Kita biasanya memikirkan cinta antara pria dan wanita. Namun peduli dengan orang lain juga merupakan cinta bukan?
Semilir angin menerpa lembut wajah Astra. Luka di bibirnya sudah mengering karena tak di obati. Ia menengadah sambil memandangi langit, ribuan bintang tampak bersinar menerangi gelapnya malam. Di tambah lagi dengan bulan yang begitu terang, memberikan kesan indah pada langit. Berbeda dengan hati Astra saat ini, sangat sedih hingga tak bisa mengeluarkan air mata. Mencari udara segar berharap pedih di hatinya berkurang. Disisi lain, seorang laki-laki berdiri di sampingnya sambil menendang bebatuan kecil, lalu beralih menatap Astra.
"Berhenti liatin Gue. Tatapan Lo bikin Gue ngeri!"
Ia tak sengaja bertemu dengan Hiro di mini market tempat Hiro bekerja, alhasil Astra pun menungguinya sampai selesai.
"Lo nggak mau nanya, penyebab Gue kayak gini?" tanya Astra.
Hiro terdiam, lalu sedetik kemudian menggeleng sambil berkata "Aku pikir itu akan membuat Kau tidak nyaman," Sambil menggaruk tengkuknya ia kembali berujar " Aku bukan tipe orang yang akan langsung bertanya dan malah berakhir dalam ke canggungan. Itu sangat mengganggu."
Astra terkekeh, ia sedikit meringis kala luka di ujung bibirnya terasa perih.
"Terus, Lo tipe orang yang seperti apa?"
"Entahlah. Sebagai manusia ada yang tidak nyaman jika di tanyai langsung tentang masalah mereka dan sebagian lagi malah ada yang sangat nyaman jika ditanyai langsung. Dengan sifatku yang seperti ini aku akan memilih opsi yang pertama, menunggu sampai mereka nyaman lalu menceritakan dengan sendiri masalah mereka padaku. Aku tidak mau mendesak dengan ribuan pertanyaan yang malah membuat mereka enggan bercerita dan berujung semakin tertekan. Karena Aku tau itu sungguh tidak nyaman." jelas Hiro.
Astra kembali di buat tertawa untuk kedua kalinya oleh Hiro, sambil meninju pelan lengan Hiro ia berkata "Manusia es macam lo bisa peka juga yah? tapi ada benarnya juga. Terkadang orang-orang cuman ingin tau tanpa mau memberi dukungan atau dorongan. Mereka hanya tertarik pada cerita kita dan mungkin itu juga salah satu penyebab orang memilih untuk diam ketimbang menceritakan masalahnya,"
Hiro mengangguk setuju.
"Tidak semua manusia yang mau menolong orang yang sedang kesusahan. Bisa jadi mereka hanya mendekat untuk sekedar mendengar keluh kesah kita, setelah selesai mereka langsung pergi begitu saja. Mereka menutup mata seakan tak peduli dengan apa yang orang-orang perbuat dengan kita. Walaupun tidak semua orang, Aku tetap yakin masih banyak manusia baik diluar sana." tambah Astra.
Hiro tertegun mendengar penuturan dari Astra, ia tidak tau tentang masalah yang dihadapi oleh Astra akan tetapi satu hal yang ia sadari hatinya sangat terluka sekarang, terlihat dari sorot matanya. Bahagia yang di paksakan itu sangat susah, ia sendiri mengakui akan itu.
"Gue nginep di rumah lo ya!" kata Astra, seraya memasukkan jarinya pada saku celana. Cuaca sekarang sangat dingin. Mungkin sebentar lagi akan terjadi badai, terlihat dari angin kencang yang bertiup sedari tadi, begitu juga dengan kilat yang sesekali muncul.
"Tidak boleh. Kau punya rumah, kenapa harus menginap di rumahku?" ujar Hiro, ia punya prinsip lebih baik menolak duluan dari pada merasakan penyesalan di akhir.
"Gue cuman nginap semalam aja, nggak bakalan ngerepotin lo kok. Tidur di mana aja boleh asalkan jangan di toilet aja."
"Tidak bisa. Aku tidak bisa menerima siapa pun yang datang kerumahku!" kata Hiro lalu berjalan meninggalan Astra.
Melihat Hiro yang pergi, Astra pun menyusul dari belakang sambil berlari kecil agar dapat menyamai langkah mereka.
"Ayolah. Gue nggak bakalan ngerepotin Lo kok, Gue janji cuman nginap semalam aja setelah itu pergi." mohon Astra sambil mengulurkan jari kelingkingnya pada Hiro.
KAMU SEDANG MEMBACA
Euphoria
Teen FictionHiro, begitulah orang-orang memanggilnya. Seorang penyendiri yang pernah kehilangan hebat di masa lalu hingga merenggut terang kehidupannya. Ia harus merasakan sendiri pahit dan kelamnya kehidupan. Membuat ia harus mengambil jalan yang salah, dan be...