11. ???

595 87 9
                                    

Tidak ada yang mengira bahwa dua insan Tuhan ini tengah berduaan di balkon kamar lantai dua rumah milik bersama ini. Mereka berdua sibuk menatap langit gelap yang ditaburi beberapa bintang.

Bintang-bintang itu nampak sedikit berjauhan, bahkan sinarnya pun tidak terlihat sama terangnya. Beberapa dari mereka terlihat begitu pudar.

"Kenapa bintangnya ada yang terang banget sama ada yang hampir hilang, ya?" gumam seorang gadis di sebelah kanan yang masih asik menyandarkan kepalanya di bahu gadis di sebelahnya.

Tentu, ini bukanlah pertanyaan random, melainkan kenyataan yang harusnya dapat dijawab.

"Mereka minder lihat sinar yang ada di diri kamu, Fio," Ara berhasil mengucapkan kalimat itu pada akhirnya.

Setelah sekian lama Ia menahannya dan enggan membuat perasaannya bingung sendiri.

"Padahal lebih indah mereka," bisik Fiony.

"Buat sebagian orang bintang emang enak untuk dipandang, sinarnya juga bisa buat kita nyaman saat ngelihatnya.." Ara menarik napas sebelum akhirnya membuangnya perlahan. Dia menatap langit dengan tatapan teduh dan senyuman yang terpatri di kedua sudut bibirnya. "Tapi menurut aku, ngga ada yang bisa ngalahin keindahan dari seorang Fiony Alveria, cewek yang lagi bersandar di bahu aku."

"Ra.."

"Kamu betah ngga di sini?" Fiony mengangguk.

"Sangat,"

Ara berkerut bingung. "Kenapa?"

Fiony tersenyum manis kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Karena ada kamu,"

"Sejak kapan kamu suka gombal gini, sih?" Ara tersenyum gemas. Ia mencubit pipi chubby Fiony, hingga meninggalkan sedikit kemerahan di sana.

"Loh, kamu ngga sadar kalo selama ini yang ngajarin aku gombal itu kamu sendiri? Ngaca deh, kamu kan buaya.."

"Dih, kok ujungnya malah ngatain aku buaya?"

Fiony menghela napas berat. "Gebetan kamu banyak, Ra. Di setiap kelas juga kayaknya ada,"

Ara cemberut. Ia berbalik sedikit agar posisi duduknya sejajar dan menghadap Fiony. "Kamu kok gitu ngomongnya?"

"Aku sih kata Olla.."

Mendengar nama Olla disebut oleh Fiony, membuat Ara berdecak kesal. Memang temannya yang satu itu, selain suka meledeki, juga suka mengompori. Dia sepertinya sengaja memberitahu hal tidak penting itu pada Fiony.

Wajar saja jika Fiony mempercayai ucapan Olla, karena Ia tahu kalau sebelumnya Olla adalah teman satu sekolahnya.

"Jangan percaya omongan Olla deh, dia aja udah ngga sekolah,"

Fiony menoleh lalu tersenyum tipis. "Iya, Ara,"

Suasana kembali hening setelah Fiony berhasil melempar senyuman tipisnya pada Ara. Mereka berdua kini sudah jatuh di pikiran masing-masing.

Langit pun kembali menang kali ini, karena pandangan keduanya kembali mengarah ke atas sana. Entah, ini sudah yang ke berapa kalinya Ara mendengar Fiony terus menarik napas berat sejak tadi.

Ekor matanya melirik wajah samping Fiony yang tidak terlihat seperti biasanya. Ara tahu dan Ara sadar, pasti ada sesuatu hal yang terjadi dan memenuhi kepala Fiony.

"Fio?"

"Hm?"

"Kuliah kamu gimana?" Kini, Ara mencoba menarik obrolan lain agar Fiony sedikit terpancing dengan obrolan singkatnya.

V I K U YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang