16| Lari Alegori, Setor sampai Jontor!

83 26 152
                                    

Tidak ada satu hal pun di muka bumi ini yang bisa membuat Bintang bangun pagi buta di hari Minggu, jika saja dia tak ingat punya agenda penting dengan agen MaFiKiBi Society

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada satu hal pun di muka bumi ini yang bisa membuat Bintang bangun pagi buta di hari Minggu, jika saja dia tak ingat punya agenda penting dengan agen MaFiKiBi Society. Lagu Immortals dari soundtrack Big Hero 6 yang berbunyi tidak kalem, dalam volume paling tinggi, seketika memecah lengang yang merengkuh semesta. Biasanya, telinga Bintang akan ditulikan mimpi, dan Wulan-lah yang bertugas mematikan alarm bising itu sambil tersungut-sungut. Sudah berulang kali Wulan mengomel, bahwa Bintang tak perlu memasang alarm itu, karena bangunnya tetap saja harus disiram Wulan. Tidak ada gunanya.

Akan tetapi, pagi di minggu pertama sejak keberangkatan Denis ini, mendadak saja mata Bintang terbuka, persis ketika Wulan masih sibuk memasak beberapa menu rumahan untuk dijual di warung Bi Nenih nantinya, seperti biasa. Wulan nyaris menumpahkan sambal goreng tempe yang baru saja matang di atas wajan yang tengah diangkatnya. Mulut wanita berusia empat puluhan itu menganga lebar, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tidak, tidak .... Sosok yang berada di hadapannya ini adalah jelmaan dari penampakan penunggu Cimulu, bukan putrinya yang asli.

Garis wajah juga penampilannya memang sama persis dengan Bintang, tetapi ... mana mungkin Bintang sudah bangun dan bersiap di pagi buta begini? Tanpa perlu aba-aba, Wulan langsung merapalkan mantra-mantra penghalau setan. "Satu, dua, tiga, empat kantung rendang ... demi Pak Haji Amir yang terpandang ... beli tumis kangkung segudang ... biarlah penampakan arwah usil ini kutendang. Atas nama Tuhan yang Maha Melindungi hamba-Nya ... jika memang jalan ini Kau mau, biarlah kuminta, jadikan makhluk itu sebagai tuyul pembawa duit untukku, jangan yang beban dan boros pakan seperti Bintang ...."

"Mama!" Tak terusik dengan penistaan secara tidak langsung yang dilontarkan mamanya, Bintang justru terkikik lebih keras. "Bagaimana? Keren parah, kan, Bintang? Rekor terbaru!"

"Lho, ini sungguhan kau, Bintang?" Sekali lagi, Wulan memindai penampilan Bintang dari pucuk kepala sampai ke ujung kaki. Rambut terurai yang selalu kusam, cengiran lebar melintang, kaus hitam yang dilapisi jaket abu-abu, training panjang berwarna biru dongker, juga sepatu hitam yang selalu dipakainya ke sekolah sejak tahun akhir di SMP. Tunggu. Kedua alis Wulan menekuk, merasakan adanya suatu hal lain yang mengganjal pikiran.

Sebelum Wulan benar-benar meneriakinya, Bintang langsung melambaikan tangan sambil melangkah menjauh, keluar rumah. "Aku mau olahraga pagi sambil belajar bareng anak MS, ya, Ma. Ah, uang kembalian di atas lemari juga Bintang pinjam, buat jajan sama beli bubur nanti. Terima kasih! Dadah, Mama. Semangat jualannya!"

Muka Wulan menggembung marah. Barulah suatu kesadaran menghinggapi benaknya. "Bintang Rasi Julaehah! Kau seenaknya pakai sepatu di dapur ... jangan harap punya jatah makan siang, jika kau tak membersihkan lantainya! Mama akan potong uang bulananmu, dan ... lain kali, bangunlah pagi-pagi untuk membantu Mama memasak menu jualan, bukan sekadar main-main dengan temanmu!"

Masih terlalu pagi, tetapi Kampung Cibangun sudah digemparkan suara teriakan dari Bintang dan Wulan. Tanpa perlu mencari tahu apa yang terjadi, Mat di rumahnya pasti hanya bisa mengembuskan napas, sangat terbiasa. Kokok ayam kate milik Pak Haji Amir pun tampaknya insecure dengan suara menggelegar Bintang.

MaFiKiBi Society✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang