Hari ini, kantor penerbitan.
"Tuan? Tuan Kang?"
"Uh, em.. ya? Maaf aku tidak mendengarmu.."
"Apa anda baik-baik saja? Perlu saya belikan obat pereda demam?"
"Aku tidak sakit, terimakasih. Hanya saja banyak sekali bahasan mengganggu kepalaku."
"Baiklah, aku simpan salinan laporannya di meja."
"Terimakasih."
Yeosang meminum kopinya yang tinggal sedikit lagi, asbak yang di penuhi puntung rokok yang ia hisap sejak pagi tadi masih saja belum cukup. Ia berdiri di depan jendela sekarang, pantulan wajahnya sendiri ia pandangi dengan tatapan menyedihkan. Pantas saja semua orang percetakan bahkan satpam menanyakan keadaannya, liat wajah ini seperti pengungsi korban bencana alam.
"Akan aku bunuh kau langsung saat aku melihatmu, aku keluarkan organmu dan memotong delapan bagian tubuhmu, bajingan." Umpatnya dengan raut datar nan tenang. Asal tahu saja aura membunuh Yeosang terasa sampai keluar ruangan kerjanya.
Bercanda.
Ini sudah ke tiga hari Jongho tidak pulang, kabur, hilang, atau entahlah apa itu namanya. Pergi kemana dia, dan apakah harus Yeosang kategorikan kejadian pagi itu sebagai sebuah pemerkosaan? Pemerkosaan yang di lakukan orang mabuk. Sial, si berengsek itu bahkan meninggalkan beberapa bekas pada punggung dan pundak miliknya. "Aku tidak bisa melaporkannya karena aku juga tidak berontak." Gumamnya menggigit jari kehabisan rokok.
Seseorang masuk dengan dua ketukan pintu. "Tidak pergi ke lapangan? Ini seperti bukan dirimu saja. Biasanya kau selalu sibuk di lapangan."
Yeosang berbalik ke arah berdirinya orang yang baru saja datang. "Memangnya ada apa lagi dengan kota ini? Sehari tidak bisakah tenang dan tidak membuat masalah."
"Ohoo.. kenapa malah kesal padaku, dan kau.. bolos kerja dua hari kemarin. Terjadi sesuatu? Kemana si gila kerja pergi? Atau yang ini bukanlah jiwa yang sebenarnya?"
"Tutup mulutmu." Yeosang merebut kertas laporan lain yang di pegang rekan kerjanya itu lalu membaca halaman pertama, "Apa boleh kita membuat berita macam ini? Kau tahu, beberapa perusahaan berita bahkan tidak berani meliput bahan ini." Yeosang mencermati setiap isi yang tertulis, "Hha! apa-apaan.."
"Entahlah, lagipula yang paling berani dari semua orang adalah dirimu. Bukan begitu?"
"Tidak juga. Kenapa orang-orang takut hilang padahal mereka melakukan hal yang benar. Akan aku usahakan. Pergi sana, aku ingin lanjut melamun sebentar lagi."
Bulan lalu salah satu stasiun radio kebakaran sehari setelah menyiarkan berita kerusuhan pertama yang di lakukan beberapa mahasiswa waktu itu, banyak yang bilang dengan membuat berbagai konspirasi mereka masing-masing jika kebakaran itu adalah sebuah kesengajaan pihak A yang tidak suka salah satu hal terkait di siarkan di radio. Tentu saja, itu merugikan stasiun radio, semuanya tinggal tanah dan abu sekarang. Ha, apalagi radio yang di bakar adalah pusatnya, di mana semua hal utama di siarkan di situ lebih dulu.
"Ini sih.. aku juga gak akan mau, pantas saja mereka meminta aku yang ambil berita ini.. tsk, kalau saja gajiku di naikan, aku akan lebih semangat bekerja." Yeosang mengunyah bulat-bulat satu kue kacang kedalam mulutnya, "Argh.. dan hal sialan itu kenapa terus menganggu kepalaku.." Yeosang menarik kuat rambutnya, kejadian pagi-pagi buta yang di lakukan Jongho waktu itu membuatnya susah lupa. Rasanya seperti masih terasa sampai sekarang di bibir.
Yeosang keluar, membawa kertas-kertas itu kedalam tasnya lalu pergi menuju wilayah yang akan di lakukan penggusuran, bahan berita ini seharusnya selesai tiga hari lalu. "Waw, mereka benar-benar menggusur.." kata Yeosang saat sampai, tidak butuh waktu lama untuk pergi ke sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
my yeosang; Jongsang
Fanfiction[REVISI] Kang Yeosang yang logis dan Choi Jongho yang optimis. "Aku kesal karena tidak bisa marah pada takdir." "Kalau begitu marah saja padaku." "Kenapa harus?" "Karena aku takdirmu." ••• Saat Fajar. ©Iceteez On going