Pertemuan

256 76 422
                                    

Apa kau percaya takdir?

Tiga Ratus Enam Puluh Lima Hari Sebelumnya.

Seminggu setelah Aku masuk sekolah dasar, Ibu pergi untuk selama-lamanya. Satu-satunya orang yang palingku sayangi dan harapkan sekarang pergi ke alam berbeda. Aku terlambat mengetahui karena baru pulang dari sekolah. Saat itu seorang tetangga menemukan Ibu tergeletak dengan darah pekat di kepala dan dua tahun setelah kejadian, baruku sadari siapa pelakunya. Kalian tidak akan menyangka kalau Ibu mati di bunuh oleh suaminya, yang tak lain adalah Ayah kandungku sendiri.

Ayah mengaku padaku kalau ialah yang telah membunuh Ibu waktu itu, ia juga menyerahkan diri pada polisi. Ayah pun ditangkap dan di jatuhi hukuman penjara seumur hidup. Aku sangat sedih. Bukan karena Ayah di tangkap polisi, tapi karena tidak ada lagi sosok Ibu di sampingku. Rasanya ingin menyusul Ibu saja, tak ada gunanya untuk hidup sekarang. Tidak punya tempat untuk mengadu dan berkeluh kesah, tidak ada lagi yang menyambut pulang dari sekolah, dan tidak ada lagi yang memarahiku di saat berbuat salah.

Di sisi lain Aku juga bersyukur Ayah masuk penjara, karena tidak ada lagi orang yang akan memukuliku sampai badan membiru, begitu juga dengan sumpah serapah yang terdengar di telinga. Aku cukup gila untuk menertawakannya yang menderita dipenjara. Karena dia, Aku kehilangan orang paling berharga di dunia ini. Biarkan saja dia membusuk sel tahanan itu, Aku sama sekali tak menganggapnya sebagai orang tua lagi. Bahkan memanggilnya dengan sebutan Ayah saja sudah membuat perutku mual dan merasa jijik, apa lagi jika menatap wajahnya.

Setelah kejadian itu, Aku tinggal di panti asuhan. Tidak ada yang mau mengadopsiku untuk di jadikan anak mereka, baik itu dari keluarga Ibu mau pun keluarga Ayah. Mereka bilang Aku akan mempersulit saja di kemudian hari, di tambah lagi mereka mengatakan bahwa tidak pantas anak dari seorang pembunuh tinggal bersama dengan mereka, karena tidak menutup kemungkinan nanti anaknya juga mengikuti jejak Ayahnya.

Selama tinggal di panti asuhan, Aku mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan. Semua yang ada di sana menghukumku dan memperlakukanku layaknya seperti binatang. Di paksa bekerja, bahkan makan pun juga diberi layaknya seperti binatang. Setiap malam terjaga karena harus membersihkan puluhan kentang untuk di jual pagi harinya, kalian pasti tidak akan membayangkan anak berumur sembilan tahun di paksa kerja rodi setiap hari. Hinaan bahkan makian sudah menjadi makananku setiap hari, telingaku sudah merasa kebal mendengar perkataan kasar mereka.

Hari demi hari berlalu, umurku juga sudah bisa di sebut matang untuk hidup sendiri. Aku memutuskan untuk kabur dari panti asuhan, keluar dari panti yang bagaikan neraka itu dan hidup sendiri di kontrakan kecil. Kalau kalian tanya dari mana uang yang di dapat, Aku mencuri uang milik Ibu panti dan untuk bayaran bulanannya aku berkerja part time. Terkadang aku juga melakukan pekerjaan berat yang menggunakan tenaga cukup besar hingga membuat badanku sering kali sakit. Bahkan tak jarang pula badanku membiru karena tidak sengaja menjatuhkan beberapa barang di sana yang berakhir menimpa badan.

Beruntung saja sekolahku di tanggung oleh pemerintah karena mendapat beasiswa. Jadi aku tak perlu pusing untuk memikirkannya. Jangan pernah memandang rendah diriku karena hanya melihat dari sebelah mata saja, Aku mendapatkan beasiswa karena usahaku sendiri, aku tidak menyebut diriku seorang yang pintar bahkan ahli dalam segala bidang. Aku hanya mencoba untuk membuktikan pada orang-orang yang tidak mau menerimaku bahwa aku bisa hidup sendiri dan tidak butuh bantuan dari mereka.

Badanku semakin kurus, seperti tak ada gairah untuk hidup. Aku terlalu sibuk bekerja hingga mengabaikan kondisi tubuh sendiri. Tak bisakah hari ini cepat berlalu agar Aku semakin tua dan mati di atas kasur ini? Berbaring terlentang sambil mendengarkan hiruk pikuk kota Jakarta. Seperti musik yang mengalir di telinga, sangat berisik membuat kepala seakan-akan hampir pecah. Suara yang tak kunjung diam itu membuatku seolah-olah berada dipusat kota saja.

Sudah seminggu lebih Aku tidak masuk sekolah, penyebabnya karena ada ingatan yang seharusnyaku lupakan, akan tetapi kembali muncul di kepalaku.

EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang