"Makan apaan hari ini?" pertanyaan Juni berhasil membuat langkah kaki kami terhenti serempak.
"Yang lebih penting siapa yang traktir hari ini sih" lanjut Juni.
"Si Bobby aja, mumpung dia mau ngasih PJ" usul Rafa.
"PJ? Lo baru jadian? Sama siapa?" tanya Adinda cepat.
"Gak usah panik ih! Kan yang gue maksud jadiannya itu bareng lo" goda Rafa yang berhasil mendapat sorakan cie dari kami semua.
"Apaan sih?" Adinda tampak malu.
"Cie panik!" dan tentu Bobby tidak melewatikan untuk menggoda Adinda.
"Najis!" balas Adinda sambil kembali melangkahkan kakinya. Kami setia mengikutinya memasuki area kantin, hingga kami mendapat tempat duduk untuk bisa digunakan.
"Najis, tapi tadi panik banget hah?" Bobby masih belum mau berhenti untuk menggoda.
"Gue gak panik, tapi gue hanya kepo" alibi Adinda.
"Udahlah. Gak usah bohongin perasaan lo sendiri. Gue tau kok kebenarannya" dan tentu Bobby semakin gencar untuk menggoda.
"Kebenaran dari sebelah mana? Sembarangan aja lo kalau ngomong!" balas Adinda sambil berusaha memukul Bobby, tapi Bobby menghindar dan alhasil membuat Adinda hanya bisa mendengus kesal.
"Apa? Kenapa kalian semua pada senyum-senyum kayak gitu?" tanya Adinda menyadari reaksi kami yang sedari tadi tersenyum penuh arti menyaksikan pertengkarannya dengan Bobby.
"Muka lo" jawabku.
"Muka gue? Muka gue kenapa?" tanya Adinda kebingungan. Tangannya bergerak menyentuh wajahnya sendiri.
"Muka lo merah banget. Lo malu hah?" godaku. Adinda terdiam dengan wajah yang semakin memerah.
"CIEEEEEEE!" tentu, aku, Rafa dan Juni segera memberikan teriakan godaan. Raka hanya bisa menggelengkan kepalanya memaklumi kami.
"Sts! Jangan bikin gue malu punya sahabat kalian!" lerai Bobby yang tentu mendapat sorakan hura dari kami. Dasar!
"Siapa yang traktir ini? Uang jajan gue lagi dipotong" tanya Juni lagi.
"Gue lagi menghemat" jawab Bobby.
"Apalagi gue" tambah Rafa.
"Gak ada sejarahnya cewek yang traktir cowok. Iyakan Jul?" sahut Adinda meminta persetujuanku.
"That's right!" dan tentu saja aku segera menyetujuinya.
Kini tatapan kami beralih pada Raka yang hanya terdiam menyimak percakapan kami. Tak lupa memberikan tatapan memelas kami.
"Apa?" tanya Raka menyadari tatapan memelas kami.
"Oke. Gue yang traktir" tanpa menunggu penjelasan arti tatapan memelas kami, Raka pun langsung mengerti dan segera mengiyakan akan mentraktir kami.
"Lo emang donatur terbaik!" puji Juni.
"Siapa dulu kembarannya? GUE!" sahut Rafa berbangga hati. Bahkan Rafa tidak bisa menahan diri untuk memeluk lengan Raka dengan manja.
"Mau lepas sendiri atau harus gue tampol?" tanya Raka. Rafa pun melepaskan pelukannya dengan cengiran lebar.
"Gue temenin lo pesan" Adinda menawarkan dirinya untuk membantu Raka dalam pemesanan makanan kami.
"Eh. Gak usah kemana-mana lo!" larang Bobby.
"Kenapa?" tanya Adinda kebingungan.
"Disini aja, temenin gue" jawaban Bobby berhasil kembali mendapat sorakan godaan dari kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior & Junior [END]
Teen Fiction"Entah dosa apa yang gue lakuin sampai dihari pertama masuk sekolah bisa membuat gue serasa di neraka. Senior songong itu terlihat sangat membenci gue, padahal gue sama sekali gak kenal sama dia. Fix! Masa SMA gue akan terasa seperti neraka" - Julie...