Happy reading readers!!
Jan lupa vote dan ramaikan komentar yak!
Kalau ada yang typo, tandai yaak!***
Tamara berusaha mengatur nafasnya yang memburu, badannya bergetar hebat. Perasaan takut, khawatir, cemas, sedih bercampur menjadi satu. Air matanya meluruh membasahi pipinya.
Tangannya yang lemas dan gemetar berusaha mencari nomor seseorang. Ketika ketemu, ia segera menelepon orang itu.
"Halo"
"H-halo hiks."
"Eh lo kenapa?".
"Tolong."
"Mong, lo kenapa?".
"Ga-gaga tolong, hiks."
"Mong, lo kenapa? Lo dimana, gue kesana sekarang."
"Taman biasa, hiks."
Panggilan itu terputus, air mata Tamara tambah deras. Jantungnya berdetak lebih kencang, kepalanya pusing, nafasnya mulai terputus putus.
Terlihat suara motor terhenti dibelakangnya, dia Galang. Galang turun dari motor dengan terburu-buru dan segera lagi kearah Tamara.
"Ra."
Galang sudah ada dihadapannya, nafas cowo itu tidak beraturan, ekspresi panik dan cemas mendominasi wajah tampan pria itu.
Tamara yang posisinya duduk dan Galang yang berdiri dihadapannya, membuat Tamara memeluk pinggang lelaki itu menyembunyikan wajahnya diperut Galang.
"Gaga." Lirih Tamara.
"Gue disini, mong." Galang mengusap usap punggung Tamara sesekali mengelus rambut Tamara.
"Tenang, ok?."
Bukannya tenang Tamara malah tambah nangis, Galang merubah posisinya menjadi duduk disamping Tamara, menyandarkan kepala Tamara pada dadanya. Mengusap usap punggung serta menepuk-nepuk pelan bahunya.
"It's oke, it's oke. Nangis aja dulu, nanti kalau udah tenang baru cerita." Ujar Galang menenangkan Tamara.
Puas menumpahkan kesedihannya, Tamara mendongak posisinya tetap sama, masih memeluk lelaki itu. Galang menunduk menatap mata teduh yang basah itu, dikecupnya kening Tamara sayang.
Tamara memejamkan matanya menikmati bibir Galang yang menempel keningnya. Setelahnya Tamara kembali membenamkan wajahnya di dada sang sahabat.
"Ga."
"Hm?."
"Maaf ya gue ngerepotin lo."
Galang mendecak ia mengeratkan pelukannya dan meletakkan dagunya di kepala Tamara.
"Nggak usah ngomong kalau cuma ngomong kaya gitu, nggak guna."
"Tapi gue ngerasa gue ngerepotin lo, sorry bakal gue usahain biar nggak ngerepotin lo lagi."
Tamara rasa ia sudah banyak merepotkan Galang, jadi sebisa mungkin ia tidak akan merepotkan Galang lagi.
"Diem." Ujar Galang datar dengan mata terpejam.
"Maaf-."
"Diem atau gue pergi?".
Tamara bungkam, lama mereka saling diam Galang sedikit melonggarkan pelukannya. Membingkai wajah ayu Tamara, menelisik setiap lekukan yang begitu sempurna dimatanya.
"Lo sama sekali nggak pernah nyusahin gue, gue ngebantu lo karena gue rasa gue perlu ngebantu lo, gue lindungi lo karena gue rasa gue harus lindungi lo. Mong, jangan pernah ngangep diri lo nyusahin gue, udah berapa kali gue bilang tentang hal ini. Gue temen lo, pergunakan gue sesuai dengan guna gue sebagai temen, lo paham kan maksud gue?".
Ucapan Galang membuat senyum terbit di bibir gadis itu, membuat Galang mengusap pipi chubby Tamara.
"Udah bisa cerita?".
Tamara mengambil nafas sejenak, belum Tamara berbicara Galang sudah menyela.
"Kalau belum siap, gapapa. Nanti aja kalau lo udah siap."
Tamara melepas pelukannya, "Ceritanya gini, sekarang lo tahu tanggal berapa?".
"Emm 5 September?".
"Iya, 5 September ulang tahun mama."
"Dan lu buat kue untuk dia lagi?". Tanya Galang diangguki oleh Tamara.
"Dan kuenya nggak dimakan lagi?". Lagi-lagi Tamara mengangguk.
"Usaha lo nggak dihargai lagi?". Kembali Tamara mengangguk.
Galang mendecak, sejak dua tahun silam, selalu seperti ini. Tidak banyak pada tanggal 5 September saja melainkan pada tanggal 15 Oktober pun pasti seperti ini.
"Lo tahu gimana akhirnya kenapa lo kekeuh ngelakuinnya?".
"Gue pikir mereka berubah, mereka mau makan kue buatan gue. Setidaknya nyoba dengan satu jari pun gapapa gue mah, nyolek cream nya pun gue gapapa. Setidaknya mereka nyobain kue buatan gue".
"Berubah? Gue rasa mereka nggak bakal bisa berubah sebelum penyesalan datang."
Tamara tertunduk memilin ujung bajunya. Galang yang melihat itu pun meraih dagu Tamara dengan satu jari.
"Mo, mau sampe kapan lo siksa diri lo sendiri?".
"Gue ikut sakit ngeliat lo kaya gini."
"Dan tadi lo kenapa?". Tanya Galang yang melihat nafas Tamara memburu.
"Kambuh lagi."
Kan, benar dugaan Galang. Panic attack Tamara kambuh lagi, itu yang Galang takuti. Ia takut ketika panic attack Tamara kambuh, bagaimana kalau dirinya sedang tidak ada disamping gadis itu, kepada siapa Tamara akan menenangkan dirinya.
"Mong, liat gue." Ucap Galang tegas.
Tamara mendongak, " Janji sama gue, kalau kambuh lo langsung hubungi gue. Berusaha untuk telepon gue, usahain gue mohon. Karena gue nggak mau ketika lo kambuh lo sendirian, mau malem, siang, sore, ataupun subuh pun tetep hubungi gue, ok?."
Tamara hanya menanggapi dengan senyuman, "Makasih ya, Gaga."
"Cini peyuk agii." Seru Galang sambil merentangkan kedua tangannya.
Tamara terkekeh, "Nggak deh,"
Galang cemberut kesal, "Mau cimol?". Tawarnya.
Tamara mengangguk antusias, bukannya memeluk Galang, ia malah naik keatas motor Galang dan menepuk jok depan nya.
"Kuy, beli cimol."
Galang terkekeh melihatnya.
***
"Gaga."
"Hm".
"mati."
***
Hi guys met menikmati!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tamara
Teen Fiction[DIHARAPKAN UNTUK MEMFOLLOW AUTHOR NYA DULU SEBELUM MEMBACA CERITA INI, KARENA BILA TAK KENAL MAKA TAK SAYANG SKSK] Memiliki sahabat yang berbeda gender merupakan suatu hal yang sulit dijalankan, tapi itu sangat menyenangkan. Letak tidak menyenangka...