13| Ruba-Ruba Muslihat Mat

111 36 242
                                    

Bintang sudah sok keren sekali bicara terang-terangan tanpa sungkan, berlagak layaknya seorang pahlawan yang mengucapkan kalimat-kalimat penghabisan pada lawannya secara epic, lantas berlalu begitu saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bintang sudah sok keren sekali bicara terang-terangan tanpa sungkan, berlagak layaknya seorang pahlawan yang mengucapkan kalimat-kalimat penghabisan pada lawannya secara epic, lantas berlalu begitu saja. Tidak, tidak. Pada kenyataannya, aksi kabur dari ruang kelas itu bukan berarti bahwa dirinya sudah berada di titik muak tingkat akhir pada Prima. Bukan. Justru sebaliknya. Bintang melarikan diri karena baru menyadari apa yang sedang diperbuatnya.

Menjadi tontonan utama anak-anak di dalam kelas .... Ugh. Kedua buntalan pipinya memerah. Sebelum gejala itu bertambah parah, Bintang memutuskan berhenti sembarangan di tepi lorong yang sepi karena kelas lain sudah memasuki jam pelajaran pertama. Di kesempatan itu, Bintang menutup muka, dalam posisi memeluk lututnya sendiri. Bintang malu, tak menyangka dirinya bisa melakukan hal sekonyol itu di antara goresan aksara kisah kehidupan SMA-nya.

Apa yang tadi kau pikirkan, Bintang! Mencari masalah sangatlah bukan seorang Bintang. Bagaimana bisa ia hilang kendali seperti itu, hingga melanggar prinsipnya selama bersekolah? Ya. Bintang hanya ingin menjalani masa remajanya secara baik-baik, tanpa perlu terlibat hal-hal merepotkan seperti ini. Habislah. Prima bisa bersekutu dengan Kalea, lalu menyerangnya habis-habisan. Baiklah, pemirsa. Tampaknya, riwayat Bintang sudah tamat di sini.

Sesaat, terlintaslah memori mengenai kejadian beberapa detik lalu di benak Bintang. Setiap kata-katanya, tindakan impulsifnya ... Bintang ingat betul. Ah, Bintang mengerjap, semburat merah di pipinya menghilang untuk sejenak. Apa yang tadi Prima katakan?

"Apa karena kau masuk ranking paralel satu angkatan, yang mampu mengatasi semua kesulitan ujian pelajaran mana pun dalam sekedipan mata, sehingga menganggap setiap usaha kami ini tak lebih dari omong kosong semata?"

Mampu mengatasi semua pelajaran? Tangan Bintang yang saling bertumpu di atas lutut itu mencengkeram siku kuat-kuat. Lagi-lagi begitu. Apakah di mata mereka, perjuangan Bintang terlihat seremeh itu? Apakah memang ... Bintang terlihat enteng dan seringan itu dalam mempelajari semua pelajaran yang nyaris meledakkan kepalanya? Bintang mengepalkan tangan. Bahunya naik-turun, cukup kesulitan menarik napas karena suatu beban transparan yang menghimpitnya dari dalam.

Mana ada. Orang lain pikir, jalan Bintang selalu mulus? Tak ada tanjakan, polisi tidur, atau bahkan sekadar batu-batu kerikil kecil? Omong kosong. Sedari awal, jalanan Bintang sudah dihadapkan bukit terjal nan tinggi. Bahkan hingga detik ini pun, Bintang masih saja mendaki. Entah kapan semua perjuangan ini akan mengantarnya untuk berada di puncak sana.

Mudahkah? Tidak. Berkali-kali, Bintang sudah berniat untuk menyerah dan membiarkan saja dirinya terjatuh. Bintang tak mau bertahan lebih lama lagi. Bintang juga sering kali menunduk ke bawah untuk memastikan kedalaman jurang kekecewaan yang siap menyambutnya jika Bintang tergelincir, mulai berpikiran bahwa mungkin saja perannya di sini sudah berakhir.

Bintang menginginkan jalan baru. Berbalik arah, membiarkan perjuangannya berakhir game over, lantas memilih untuk melalui jalanan yang sudah jelas-jelas semesta guratkan untuknya. Suatu jalanan datar, mulus tanpa rintangan ... yang membuat Bintang tak perlu susah payah untuk merangkak naik.

MaFiKiBi Society✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang