Jantungnya berdetak begitu kencang, apa karena berpegangan tangan? Atau karena malam ini berdua saja di luar dalam keadaan hujan?
Jongho merasa semakin lebih egois, ia ingin menyentuh dan menggenggam kuat tangan Yeosang menjabatnya agar tidak pergi kemanapun. Memeluknya selama mungkin dan memandangi wajahnya dan mencium bibirnya.
Melindunginya, membuatnya tersenyum, dan membawa kebahagiaan yang banyak untuknya.
"Jongho."
Hujan mulai reda, namun tetesan air hujan gerimis masih mengalir di atap tempat keduanya berteduh dan jalanan yang basah tempat ini menjadi lebih hening dari sebelumnya. "Jam berapa sekarang." Katanya lagi.
"Sembilan malam." Jawab Jongho, "Apa kau merasa kedinginan? Ayo pulang."
Yeosang menatapnya dengan tatapan sejuk dengan sedikit pantulan cahaya lampu pada kedua matanya. Indah sekali. Jika saja boleh Jongho sangat mau melihat mata seperti lukisan ini lama-lama dengan senang hati.
"Ada apa?" Tanya Jongho karena Yeosang tak kunjung bicara.
"Sekarang aku menyukaimu dua puluh persen lebih banyak dari sebelumnya." Katanya, mengeratkan tautan jemarinya pada jemari Jongho.
"Terimakasih."
Yeosang mengalihkan tatapannya lurus ke depan lagi, "Oh.. apa kau dengar? Jantungku."
"Yaa.. aku mendengarnya, entah itu milikmu atau milikku."
"Ayo pulang.."
Jongho melepas pegangan tangannya dan berjongkok di depan sebagai isyarat menyuruhnya untuk naik, "Ayo."
Dalam keadaan sama-sama basah kuyup menggigil dan agak pusing, keduanya masuk belum sampai ke tengah rumah. Masih di dekat pintu Yeosang turun dari punggung Jongho, kemudian keduanya berpelukan dalam waktu yang lumayan lama.
"Aku suka hujan sekarang karena aku bersamamu." Kata Yeosang. Sementara Jongho membuka kedua sepatu miliknya dan juga milik Yeosang,
"Pekerjaanku adalah membuat koran dalam kejadian yang bermacam-macam, mendatangi mayat, memfoto korban bencana, bahkan sampai hal-hal yang percuma, aku sudah banyak menulis dan melihat banyak peristiwa, lalu aku melihat dan bertemu denganmu, itu adalah peristiwa terbaik dari hidupku."
Jongho menengadah melihat Yeosang yang menatapnya juga, lalu ia berdiri terdiam.
"Kepalanya yang hilang, tertabrak kereta api, tabrak lari, pencurian, dan lainnya.. karena hal yang bermacam-macam itu juga aku sering merasa resah tanpa alasan yang bagus."
Kini Yeosang duduk di sofa ruang tengah, Jongho memberinya segelas air hangat dan selimut untuk menutupi kedua kakinya. "Aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi." Kata Jongho.
"Jongho."
"Iya?"
"Aku takut aku menyakitimu."
Jongho melangkah kembali berdiri di depan Yeosang yang terduduk lalu mengusap kepalanya, "Aku akan baik-baik saja jika itu terjadi."
"Aku tidak mau mandi.." Yeosang pegang telapak tangan yang menyentuh kepalanya itu lalu menuntun Jongho untuk duduk di sampingnya. "Aku mau di peluk."
Jongho tersenyum halus, meraih tubuh Yeosang dalam pelukan yang begitu nyaman. Dalam hitungan detik kemudian setelah pelukan barusan, Yeosang naik ke pangkuan Jongho membiarkan kedua tangannya ada di pundaknya melingkar di lehernya, "Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Sebelum kau tinggal di sini.."
"Aku masih belum tahu, tapi aku ingat seseorang yang mirip denganmu."
Yeosang mengelus leher dan juga sebelah telinga Jongho, "Dalam mimpimu?"
"Bukan, di dunia nyata saat umurku sekitar sebelas tahun."
"Dimana rumahmu sebelumnya?"
"Panti asuhan."
"Ah.. apakah itu sebabnya kau bilang waktu di tangkap polisi kau tidak tahu siapa yang harus kau hubungi?"
"Benar."
"Kau orang yang luar biasa.." Yeosang mengusap kedua mata Jongho dengan kedua ibu jari miliknya, membuatnya untuk bertatapan. "Kau.."
"Boleh aku menciummu?"
"Ya.." Yeosang mendekatinya lebih erat, tubuhnya dan tubuh Jongho sama-sama terasa dingin karena masih bekas hujan dan belum berganti pakaian.
Saling menyentuh wajah satu sama lain saling menatap dengan perasaan yang begitu mendalam perlahan dan berciuman, yang terdengar sekarang adalah hanya sebuah percikan bibir dan tautan air liur dari kedua lidah milik mereka, hembusan nafas yang saling terburu-buru dan apa lagi sekarang? Jongho sangat ingin menyentuh tubuhnya, menelanjanginya dan-
Ciuman yang hebat terhentikan sebentar, menarik dan mengatur nafas mereka mesing-masing. Kemudian Jongho dengan hati-hati membuat badan Yeosang terbaring. "Kita berdua mungkin besok akan demam." Kata Yeosang di balas langsung anggukan oleh Jongho.
"Apa yang ingin kau lakukan sekarang?" Tanyanya, mengelus rambut Jongho yang diam di atas tubuhnya kali ini.
"Aku tidak tahu."
"Ayo cari tahu." Yeosang membalikan posisi, kini Jongho yang ada di bawah. "Kita tidak akan tahu jika diam saja..."
Yeosang membuatnya bangun dan duduk, kemudian dia berlutut di antara kedua pahanya. "Terakhir kali kau melakukan ini untukku. Giliranku sekarang." Katanya dengan pelan, walaupun sepenuhnya dia sendiri tidak begitu yakin.
"Kau tidak perlu melakukannya."
"Tapi aku mau." Katanya cepat, segera membuka celana yang di kenakan Jongho. "A- a.. apa yang kau makan?" Yeosang menengadah, dan Jongho tersenyum.
"Makanan penuh protein."
Yeosang menelan ludahnya sendiri, apa yang harus dia lakukan bahkan ini rasanya lebih besar dari miliknya sendiri. "Aku sudah bilang kau tidak harus m- akh.. t-tunggu- tunggu tunggu seben- aarrgh!" Jongho menjauhkan mulut Yeosang dari benda yang berusaha dia makan barusan.
Kedua mata Yeosang berair karena mulutnya penuh dan rahangnya terasa sakit hingga ketenggorokan untuk beberapa saat tadi. Ini sedikit memalukan.
Jongho juga kelihatan kesakitan sekali tadi. "Apa kau baik-baik saja Jongho?"
"Yah.. hhahah.. ya.. hentikan sampai di sini saja.." Jongho meraih pinggang Yeosang dan memeluknya lagi, "Apa mulutmu sakit?"
"Ya, sedikit, apa aku melakukannya dengan buruk tadi?"
"astaga.. apa yang harus aku lakukan... kau sangat menggemaskan.."
"Aku? Kenapa?"
"Hhah.. tidak.. tidak apa-apa.. sebaiknya kita ganti baju sekarang dan pergi tidur."
"Kenapa? Rasanya tidak enak?"
"Sudah hentikan.. aku mohon Mr. Kang.."
Jongho beranjak pergi menuju kamar mandi meninggalkan Yeosang yang terdudum di kursi, "Sakitkah..? Aku rasa aku tidak sengaja mengigit miliknya tadi.."
•••
To be
Continue.
KAMU SEDANG MEMBACA
my yeosang; Jongsang
Fanfiction[REVISI] Kang Yeosang yang logis dan Choi Jongho yang optimis. "Aku kesal karena tidak bisa marah pada takdir." "Kalau begitu marah saja padaku." "Kenapa harus?" "Karena aku takdirmu." ••• Saat Fajar. ©Iceteez On going