13. JATUH

28 28 29
                                    

'KRIIINGGG'

Seluruh siswa-siswi di kelas XII IPS 2 mengemasi buku dan alat tulisnya yang berteteran di atas meja secara terburu-buru lantaran bel pulang sekolah berbunyi. Terkecuali Arka yang malah bersantai membaca komik. 

Getaran ponsel di kolong meja tempat Asa, membuat atensi Arka teralihkan. 

"Iya Pak? Pak Bobon udah di depan? Abis ini aku keluar kok, bentar ya," ucap Asa seusai menarik tombol hijau pada layar ponselnya. 

"Maaf non, bapak nggak bisa jemput. Kepala bapak mendadak pusing banget, jadinya ini tadi pulang lebih awal biar bisa istirahat. Sekali lagi maaf ya non."

"Oalah … yaudah Pak Bobon istirahat aja ya, aku bisa pulang naik taksi kok."

"Sekali lagi maaf banget ya non."

"Iya, lagian nggak masalah kok Pak."

"Kalo gitu bapak tutup ya non, hati-hati di jalan."

'tut'

Sambungan telepon berakhir, Asa beralih mengetikkan sesuatu pada layar ponselnya. 

Yang ada dipikiran Asa saat ini adalah Naya. Sahabatnya itu pasti mau untuk diajak belanja. Biar Asa tanya sekarang juga. 

Dari mulai Asa mengemasi buku, menggendong tas, hingga berjalan keluar kelas, tidak luput dari pandangan Arka. Laki-laki itu terus memperhatikan gerak-gerik Asa. Entah apa penyebabnya, yang jelas ada perasaan tersendiri di lubuk hati paling terdalamnya. 

•••••

Tepat di anak tangga terakhir, Gian dan Wily berjalan beriringan. “Gian, Wily?” panggil Asa.

“Kenapa Sa?” tanya Gian spontan.

“Naya masih di kelas? Kok nggak bareng sama kalian keluar kelasnya?”

“Naya tadi udah pulang duluan. Dia sakit,” ujar Wily memberitahu. 

Kernyitan di dahi, Asa perlihatkan. Naya sakit? Kenapa Naya tidak mengabarinya? Tadi sewaktu berangkat sekolah sahabatnya itu masih sehat dan baik-baik saja, bersemangat pula. Kalau begini, Asa belanjanya dengan siapa? Sendirian? Tidak mungkin dirinya berbelanja sendirian, pasalnya yang akan dibelinya bukan hanya satu atau dua barang, melainkan banyak dan beraneka ragam. 

“Yaudah, kita duluan ya Sa,” pamit Wily, menarik tangan Gian. 

“Duluan ya Sa,” sempat Gian berpamit. Asa hanya membalas dengan senyuman tipis. 

Sebentar, ada satu orang yang terlintas di otaknya. Arka. Bagaimana jika Asa ajak Arka saja untuk mengantarkan dan menemaninya belanja? Asa akan coba satu cara ini. Lantas, gadis kuncir kuda itu kembali menaiki anak tangga untuk menemui Arka di kelas. Lagipula Arka pasti belum pulang, orang jelas-jelas Asa masih belum melihat Arka turun dari tangga.

Manik mata Arka bergulir lantaran melihat seorang gadis berlari kecil menghampirinya. Kedua mata laki-laki itu membelalak sempurna ketika wajah Asa tepat berada di depan wajahnya. Jantung Arka mulai berpacu tak karuan karena jaraknya dengan Asa hanya tinggallah beberapa senti saja. Apakah Arka terkena serangan jantung? Tapi, Arka tidak pernah memiliki riwayat penyakit jantung. Lalu ini apa?!

“Anterin gue belanja yuk.” Asa menunjukkan wajah memelasnya.

“Naya sakit, dia udah pulang duluan dari tadi sebelum bel pulang. Terus ditambah lagi supir yang biasanya anter jemput gue juga sakit,” tambah Asa menggebu-gebu.

Arka menelan salivanya susah payah. Ingin sekali dirinya tersenyum melihat betapa gemasnya raut yang ditampilkan Asa saat ini, sayangnya ada sifat gengsi yang sudah melekat pekat di dalam sosok Arka. Alhasil ya ditahan saja.

K3 : Kehadiran-Kenyataan-KepulanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang