Empat hari lalu.
Jongho bangun dan mendapati Yeosang ada di sebelahnya. Astaga.. pagi tadi itu, serius terjadi? Jongho mengusap kepala dan wajahnya sendiri sambil tersenyum. Luar biasa.
"Bahkan kau cantik saat tertidur.." dan ini pertama kalinya ia melihat bagaimana Yeosang tidur. Jongho tidak melakukan banyak hal padanya tapi bekas yang ia buat ternyata cukup banyak. "Aku.. minta maaf tapi aku tidak menyesalinya juga, aku bersyukur serius, ah.. aku harus siap di pukul saat kau bangun." katanya lagi sambil cekikikan, saking senangnya dan tidak percaya bahwa ia melakukan hal itu pada Yeosang. Hebat.
Jongho memakaikan kembali apa yang dia pakai, lalu membawanya pelan menuju kamarnya. Dan sekarang Jongho pergi mandi. Siang ini tidak terlalu panas dan mungkin saja akan hujan.
"Tunggu sebentar!" Pintu rumah di ketuk lumayan rusuh, Jongho segera keluar dari kamar mandi dan perpakaian. Melihat sebentar Yeosang yang masih menutup matanya, baguslah tidurnya tidak terganggu.
"KENAPA LAMA SEKALI KAU!? SIAL AYO PERGI SEKARANG!!"
"Ssttt.. seseorang sedang tidur.. ada apa?"
"Semuanya terluka, dan beberapa masuk rumah sakit. Kampus di kosongkan untuk persiapan demo. Tapi sepertinya ada kebocoran info, mereka mengacaukan semuanya."
"Ah.. tapi-"
"Kenapa? Apa kau tega melihat teman-temanmu terluka!!?"
Jongho menengok ke arah dalam lumayan lama, "Baiklah, ayo pergi."
Kembali ke hari ini.
Sekarang sembilan malam, Jongho duduk dengan rambut basahnya. Memperhatikan Yeosang sedari tadi yang ada tak jauh darinya. Ia menatap jendela dan lingkungan luar yang lembab. "Bagitulah, aku tidur di gedung kampus bersama dengan mahasiswa lainnya lalu di hari selanjutnya saat semuanya melarikan diri masing-masing, tidak sengaja aku melihatmu di tengah-tengah asap. Aku langsung mencoba mengejarmu sebisaku. Ternyata larimu cepat juga ya..." Kata Jongho."Itu karena aku panik."
"Aku minta maaf, aku rasa aku terlalu keras menarikmu saat itu. Apa masih sakit?"
"Tidak apa-apa."
"Aku senang kau mengenaliku walaupun aku menutup wajahku.."
"Apa-apaan.."
"Kenapa kau ada di sana?"
"Aku kebetulan salah jalan lalu tersesat, dan aku lupa kalau kemarin harinya demo di lakukan."
Jongho menunduk, saat itu ia sangat khawatir Yeosang akan terluka, "Lain kali jangan pergi sendirian.."
"Aku bukan anak kecil."
"Kau makan semua ini?" Tanya Jongho karena empat kotak kue kacang telah habis, dan sekarang kotak kelima sedang Yeosang makan.
Yeosang menatap Jongho dengan tatapan malas, "Ya, kenapa? Kau mau?"
Jongho menggeleng, ekspresinya seakan menawari namun tidak akan cukup sudi membagi. "Tidak, hanya saja.."
"Apa?"
Jongho tersenyum manis, "Menggemaskan, ah ya.. bukankah kau akan memukulku setelah lukaku sembuh?"
"Aaaaa... Kau benar! Aku lupa, terimakasih sudah di ingatkan."
"Jadi?"
"Jadi apa?"
Jongho mendekati kepalanya ke hadapan Yeosang, "Pukulah."
Plak..
Telapak tangan Yeosang hanya menyentuh wajahnya saja. "Ah? Pukulan apa ini?"
"Wajahmu sudah cukup mendapatkan lebam, aku tidak serius akan memukulmu, aku hanya membual kemarin. Aku harap kau lebih berhati-hati lagi jika pergi berdemo." Yeosang bicara tidak sambil menatapnya, suaranya yang rendah membuat Jongho tersenyum diam, "Apa kau mengerti? Dan berhentilah tersenyum, rahangmu tidak sakit?"
"Aku mengerti, tidak sakit sama sekali."
Yeosang menarik tangannya kembali dari pipi Jongho, dan Jongho kini duduk di sebelahnya. "Apa yang kau liat?" Tanya Jongho.
"Air."
"Kau suka hujan?"
"Tidak, hujan hanya membuat suasana jadi tidak enak. Apa lagi di malam hari seperti ini."
"Begitukah.."
Lalu hujan kembali turun dan mengeluarkan suara berisik. "Apa yang membuatmu menangis lagi? Apa kau lelah melihat semua keadaan ini?" Yeosang berbicara sendiri sambil menanggah. Ia kini berdiri di halaman luar.
"Masuklah, hujan akan membesar." Jongho menunggunya di pintu.
"Pergilah tidur, aku akan di sini lebih lama."
"Kau bisa sakit."
Yeosang berbalik, tubuhnya yang mulai menggigil dan kakinya yang terkena air hujan melangkah masuk. "Mau ku peluk?" Tanya Jongho, keduanya masuk dan Yeosang menutup pintu.
"Aku bau hujan dan basah."
"Aku tidak masalah." Jongho menarik lembut tubuh dingin Yeosang dan memeluknya perlahan. "Kau bilang tidak suka hujan tapi kenapa pergi keluar?"
Wajahnya yang tenggelam dalam pelukan kini menatap Jongho sambil tersenyum tipis "Karena aku merasa kasihan padanya."
Jongho mendekatkan keningnya dengan kening Yeosang, "Aku orang yang akan paling sedih jika kau sakit."
"Boleh sekali lagi kau memelukku.. rasanya hangat." Pinta Yeosang dan langsung Jongho lakukan.
Jongho menggendong tubuh Yeosang ke dalam menuju kamar miliknya. "Kang Yeosang."
"Ya?"
Yeosang sekarang duduk di atas kasur dan Jongho berjongkok di depannya. "Ceritakanlah tentang dirimu lebih banyak lagi padaku.. aku ingin mengerti lebih jauh, apa yang kau suka dan tidak suka. Kadang aku bingung.. karena kau orang yang sulit di mengerti."
"Kau sudah tahu, aku suka kue kacang dan yang barusan kau lihat, aku tidak suka hujan."
"Maksudku aku ingin tahu lebih hal lain.."
Yeosang menakup wajah Jongho sekarang, "Kau imut."
Jongho berdiri, membaringkan tubuh Yeosang dan kini menindihnya. "Aku ingin menciummu sekarang.."
"Aku izinkan."
Bibirnya dan bibir Yeosang saling menentuh, tidak dengan lumatan. Ini hanya sekedar kecupan yang lama. "Ada apa?" Tanyanya.
Jongho menyingkir dari atas Yeosang cepat, duduk dengan menutup wajah. "Maaf.. sebaiknya aku berhenti, aku takut aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri dan malah menyakitimu lagi."
Perasaan kosong ini ternyata bisa berakhir, keberadaan Jongho dan rasa hangat yang Jongho berikan berhasil membuatnya merasa ketergantungan.
Yeosang bergerak bangun lalu duduk di atas pangkuannya, kedua tangannya ia lingkarkan pada leher Jongho kemudian memeluknya sebentar lalu bicara dengan suara pelan, "Apa kau tahu kalimat terakhir yang ada pada buku kemanusiaan jilid 62? Di sana tertulis, Tuntaskan apa yang kau lakukan, Selesaikan apa yang kau mulai."
Jongho dan Yeosang saling menatap untuk waktu yang lumayan lama dengan posisi keduanya yang belum berubah. "Apa kau menyukaiku sekarang?"
"Belum."
"Aku akan lebih berusaha menemukan kuncinya."
"Kunci apa?"
"Kunci pintu hatimu, sangat sulit tapi aku tidak akan menyerah."
Yeosang mengecup pelipis Jongho sekilas, meraba belakang leher dan tengkuk wajah itu lalu mencium bibirnya. "Cium aku balik."
"Baiklah.."
•••
To be
Continue.
KAMU SEDANG MEMBACA
my yeosang; Jongsang
Fanfiction[REVISI] Kang Yeosang yang logis dan Choi Jongho yang optimis. "Aku kesal karena tidak bisa marah pada takdir." "Kalau begitu marah saja padaku." "Kenapa harus?" "Karena aku takdirmu." ••• Saat Fajar. ©Iceteez On going