11. Hari bahagia

7 1 0
                                    

"Terkadang kita perlu untuk membuka mata, agar tidak terjadi salah paham."
-Gesya-










11.
Sesampainya di ruang chek-up Gesya menetralkan nafasnya yang tersengal, sembari melihat arloji jam tangannya. Untung saja, dia tidak terlambat hingga papahnya datang yang entah darimana?

"Papah darimana?" tanyanya kepada Alexander yang baru saja datang.

"Seharusnya, Papah yang bertanya ke kamu. Tadi, Papah ke taman dan tidak menemukan kamu. Apa terjadi suatu hal, Nak?" kata Alexander membalikan pertanyaan putrinya.

Gesya tersenyum. "Tidak ada, Pah. Ayo sekarang sudah giliran aku, aku mau di temenin sama Papah," pintanya manja.

Alexander pun tersenyum dan mencubit pelan pipi anaknya yang mulai tirus itu. Mereka berdua pun memasuki ruangan dokter, ruangan yang menjadi kamar kedua bagi Gesya.

Di ruangan itu sudah ada dokter Reyhan dengan senyum manis yang tidak pernah terlepas dari wajahnya, menyambut Gesya-pasien lamanya yang sudah di anggap seperti adiknya sendiri.

"Hai, Cotton Candy dokter Rey. Bagaimana hari kamu? Apakah ada keluhan?" tanya Reyhan dengan ramahnya.

"Aku lagi senang banget karena akhirnya aku punya teman, Dok.
Em, Gesya baik Dok, sejauh ini tidak ada keluhan," jawabnya membuat dokter Reyhan tersenyum sempurna.

Selepas itu, dia pun menghampiri Gesya lalu tangannya mengeluarkan sesuatu dari kantung jas putihnya, ternyata sebuah jepitan rambut berwarna biru dengan hiasan bunga dandelion. Mata Gesya berbinar melihatnya sangat cantik dan elegan.

"Untuk Gesya, minum obatnya yang rajin ya supaya bisa sembuh," kata Reyhan memberi semangat.

"Makasih, Dokter. Gesya bakal pakai saat sekolah nanti."

Wajahnya berubah sendu. "Tapi, Gesya tidak yakin untuk hal itu. Mamah Gesya saja di jemput Tuhan dan pasti aku juga di jemput Tuhan," lanjutnya di selingi tawa hambar.

Alexander dan dokter Reyhan yang berada di samping Gesya menghembsukan nafas kasar, terlebih hati mereka yang seperti di sayat pisau tajam, setiap kali mendengar kalimat yang sama dari gadis yang selalu menginginkan harapan.

•••
Setelah selesai dengan chek-up nya dia bergegas pulang bersama papahnya, di dalam mobil dia terus memandangi jepitan biru yang di berikan oleh dokter Reyhan. Dia sangat bersyukur karena di pertemukan dengan dokter yang sangat baik juga perhatian kepadanya.

Namun, pikirannya kembali pada hal yang benar-benar membuat dirinya dilanda rasa kasihan oleh seorang Tania, gadis yang telah membuat sahabatnya kembali pada masa kelam hingga membuat jati diri sahabatnya itu hilang.

Tiba-tiba, mobil berhenti membuat Gesya menoleh ke arah kaca dia terkejut kemudian wajahnya berubah menjadi sangat senang karena papahnya mengajak dia ke sebuah tempat bermain dengan berbagai permainan yang berada di satu tempat.

Papahnya memang juara mengembalikan sendunya menjadi bahagia, seorang lelaki yang selalu berusaha menyenangkan hati putrinya. Tidak salah, jika seorang papah adalah cinta pertama bagi anak perempuan.

Selepas itu mereka berdua pun masuk ke tempat wihana tersebut, sebelumnya Alexander sudah membeli dua tiket lewat online jadi mereka tidak perlu lagi meng-antri panjang seperti orang-orang yang berada di sebrang mereka berdua.

Gesya benar-benar girang terlihat dari wajahnya yang tidak berhenti untuk tersenyum, kaki jenjangnya berlari menuju wahana Bianglala.
Dia memilih duduk yang dekat dengan jendela ditambah tempat yang dinaikinya bergambar kartun kesukaannya, Frozen.

Kini Bianglala-nya sudah berada diatas dia dapat melihat indahnya kota Jakarta disore hari. Hatinya hangat ditambah dirinya bersama sang Papah yang kini sedang memeluknya.

Selesai dengan Bianglala Gesya berlari kembali menuju wahana ekstrem yang mengacu adrenali, ya
Roller Coaster entah apa yang merasukinya dia memilih untuk menaiki wahana tersebut.

Sedangkan Alexander hanya pasrah dan menuruti permintaan putri bungsunya itu, lalu Gesya duduk dibangku kedua dan memasang pengamannya dengan benar.

Spring! (tanda suara wahana Roller Coster_ siap berjalan)

Selama kereta luncur itu berjalan Gesya benar-benar menikamatinya, tidak ada wajah ketakutan ataupun ingin berhenti seperti beberapa orang dibelakangnya. Sedangkan Papahnya yang berada disamping menutup kedua matanya dengan posisi tangan memegang erat ke-pengaman kereta luncur tersebut.

•••
5 menit setelahnya, kereta luncur pun berhenti ditempat awal segeralah Alexander turun lalu berlari menuju kamar mandi memuntahkan semua isi perutnya. Gesya yang melihat keadaan papahnya merasa khawatir dan memberikan minyak aroma terapi untuk menenangkan tubuhnya yang sudah mulai rapuh tersebut.

"Pah, kalau begitu kita pulang aja ya. Aku nggak tega muka Papah juga pucat," ajak Gesya dengan nada khawatir.

Alexander menggeleng pelan. "Papah gapapa, Nak. Biasa faktor umur padahal dulu saat almarhum mamah kamu masih hidup. Wahana ini yang paling sering kita naiki," lirih Alexander sambil tersenyum kepada putrinya.

Dia yang sudah merasa lebih baik mengajak putrinya untuk berkeliling, menghabiskan satu hari penuh ini dengan canda tawa. Ya, Alexander tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang terus berputar apalagi dia jarang sekali untuk bisa meluangkan waktu bersama putri bungsunya.

Sebagai seorang Papah, dia ingin memberikan cinta penuh yang tidak dapat ditemukan dihati manapun selain dirinya. Gesya memang mempunyai Abang namun Gafi terlalu dingin dan cuek kepada adiknya, sebab memang kehadiran Gesya tidak diinginkan oleh putranya.

Senyum manis Gesya begitu candu untuk diabadikan, putrinya ini memang mirip dengan almarhum istri-nya. Dan dia takut jika putrinya akan menyusul kepergian istiri-nya yang sudah tenang bersama Tuhan.

Matahari pun kini sudah terbenam menggantikan peran senja menjadi malam, bulan dan bintang kini menghiasi langit yang begitu indah untuk dilihat. Kini mereka berdua menaiki Turangga Rangga atau yang biasa disebut Kuda Berputar menutup wahana terakhir yang dia dan Papahnya nikmati, kebahagiaan yang akan menjadi abadi untuk kenangannya.

Gesya benar-benar ber-syukur untuk waktu yang berpihak kepadanya, meski dia sangat ingin jika abangnya juga dapat hadir untuk merasakan kebahagiaan ini. Dia sangat ingin Gafi bisa dapat menerimanya, sebelum waktu itu tiba dan dia sama sekali tidak bisa menikmati waktu bersama abangnya.

•••
Sementara itu dikediaman Kanya kedua orang tuanya tidak percaya dengan apa yang dilihah putrinya tadi pagi, mereka pun tidak habis pikir mengapa seseorang itu dapat terbebas dari sel tahanan.

Fernando dan Alice kini dihantui rasa takut yang dulu sudah pergi sekarang kembali lagi, mereka takut jika seseorang itu membalaskan dendam pada putrinya padahal seharusnya dia dapat tersadar dari perbuatan keji yang dilakukan olehnya juga adiknya.

Apapun yang terjadi mereka sebagai orang tua harus melindungi putri mereka, meskipun nyawa mereka berdua yang menjadi taruhannya.

"Mas, apa tidak sebaiknya kita menyewa Bodyguard saja?" usul Alice membuat suaminya kini berpikir.

"Kamu benar! Baiklah, aku akan mencoba untuk menghubungi orang kepercayaan-ku," dia menyetujui usulan istrinya.

Segera dia menghubungi salah satu Bodyguard yang pernah mengkawal keluarganya saat teror itu pernah menghantui hidup keluarga-nya.
















































Halo, aku double up ya :) semoga berkenan dan jika ada masukan, noekh sekali. Saya akan senang hati menerimanya :)

Saya harap-saya bisa menyelesaikan naskah kedua saya, mohon dukungannya, ya ^^

Selamat membaca-!









Four Promise [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang