08. Putus

786 116 45
                                    

"Putus; adalah jalan terbaik," -Chika

***

Lorong apartemen yang sangat sepi ini terlihat mempermudah siapapun untuk datang. Dari kejauhan sana, seorang gadis terlihat sedikit berlari untuk mencari kamar seseorang yang dia khawatirkan sejak tadi.

Chika.

Dia baru mendapat kabar dari Dey dan juga Mira bahwa Vivi terlibat perkelahian di cafe semalam bersama dengan seorang laki-laki. Tidak, Dey dan Mira tidak menyebutkan siapa laki-laki itu, karena mereka berdua memang tidak mengenalnya.

Yang Chika khawatirkan adalah sosok Vivi yang sebenarnya tidak bisa menahan emosi ketika seseorang berusaha mengganggunya.

Dan kini, tibalah Chika di depan pintu apartemen Vivi. Dia menekan bell beberapa kali, bahkan mengetuknya. Ia mengintip ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih menunjukkan pukul setengah enam pagi.

Chika berharap Vivi sudah bangun.

Chika terus membunyikan bell di sana namun tak kunjung mendapatkan jawaban. Ia melirik ke samping, dimana fingerprint terpasang di sana. Iseng-iseng Ia mencoba menempelkan ibu jarinya, hingga akhirnya suara bell kecil muncul dari sana.

Tangannya terangkat memegang knop pintu lalu membukanya pelan. Dan benar saja, pintu itu bisa terbuka tanpa ada yang membukakannya. Chika hanya bisa diam di tempatnya.

"Kok bisa? Kapan gue di daftarinnya deh?"

Chika terdiam. Sejurus kemudian Ia menggeleng pelan.

"Bodo amat deh."

Chika pun menutup pintu pelan. Ia melepas sepatu yang dipakainya, kemudian mulai berjalan ke ruang TV. Tidak ada siapapun di sana. Ruangan ini tampak begitu sepi.

"Ini kalo Dey salah info ternyata kak Vivi di kostan sih ngga lucu.."

Dalam ruangan ini, terdapat dua kamar yang berada di dekat ruang TV. Chika tidak tahu mana kamar milik Vivi karena Ia memang jarang sekali main ke tempat ini. Gadis itu memilih untuk memeriksa kedua kamar itu, dan saat pengecekkan yang pertama, Chika tertegun saat melihat Vivi tertidur di kursi. Tepatnya di meja belajar miliknya.

"Kak Vivi."

Chika menarik kepala Vivi. Ia memeluk gadis itu dari samping, mencoba meneliti setiap luka yang ada di wajah Vivi. Chika meringis ketika melihat luka yang cukup lebar di sudut bibir Vivi, hanya satu luka, namun memarnya berada di rahang dan juga pipi.

"Hey.." Chika menyingkap helaian rambut Vivi kebelakang. Ia mengusap pipi Vivi pelan, berusaha membangunkan gadis itu.

"Bang." Tidak ada sahutan apapun, Chika menarik tangan Vivi dan menyimpannya di lehernya. Ia sedikit membungkuk untuk menarik tubuh Vivi agar terbangun dari duduknya, berusaha memindahkan Vivi ke atas kasur.

Sibuk dengan kegiatannya sampai Chika tidak sadar bahwa Vivi tersenyum manis di sana. Walau matanya masih terpejam, Ia sengaja mengerjai Chika agar gadis itu berusaha membawanya ke tempat tidur.

Setelah berhasil membawa tubuh Vivi ke tempat tidur, Chika berusaha menidurkannya di sana. Namun, entah mengapa tangan Vivi terlihat masih menggantung di leher Chika, seolah enggan melepaskannya.

Chika mengerutkan keningnya bingung. Kekuatan di tangan Vivi sedikit terasa di lehernya. Apakah orang tidur juga memiliki kekuatan untuk menahan sesuatu?

Tangan Chika terangkat untuk melepas tangan Vivi dari lehernya. Setelah berhasil melepasnya, Chika berjalan keluar untuk mengambil kotak P3K yang berada di ruang TV. Tak lupa juga Ia mengambil segelas air mineral untuk Vivi.

V I K U YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang