8. Memperbaiki

14 1 0
                                    

"Cara terbaik agar hidupmu lebih tenang, adalah berdamai dengan masa lalu."
-Gesya Putri Alexander-


































8. Memperbaiki
Mereka berdua sudah sampai dirooftop mereka saling menatap keatas langit, memejamkan mata dengan menikmati hembusan angin. kanya masih belum bisa menerima kehadiran Tania yang sangat menyesakan baginya, namun ia merasa lebih tenang karena ada Gesya yang menemani dirinya.

"Makasih, lo udah tenangin gua dan obatin tangan gua," ucap Kanya sambil melirik kearah samping kanan, Gesya hanya tersenyum sebagai balasan lalu duduk dengan menarik nafasnya seperti tidak nyaman dengan posisinya. Dirinya langsung merogoh saku bajunya lalu meminum obatnya dengan air yang selalu ia bawa, sang empu tidak heran dan membiarkannya.

"Kay, kita turun yuk, sekarang udah jam istirahat," ajaknya dan diangguki Kanya, mereka pun turun sambil menggenggam tangan satu sama lain. Saat ingin berbelok menuju kelas Tania yang melihat Kanya sedang bersama orang lain, menghentikan langkah mereka, membuat Kanya memutar bola matanya malas.

"Kanya bisa kita ngomong, hanya kita. Gua mohon," ucap Tania dengan tatapan harap.

"Gua gak mau! Awas halangin jalan aja!" jawab Kanya sarkas, namun Tania tetap memaksa dan memegang tangan kiri Kanya, sang empu menepis kasar, Gesya hanya diam dengan tangan yang masih setia menggenggam.

"Gua mohon, kay, gua mau jelasin. Gua balik kesini demi lo!" timpal Tania dan kembali memegang tangan Kanya.

"Siapa suruh!! Gua gak pernah harapin lo untuk kembali! Lo tau gak sih? Gua jijik liat muka fake lo itu!! Lepasin tangan gua, atau gua bakal lakuin hal kasar sama lo!!" sarkasnya membuat Tania ketakutan dan melepas genggamannya itu, Gesya hanya diam dan mengikuti Kanya untuk menenangkannya kembali.

Sedangkan Tania pergi dengan tangis yang sudah pecah. Kanya duduk dengan amarah yang masih tersisa, nafasnya pun tersengal - sengal dengan air mata yang ia tahan, Gesya kembali mengelus punggung temannya itu lalu duduk disamping Kanya dengan tatapan hangatnya.

"Jika kamu mau nangis, keluarin kay, jangan ditahan. Aku ada disini dan akan selalu seperti ini," ucapnya dengan tangan yang masih mengelus punggung Kanya, sang empu mendangakan kepalanya.

"Gua gak mau cengeng."

"Yaampun kay, kamu tahu enggak? Kata ayahku menangis saat kita lagi terpuruk sangatlah melegakan, dan aku ngelakuin itu setiap malam didepan ayahku," ujarnya tersenyum, kanya tersentuh mendengarnya.

dia tak pernah sekalipun menangis didepan kedua orang tuanya, bahkan saat ia berada difase terendahnya. Kedua orang tuanya bukannya tidak peduli, mereka berdua sangat peduli pada dirinya, namun apa daya ia terlalu egois untuk mengakuinya.

"Menurut lo, Tania pantas gak sih dapat kesempatan?" tanyanya dengan tatapan polosnya dan diangguki oleh Gesya.

"Aku rasa Tania benar - benar menyesal, terlihat dari sorot matanya. Tapi balik lagi kekamu, apakah kamu siap memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya dimasa lalu? atau membiarkan waktu mengobatinya dan tetap terjebak dalam trauma kamu," pungkasnya seraya mengangguk kembali.

"Tapi, dia itu udah ngelakuin kesalahan yang fatal, lo tau kan? Rasanya dikhianatin sama sahabat sendiri," lirihnya dan diangguki oleh Gesya, ia berpindah posisi agar lebih dekat dengan Kanya lalu tangannya terulur untuk menggenggam tangan teman sebangkunya.

Four Promise [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang