14. Padamnya api

6 1 0
                                    

"Saat semuanya terjadi yang tertinggal hanyalah penyesalan, saat semua tutur kata yang terlewat dari kendalinya yang tertinggal hanyalah rasa bersalah."
—Kanya—















14. Padamnya api
Selepas kejadian yang tidak mengenakan itu Kanya memutuskan untuk pergi ke kamarnya kembali dengan perasaan bersalah diselingi rasa takut yang tak kunjung hilang, sedangkan kedua sahabatnya sudah pulang sedari tadi pun dengan rasa yang bersalah juga. Alice yang baru saja selesai membuatkan minuman saat setelah semua teman putrinya tidak ada, dibuat keheranan. Apa yang telah terjadi? Dia pun memutuskan untuk pergi ke kamar putrinya untuk menanyakan hal ini.

Dibukalah pintu kamar putrinya yang ternyata Kanya sedang duduk di sudut kamar dengan kedua tangan yang memegangi kepalanya. Alice termenung untuk beberapa saat hingga akhirnya dia menyadari, jika ada hal yang tidak mengenakan telah terjadi disaat dirinya masih berada di dapur.

Alice pun menghampiri Kanya lalu memeluk tanpa ingin bertanya apapun, sebagai seorang Mamah dia ingin menjadi sosok yang hangat untuk putrinya, dia ingin menjadi sosok yang selalu ada untuk putrinya. Kanya yang menyadari pelukan hangat itu hanya bisa terdiam dan mengeratkan pelukan itu.
Ya, yang dibutuhkan dirinya hanyalah sebuah pelukan, lelah sudah dirinya untuk berkata, dia hanya bisa menyesali atas perbuatan yang dilakukannya.

Selepas pelukan lama itu, Kanya sudah merasa lebih baik dengan mamahnya yang masih setia disampingnya. Selang beberapa detik, Alice baru bertanya mengenai hal apa yang telah terjadi hingga semua teman putrinya tidak ada. Sang empu yang ditanya hanya menatap dalam manik milik sang Mamah dengan rasa yang sebenarnya ingin dibebaskan.

"Ma ... apa aku salah bersikap dingin kepada Tania?" pertanyaan itu lolos dari mulut Kanya, membuat Alice tertegun.

"Nak, Mamah tahu kalau Tania pernah berbuat salah kepada kamu dan mengkhianati kamu dalam pertemanan. Namun, kita sebagai manusia tidak boleh menyimpan dendam itu dalam diri," jawab Alice dengan tatapan hangat.

Kanya menundukan kepalanya. "Kanya salah, Mah. Kanya selalu melihat Tania dengan kesalahannya, hingga membuat Kanya melukai hati orang-orang yang tidak bersalah," ujar Kanya dengan rasa menyesal.

Alice mengangkat kepala putrinya dengan menangkup kedua tangannya. "Nak, Mamah tahu ini pasti sulit untukmu. Tetapi, jangan melukai hati teman kamu yang nggak bersalah. Kamu boleh tidak terlalu dekat dengan Tania, namun bukan dalam menyakiti mereka, ya," nasihat Alice dengan senyum hangat tetap menghiasi wajahnya. Kanya mengangguk diselingi senyum tipis kepada Mamahnya.

"Terima kasih, Mah."

•••
Di sebuah halte terlihat dua gadis yang sedang menunggu jemputan, mereka adalah Gesya dan Tania. Ya, Gesya menyusul Tania yang sedang menangis pilu sambil terus berlari dia merasa sangat tidak tega karena Tania yang selalu disudutkan oleh Kanya. Bagaimana pun Tania adalah teman kelasnya, apalagi dia tahu kalau Tania masih punya hati sebenarnya.

Gesya bukan tipikal seseorang yang langsung menghakimi atau mudah terpengaruh oleh hal-hal yang belum tentu kebenarannya, terlebih dia masih ingat betul akan kejadian di rumah sakit beberapa hari yang lalu. Dirinya tahu, jika sebuah pengkhianatan adalah hal yang tidak pantas dalam pertemanan karena kepercayaan yang sudah dihancurkan. Namun, apakah Tania hanya berpura-pura saja? Apakah yang dikatakan Bulan dan Riva itu benar? Rasanya dia ingin perdamian datang.

Sedangkan, Tania yang masih tetap termenung ada rasa yang aneh dalam dirinya. Padahal niat dia adalah membalaskan dendamnya atas perbuatan kedua orang tua Kanya beserta dirinya yang ingin memeras habis kekayaan milik keluarga Fernando untuk menghidupkan kembali perusahaan papahnya dan untuk membayar semua biaya pengobatan papahnya selama dirumah sakit.

Tetapi, mengapa saat setiap di dekat Gesya rasanya sangat damai dan merasakan sesuatu yang hilang kini dia merasakan kembali. Jujur saja, selama dia mengasingkan diri dan merawat papahnya. Tania hanya fokus pada rencana yang sudah dibuat bersama Abangnya, membuat dirinya lupa untuk merasakan kehidupan yang harusnya dinikmati. Ditambah lagi dengan kepergian mamahnya yang memilih untuk meninggalkan dirinya sendirian dan menikah bersama lelaki yang lebih muda dan kaya.

Entahlah dirinya benar-benar kalut untuk saat ini. Dasar Tania tidak tahu diri, pikirkan kembali sebelum semuanya menyesal untuk kedua kalinya, Tania-! .

Tiba-tiba, disela lamunannya ada tangan putih mengalungkan ke arah lehernya lalu menarik dirinya untuk lebih dekat dengan pelukan hangat itu. Ya, itu adalah tangan Gesya dengan wajah berserinya seakan memberikan ketenangan pada dirinya yang sedang kalut saat ini. Tania tertegun dengan perilaku Gesya yang spontan, dia hanya dapat membalas dengan senyuman. Senyuman yang tidak dia sadari jika itu adalah kali pertama dirinya tersenyum tulus, selepas karma yang datang bertubi-tubi kepada keluarganya.

"Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Aku nggak akan sama seperti Kanya ataupun kedua teman Kanya. Pokoknya, kalau kamu benar ingin menjadi orang baik, jangan menyerah ya. Waktu nggak akan pernah mengikari," ucap Gesya dengan senyum yang tak pernah luntur.

Tania termenung mencerna semua perkataan Gesya kepadanya. "Terima kasih, Gesya."











































Hai semuanya, sebelumnya aku mau minta maaf karena nggak bisa selalu udate di hari sabtu dikarenakan beberapa hal. Padahal, aku semangat banget untuk lanjutkan cerita Kanya ini :(

Aku usahakan ya, untuk double update. Komentar dan bintang dari kalian berharga banget untukku.

Terima kasih, salam hangat. Jaga kesehatan ya ;)



Four Promise [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang