13. percikan api

3 1 0
                                    

"Jika api tengah membara jangan kau beri angin karena dapat memperbesar api itu, berilah air agar api itu padam dan tidak melukai orang-orang terkasihmu."
—Kanya—









13. Percikan api
Mereka berempat pun kini sudah di gerobak roti bakar, mereka memesan empat roti dengan rasa keju dan cokelat. Sambil menunggu pesanan mereka selesai, Bulan memberi kabar dahulu kepada sahabatnya itu takut jika mereka sampai di rumah Kanya. Sang tuan rumah justru pergi dan membuat rencana mereka gagal total, tetapi Bulan tak kunjung mendapat balasan dari sang empu dan memutuskan untuk tetap ke rumah Kanya.

10 menit kemudian, roti bakar pun siap untuk dibawa tak lupa mereka membayar lalu menunggu taksi sebagai kendaraan ke rumah Kanya karena mereka berempat tidak ada yang membawa kendaraan pribadi. Taksi yang mereka tunggu akhirnya datang, mereka pun masuk dan tidak lupa untuk memberitahu alamat tujuannya, sepanjang perjalanan mereka berempat hanya diam tanpa ada yang ingin membuka suara. Mungkin karena adanya Tania yang membuat mereka tidak bisa leluasa untuk saling mengobrol.

Sampailah mereka di perkarangan rumah Andraloka, taksi pun berhenti tepat di depan rumah megah milik Kanya. Selepas membayar ongkos taksi mereka berempat beriringan memasuki rumah Kanya atas izin pak satpam yang sudah mengenal Bulan dan Riva, kini giliran Gesya yang memencet bel agar sang tuan rumah tahu akan kehadiran mereka. Tak butuh waktu lama pintu berwarna pastel yang menjulang tinggi terbuka menampakan wanita paruh baya yang tak lain ialah Alice—Mamah Kanya.

Alice terkejut dengan kehadiran teman-teman Kanya, terlebih kedatangan mereka bersama Tania. Alice sedikit gelagapan saat menyapa hangat teman-teman putrinya, dia tidak percaya karena keberanian Tania yang kembali hadir dihadapannya. Rasa tak percaya itu tidak berangsur lama, Alice mempersilakan keempat teman Kanya masuk ke dalam rumah, bagaimana pun dia tidak boleh bersikap ketidaksukaannya kepada Tania sebab dirinya tidak boleh menghakimi seseorang begitu saja.

Setelah mereka berempat telah mendapat izin untuk menjenguk Kanya, mereka duduk di ruang tamu sambil menunggu kehadiran Kanya yang mereka yakini berada di dalam kamarnya. Alice yang baru datang langsung menuju kamar putrinya untuk memberitahu jika teman-temannya datang untuk menjenguk, sesampainya di lantai dua dia membuka perlahan kamar Kanya takut putrinya masih tertidur namun yang dia lihat Kanya sudah bangun dan tengah duduk di kasurnya.

Sedangkan Kanya yang melihat kehadiran mamahnya hanya melirik sambil menunggu tujuan mamahnya datang ke kamar, Alice yang paham akan lirikan itu mendekat kepada putrinya sambil memegang tangan Kanya.

"Nak, di bawah ada teman-teman kamu dan Tania. Kamu mau menghampiri mereka, kan?" tanya Alice dengan nada lembut.

"Tania, Mah? Iya aku mau turun ini juga," jawab Kanya yang kembali dingin.

"Kamu sudah baikan, Nak? Kalau memang belum, Mamah yang akan memberitahu mereka untuk ke kamar kamu saja," Alice kembali memastikan kalau putrinya sudah baik-baik saja.

"Jangan, Mah. Aku mau ke bawah, aku gapapa," tuntasnya lalu beranjak dari kasur dengan Alice di belakangnya.

Kanya turun dengan wajah yang masih saja pucat, dirinya juga tidak mengerti padahal dia sudah istirahat tetapi tetap saja tidak membuat baik dirinya ini. Keempat temannya yang melihat Kanya sudah datang langsung menghampiri Kanya dengan wajah berseri, Bulan pun yang masih setia memegang roti bakar itu langsung diberikan kepada Kanya.

Sang empu tersenyum tipis lalu memberikan kembali kepada mamahnya yang berada di samping kanannya, Alice pun mengucapkan terima kasih lalu berjalan menuju dapur untuk membuatkan minuman kepada keempat teman putrinya itu. Kanya pun bergabung di satu sofa dengan keempat temannya.

Four Promise [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang