Ada kalanya setiap orang tidak butuh kata semangat untuk semua masalah hidupnya, terlalu lelah untuk mendengar kata semangat dari orang lain. Terkadang mereka bisa menjadi sangat jahat di kala sedih, hingga membuat hati orang lain tersakiti karena perasaan yang tak menentu itu.
Bahkan ada yang tidak sanggup untuk menangis walaupun sangat ingin. Hati begitu sesak, serasa ingin pergi dari dunia, akan tetapi tak ingin juga nantinya berakhir masuk neraka. Terkadang mereka juga merasa, kata semangat yang terlontar dari mulut orang lain membuat mereka marah dan beranggapan itu sebagai cemoohan. Bisa saja yang paling di butuhkan itu adalah rangkulan, bukan hanya sekedar memberi kata "kamu harus semangat."
Hingga pada akhirnya mereka kembali menyakiti diri sendiri. Menampar, menjambak, memukul, bahkan menyayat tangan sampai berdarah. Mereka juga tahu itu sangat salah, tapi di sisi lain mereka juga butuh pelampiasan untuk meredakan hati, dan berharap sakit itu berpindah ke tubuh.
Mereka juga sering beranggapan kalau dirinya itu sangat bodoh dan tidak berguna. Tidak bisa melakukan apa pun untuk membahagiakan orang-orang di sekitar, bahkan untuk membahagiakan diri sendiri saja tidak bisa. Berharap pada orang lain pun begitu sia-sia, tidak ada yang dapat menguntungkan diri mereka. Begitu juga sebaliknya, tidak ada yang menarik. Hanya kegelapan dan kehampaan yang berada disekitar mereka.
Semua orang begitu egois, mereka lebih mementingkan urusan yang tidak berguna dari pada mementingkan hati dan perasaan mereka. Apakah hati sebegitu tidak pentingnya? Kenapa mereka tidak pernah peka bahwa yang paling sakit itu adalah hati. Tanpa mereka tahu, mereka sudah membohongi diri sendiri. Mempermainkan hal-hal yang tidak seharusnya di permainkan layaknya seperti boneka.
***
Seperti biasa Hiro bekerja di restoran, bersama dengan Ray yang selalu berada di belakangnya. Memperhatikan setiap apa pun yang akan Hiro lakukan, Ray merasa harus menjaga Hiro, bagaimana pun keadaannya. Ia tidak mau lagi jika seseorang yang berada di dekatnya pergi begitu saja darinya. Ia sendiri sudah menganggap Hiro seperti adik kandungnya, itu sebabnya Ray sangat memperhatikan Hiro.
Pagi ini restoran sangat ramai, ada beberapa tamu penting dari pemilik restoran. Pekerjaan mereka menjadi dua kali lebih sibuk dari biasanya untuk melayani pelanggan.
"Hiro, kau bisa mengantarkan ini ke meja nomor sembilan?" Ray selalu bertanya terlebih dahulu ke pada Hiro, ia juga tidak mau nantinya malah mengembalikan trauma anak itu, di lihat dari banyaknya tamu hari ini.
"Baiklah." ujar Hiro tanpa menolak permintaan dari Ray, lalu mengambil piring dari tangan Ray.
Sudah untuk ke berapa kalinya Hiro membuat kesalahan. Penyebabnya adalah wanita yang sering kali menggoda dan menatap jahil padanya, terkadang ia mengumpat di dalam hati. Itu sebabnya Ray selalu berada di dekatnya untuk menegur beberapa pelanggan wanita yang tidak sopan itu.
"Hiro, Kau baik-bak saja?" tanya Ray cemas. Keringat sudah membasahi kening Hiro, badannya juga sedikit bergetar karena cemas.
Hiro mengangguk, semampu mungkin ia menahannya. Ia tidak mau jika trauma yang sudah ia tahan dari lama menjadi kacau lagi, semampu mungkin ia menumpu kakinya agar tidak jatuh dan berakhir terduduk di lantai.
"Kalau tidak kuat, Kau bisa istirahat dulu. Aku akan bicara pada Manejer untuk menyuruh kau pulang terlebih dahulu." kata Ray.
"Tidak. Aku masih sanggup. Jangan terlalu mencemaskanku, seolah- olah aku ini terlihat seperti orang yang lemah. Kau terus saja memperlakukanku seperti anak kecil!" ujar Hiro, lalu pergi ke toilet.
Ray hanya bisa geleng kepala melihat sifat Hiro yang keras kepala itu. seperti yang kalian tahu, Ray adalah Anak dari pemilik restoran ini. Ia juga termasuk pewaris dari restoran ini, dan sekarang bisa di katakan ia bekerja di sini hanya untuk mengawasi para pegawai, sembari mencari pengalaman juga. Disamping itu, Ray juga telah menceritakan masalah Hiro pada ke dua orangtuanya. Bahwa, tepat empat tahun lalu adalah kejadian yang tidak pernah bisa Hiro lupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Euphoria
Teen FictionHiro, begitulah orang-orang memanggilnya. Seorang penyendiri yang pernah kehilangan hebat di masa lalu hingga merenggut terang kehidupannya. Ia harus merasakan sendiri pahit dan kelamnya kehidupan. Membuat ia harus mengambil jalan yang salah, dan be...