20. Terbiasa

4.9K 467 127
                                    

Jangan lupa vote dan komentarnya 💚

Biar aku makin semangat 💚

Tolong baca sampai akhir, ya 💚

Karena ada sedikit pengumuman ^^

Tara membuka matanya ketika merasakan sebuah elusan di dahinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tara membuka matanya ketika merasakan sebuah elusan di dahinya. Pandangannya kabur, tapi dia bisa mengenal sosok yang mengenakan pakaian berwarna peach dan surainya yang dikuncir. Enggan menunggu hingga pandangannya lebih jelas, Tara langsung bangkit dari posisinya, duduk tegak sembari memandang lurus ke arah wanita yang begitu ia rindukan. Begitu sang puan bisa dipandang lebih jelas, tengah tersenyum manis yang sudah lama tidak tampak, Tara menahan napasnya.

Tangan Tara terangkat ke arah pipi yang bersemu merah itu, mencoba meraih sosok yang begitu ia rindukan. Benar, sosok ini muncul di hadapannya. Sosok yang selalu Tara cari jejaknya di dunia nyata dan dunia mimpi. Kali ini Tuhan berbaik hati karena mempertemukan Tara dengannya, yang jejaknya kini hilang. Tak apa hanya di mimpi, yang penting dia bisa melihatnya sekali lagi.

Wanita itu, Liona, tersenyum melihat Tara yang menatapnya nanar. Senyum itu bertahan sangat lama, meski sorot matanya menunjukkan kesedihan mendalam kala tahu Tara sedang tidak sehat. Liona mengelus punggung tangan Tara yang berada di pipinya, seakan ingin meyakinkan Tara bahwa dia nyata adanya, meski seyakin apa pun, Tara tetap menyadari bahwa ini hanyalah dunia imajinatifnya. Oh, tidak apa-apa. Tara mensyukuri segala hal yang ada saat ini, termasuk kehadiran Liona yang hanya sesaat di dunia ini.

"Aku kangen kamu ...," lirih Tara dengan tangan yang terus mengelus pipi Liona, ingin mencari jejak kenyataan di sana, walau tak akan pernah menemukan karena dunia ini jauh dari kenyataan. "Aku sakit."

Liona tidak menjawab segala lirihan yang Tara layangkan padanya. Hanya tersenyum dengan wicara yang terkunci rapat. Tidak apa-apa, asalkan Tara bisa menyampaikan segala rasa yang bergejolak di dada tanpa celah. Selama Tara dibiarkan tidur lama sekali, maka dia sudah senang bisa berada di dunia imajinatif yang betah berlama-lama ia singgahi.

"Aku sakit karena kangen kamu ..., Liona."

Kalimat terakhir yang bisa Tara layangkan itu membuat senyum Liona meredup, begitu juga dengan cahaya yang menerangi mereka sepanjang mimpi, mengikuti suasana hati Liona yang kali ini tidak baik. Tara tidak menyadari perubahan itu, hanya fokus pada sosok yang rindukan tanpa ingin tahu segala perbedaan yang timbul. Liona menarik tangan Tara dari pipinya, lalu ia genggam tangan itu erat-erat.

"Tara," panggil Liona. Suaranya begitu halus, membangkitkan rindu Tara karena tak menemukan jalan pulang. "Tolong ikhlas," katanya lembut. "Aku nggak bisa sama kamu lagi."

"Tapi aku kangen kamu ...."

Liona mengangguk, paham apa yang Tara rasakan padanya. Pun senang karena rasa itu selalu bertahan untuknya. Namun, Liona menggeleng, menjadikannya pesan dari Tuhan melalui mimpi.

Cherish Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang