26. kopi cadangan

461 46 22
                                    

Hal yang membuat para pejuang tinta perkara bergetar tangannya adalah bertemu 'tersangka' secara langsung. Tapi yang kali ini terjadi agak lain.

Kang Yeosang terduduk berseberangan dengan Gubernur Lee, sedangkan Sangyeon berdiri beberapa jarak dari kursi Yeosang.

"Saya minta maaf sebelumnya, tapi apakah ada alasan khusus yang membuat saya ada di sini sekarang?" Tanya Yeosang.

Dia tersenyum dengan senyumannya yang khas, pria yang sekarang sudah mau enam puluh tahun itu terlihat masih tegap dengan rambut yang mulai agak memutih pada bagian belakangnya.

Gubernur Lee adalah orang yang bisa di bilang bersih, dia cenderung selalu berada pada zona amannya sendiri tanpa mencampuri tangan dengan tanah liat politik yang ada di sekitarnya.

Yeosang sedikit bingung di bawa ke sini karena meskipun Yeosang dan Sangyeon berteman lama tapi ini adalah pertemuan yang pertama kalinya secara langsung.

"Saya dengar kamu adalah satu-satunya orang yang akan berkoar tentang permasalahan yang baru-baru ini muncul.. tapi kenapa? Alasan yang membuat kamu menjadi satu-satunya orang itu untuk melakukan ini, Kang Yeosang." Ujar ramahnya dengan suara halus yang berat, tatapannya yang serius dan juga intonasi yang seakan mengintimidasi itu membuat Yeosang sedikit gugup.

Yeosang sedikit tersenyum, berusaha kuat mengontrol dirinya sendiri, "Sepertinya hal ini sudah sampai ketelinga anda, Gubernur Lee."

Seorang pengurus rumah mendekat dengan dua cangkir suguhan kopi. "Silahkan diminum." Katanya sembari menyeruput kopi duluan.

"Ah.. ya.." Yeosang meraih tasnya yang selalu ia bawa-bawa itu, mengeluarkan sebuah botol termos kecil dan menunjukannya. "Terima kasih banyak tapi, saya selalu membawa kopi cadangan sendiri. Haha.. semua orang paham kalau saya adalah jenis yang terancam punah jadi saya tidak meminum atau makan hal yang baru saya temui, maafkan saya atas ketidaksopanan ini."

Yeosang melirik Sangyeon, dia hanya diam saja tanpa ada tanda-tanda akan membantunya sama sekali.

"Baiklah, itu juga hakmu mau membawa bekal air atau tidak." Ucap Gubernur Lee lalu memberi Yeosang beberapa lembaran kertas.

Yeosang menerima dan melihatnya dengan teliti, "Gubernur Lee.. anda benar tentang hanya saya saja yang berkoar soal permasahalan yang datang kali ini, kenapa? Karena tidak semua orang ingin memalukannya. Begini saja, pekerjaan saya adalah memberikan informasi yang sebenar-benarnya pada semua orang, menyuarakan yang tidak ingin bersuara. Anda mengundang saya datang untuk membuat saya diam saja? Atau anda juga sebelumnya sudah membuat semua orang bungkam!?"

"YEOSANG!" Sangyeon menyela dan memberi kode untuk Yeosang agar tidak melanjutkan ucapannya.

Yeosang mengabaikannya, "Apa anda tahu apa yang paling sulit dilakukan di negeri kita ini? Keadilan."

Gubernur Lee hanya diam dengan raut wajah yang sulit Yeosang mengerti. Yeosang mengeratkan kedua kepalan tangannya. "Lebih dari dua puluh satu korban dilecehkan dan hanya karena pelaku memiliki pangkat dan uang semuanya selesai? Benar, lakukan saja apa yang anda atau kalian ingin lakukan. Seluruh tubuh saya selalu gatal karena debu-debu yang mengkotori tanah lahir saya sendiri." Lanjut Yeosang dengan napas yang terburu-buru.

Kemudian,
dua jam setelahnya Yeosang berpamitan melangkah keluar dengan diikuti oleh Sangyeon dari belakang. "Ijinkan aku mengantarmu pulang." Katanya.

Yeosang berbalik, menamparnya lumayan keras dan itu terasa sangat perih di pipi Sangyeon. "Bangsat jenis apa kau ini!! Membawaku sekarat ke ruang asap beracun dan melihatku dengan terbelah menjadi delapan!? KATAKAN BANGSAT!!!!"

"Aku ketahuan! Aku- tidak bermaksud membawamu sengaja ke sini Yeosang, aku mencoba masuk ke ruangannya karena orang yang menjadi terduga tersangka bertemu dengan ayahku sehari sebelumnya. Dan aku tertangkap, dia memintaku untuk membawamu kesini."

"Sial."

"Yeosang! Yeosang tunggu sebentar!"

Yeosang berjalan pergi menjauh tapi Sangyeon tetap mengejarnya lalu menarik tangannya, "Aku antar kau pulang!"

"ARGGGHHHH.. BAJINGAN...!!!"

"Yeosang..."

"Baik, baiklah! ayo pergi."

Perjalanan pulang dalam mobil yang Sangyeon kendarai, Yeosang menundukan kepala dengan kedua lengannya menutupi wajah. "Si anjing cabul itu.. kenapa dia meminta bantuan ayahmu."

"Dia dekat dengan beberapa pejabat, jadi mudah juga untuknya mendapatkan perlindungan. Walaupun sidang dilakukan memungkinan hukuman penjara yang dia terima hanya lima tahun."

"Dari mana kau tahu."

"Aku bertanya, dan korban juga tidak semua ingin bersaksi."

Yeosang memukul kakinya sendiri, "Lima tahun, tai mana yang harus dikurung hanya dengan waktu yang sebentar itu, padahal dia sudah mengotori tainya sendiri pada para perempuan yang tidak bersalah."

"Yeosang, tenanglah..."

"Mana bisa aku tenang Sangyeon!! Korban mana yang ingin bersaksi!? Mereka tentu saja takut dan trauma." Yeosang meminum habis air dari termos yang ia bawa tadi.

"Kopi cadangan apanya, itu hanya teh."

"Seseorang menyita semua kopiku dan dia menyuruhku untuk tidak minum kopi. Sial.. kopi cadangan apanya. Tenggorokanku sudah tergorok sejak tadi karena ayahmu."

"Maaf, dia bukan orang yang seperti itu. Dia hanya mencoba untuk mencegahmu saja, aku akan mencoba bicara dengannya nanti."

Yeosang keluar dari mobil, dan mendapati Jongho berdiri di teras rumah. "Terimakasih tumpangannya." Ucapnya pada Sangyeon.

"Maaf untuk hari ini." Kata Sangyeon kemudian pergi.

"Bukankah seharusnya kau pulang besok?" Tanya Yeosang saat setelah sampai di teras, kemudian ia dan Jongho masuk ke dalam rumah.

Jongho berjalan menuju dapur, "Aku hanya kembali untuk membawa beberapa perlengkapan lain dan persediaan makanan tambahan untuk di sana nanti."

"Kau akan pergi lagi?"

"Ya."

Yeosang melihat Jongho yang sibuk dengan apa yang ia lakukan tanpa ada obrolan lainnya lagi. "Jongho, bisakah-"

Jongho menoleh, wajahnya yang jelas sekarang terlihat kelelahan. "Iya?" Tanyanya karena Yeosang tidak melanjutkan kalimatnya.

"Em.. tidak, bukan apa-apa."

Jongho mendekatinya, merentangkan kedua tangan dan memeluk Yeosang. "Aku merindukanmu." pelukan dilepas, Jongho mencium keningnya dan bertatapan untuk beberapa saat, kemudian ia membawa barang yang selesai ia kemas ke pintu. "Aku minta maaf karena tidak bisa lama-lama, aku tidak punya waktu.."

Adakah cara agar Jongho tidak pergi dan tetap di sini?
Apakah nanti akan terjadi sesuatu yang membuatnya tidak bisa merasakan pelukan Jongho lagi seperti barusan? Haruskah Yeosang tidak melakukannya dan menarik Jongho agar tidak turun ke jalan?

Apakah...

"Apa kita akan baik-baik saja.." gumam Yeosang namun masih bisa terdengar oleh Jongho.

Jongho mengusap wajah Yeosang, "Tentu. Ayo kita bertemu lagi di rumah dan pergi melihat danau.."

"...."





















Tentu,
Tentu saja... Ayo kita pergi bersama.


















••

To be
Continue.

To beContinue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 28, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

my yeosang; JongsangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang