tentang Perserikatan MaFiKiBi Society, yang tak pernah lelah atau menyerah untuk terus ciptakan langkah. Mat hanya ingin memenangkan o...