Tidak ada yang terjadi setelah perdebatan malam itu, sekarang Yeosang dan Jongho kembali ke Kiaran dengan sikap saling diam satu sama lain. Duduk berhadapan sampai kemudian kereta mulai bergerak.
Yeosang membiarkan kepalanya menyender pada kaca jendela, melihat semua hal di luar bergerak terlewat dengan cepat. Seperti kehidupannya.
Di depannya duduk anak muda dua puluh tahunan yang mengaku jika dia mencintai Yeosang secara romantis.
Ini benar-benar masih membingungkan. Apa karena perhatian yang dia beri terlalu berlebihan? Atau Yeosang belum terbiasa oleh rasa sayang melimpah yang Jongho beri? Ini bahkan sudah lewat empat atau lima bulan? Atau mungkin sudah lebih?"Jongho." Panggil Yeosang tidak bergerak sama sekali dari posisi duduk bersendernya. "Aku haus." Tatapannya masih ke arah luar jendela.
"Minumlah." Jongho memberinya air, berharap sikap saling diam ini berakhir. "Aku minta maaf soal kemarin malam."
"Lagi-lagi kau yang minta maaf, padahal aku yang salah." Timpa Yeosang cepat.
"Tidak, karena aku bertingkah berlebihan, dalam kejelasan dan sadar diri aku bukanlah hal yang pantas untuk berlaku seperti itu padamu."
"Ngomong apa sih kau ini.. hentikan sikap rendah dirimu itu. Kau membuatku terus menerus merasa seperti orang jahat."
"Apa aku belum juga layak untukmu?"
Yeosang menjauhkan kepalanya dari jendela melihat Jongho sekarang dengan mata yang menghakimi, mereka bertatapan dalam diam untuk beberapa menit lalu Yeosang kembali melihat ke luar, "Kau tanya kenapa aku sangat menyukai danau bukan?"
"Iya."
"Aku bukan menyukainya, aku hanya berniat mengakhiri semua, segala hal, membuang sesuatu yang membuatku mati rasa dalam keadaan rasa bersalah yang terasa seperti aku dikuliti secara perlahan."
"...?"
Yeosang meminum habis air dalam botol dan mengusap sisi wajahnya yang mulai lelah. "Berakhir dengan tenggelam, di beberapa kesempatan aku berpikir seberapa dalam air danau buatan yang ada di taman pusat atau danau sungguhan pertigaan jalan dekat kantor kejaksaan. Kiaran tidak punya laut, dan aku tidak mau jauh-jauh pergi ke laut hanya untuk bunuh diri."
Yeosang mulai menutup kedua matanya perlahan membiarkan tubuhnya nyaman di kursi yang ia duduki, "Yah seperti itulah, jadi aku memilih danau sebagai alternatif tempat yang paling bisa aku jangkau."
"Kenapa kau ingin melakukan hal bodoh seperti itu."
Dengan kelopak matanya yang sudah tertutup sempurna Yeosang tersenyum tipis, "Uh.. ya, karena itu hal bodoh maka aku belum melakukannya sampai sekarang. Lagian juga aku tidak yakin apa mati dengan bunuh diri dapat bertemu dengan ayahku nanti."
"Jadi kau masih akan melakukannya?"
"Apa?"
"Bunuh diri."
"Hhm.. entahlah. Aahya, kau bilang akan membuatkan aku danau di belakang rumah bukan? Jadi?"
"Aku menarik kata-kataku, apanya yang jadi? Tentu saja tidak jika niatmu pada danau seperti itu. Kau pikir aku gila mau memberi fasilitas orang untuk bunuh diri?"
"Hhahahahaaa!" Yeosang tertawa sejadi-jadinya. Sedangkan Jongho menyirit alis, bagaimana itu bisa jadi lucu untuknya? Tapi ini juga pertama kalinya Jongho melihat Yeosang tertawa begitu lepas.
"Karena aku punya banyak pemikiran mungkin dengan tenggelam aku bisa membuang semua beban tekanan yang aku rasakan atau menjadi tenang selamanya. Membiarkan semuanya hilang begitu saja aku pikir akan menjadi pilihan terbaik. Tapi nyatanya aku takut..." Lanjut Yeosang setelah puas tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
my yeosang; Jongsang
Fanfiction[REVISI] Kang Yeosang yang logis dan Choi Jongho yang optimis. "Aku kesal karena tidak bisa marah pada takdir." "Kalau begitu marah saja padaku." "Kenapa harus?" "Karena aku takdirmu." ••• Saat Fajar. ©Iceteez On going