Bang Jamet

387 76 5
                                    

Fajri menyeka keringat di dahi menggunakan handuk kecil. Sore ini Fajri cukup puas meluapkan kekesalan sejak pagi dengan bermain basket.

"Capek juga," keluh pemuda bertubuh tinggi.

Pemuda itu memilih duduk di sebelah Fajri. Mengambil sebotol minuman dingin lalu meneguk sampai habis.

"Haus banget lo," ledek Fajri tertawa kecil.

"Iya Ji. Lo sih ngajak main basket tiba-tiba. Gue kan habis kelar pelajaran olahraga juga," sahutnya.

Muhammad Fikih, biasa di panggil Fiki. Pemuda kelas XI IPS 1, salah satu siswa pintar dan beprestasi dalam bidang musik. Alat musik berupa piano dan gitar sudah dimainkan sejak kecil.

Fiki memiliki tubuh bongsor dan tinggi menjulang ke atas. Wajah paras tampan dan kedua pipi tembem mendedikasikan diri sebagai siswa paling gemoy di sekolah.

"Ji! Lo kenapa malah bengong?" tanya Fiki menepuk bahu Fajri keras.

"Sakit oii. Gue nggak bengong cuma keingat sesuatu yang penting." Fajri menatap lurus ke ruang guru.

Bu Pita baru keluar dari sana. Dan Fajri ada janji dengan beliau untuk mengikuti ujian Fisika susulan.

"Anjir, gue lupa kan." Fajri menepuk kening kasar.

"Lupa kenapa lo? Lupa tembak cewek? Lupa kasih makan ikan di taman?" Fiki terus melontar pertanyaan asal.

"Berisik!"

Fajri melemparkan botol minum kosong tepat di wajah Fiki. Fiki mengerang kesakitan. Mulutnya berkomat kamit tak jelas.

"Gue harus nyusul Bu Pita sekarang!" seru Fajri. Dia langsung meraih tas dan berlari kencang menuju Bu Pita yang sudah hilang di belokan.

Fiki bengong. Dia semakin kesal dengan Fajri. Bisa-bisanya ngajak main basket dadakan terus ditinggal gitu saja.

"Fix! Gue dendam sama lu, Fajri!"

Fiki mengepalkan tangan kuat. Dia bergegas pergi meninggalkan lapangan basket tanpa mengganti baju terlebih dahulu.

__#_#__

Di Kafe Sydney ...

Farhan dan Ricky masih beradu mulut, hingga seseorang berhasil menghentikan mereka.

"Kalian kenapa dah?"

Keduanya menatap sosok lelaki di depan intens. Lelaki itu hanya menyengir lebar serta menggerakan gaya peace.

"Shandy!"

"Bang Shan?"

"Yes, ini gue Shandy. Lelaki paling tampan dan berkharismatik telah hadir," ucap lelaki bernama Shandy.

Shandy Maulana, lelaki berkulit putih mengarah lebih ke pucat. Rambut gondrong berwarna kecoklatan serta tinggi tubuh proposional. Jangan lupakan wajah konyol yang selalu menghibur orang-orang yang dicintai.

"Kapan loe balik ke Indonesia, bro?" tanya Farhan intens.

"Baru kemarin bro. Apa kabar kalian? Masih saja kalau ketemu adu mulut terus," jawab Shandy santai. Dia sudah duduk di posisi tengah-tengah mereka.

Ricky menghela napas. Sesi curhat dengan Farhan harus tertunda karena kehadiran Shandy, sahabat abang sepupunya waktu SMA.

"Bang Han, lain waktu lagi deh," ujar Ricky.

Baru saja akan beranjak berdiri tangan Ricky ditahan oleh Shandy. "Kenapa Bang?" tanya Ricky heran.

"Lo mau kemana, Rick?" tanya Shandy balik.

"Kalau mau pegangan ingat tempat juga kali," ledek Farhan.

Tatapan Ricky dan Shandy mengarah ke sepasang tangan saling berpegangan. Keduanya langsung menarik paksa tangan dan memasang ekpresi jijik.

"Gue harus mandi bunga tujuh rupa nih," ucap Ricky asal.

"Idih! Lo kira gue hantu apa?!" sahut Shandy tak terima.

Farhan tertawa puas melihat kelakuan adik sepupu dan sahabatnya itu. Mereka takkan pernah akur jika bertemu sama sepertinya.

"Sudah Bang Han, gue mau pamit dulu. Malas ketemu si jamet itu!" seru Ricky menatap tajam Shandy.

"Eh, main ngatain jamet saja lo. Dasar Haikal!" balas Shandy tak terima.

Ricky tak menggubris ucapan Shandy. Lebih baik dia memilih pergi dari kafe. Urusan sesi curhat bisa lain waktu.

"Eh, nggak sopan banget lo sama yang tua!" omel Shandy.

"Lo saja kali yang tua, jangan ajak-ajak gue," sahut Farhan melemparkan tisu bekas.

Shandy menatap tajam Farhan, lalu merubah ekpresinya seperti semula. Dan akhirnya Farhan serta Shandy saling mengobrol membahas kelulusan Shandy di negeri Belanda jurusan Bisnis dan Manajemen.

.
.
.
.

___BERSAMBUNG___

Cerita 3 CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang