01

5.3K 713 89
                                    

Hujan masih setia mengguyur desa, namun tidak menyurutkan keinginan warga untuk mengantarkan sang Pahlawan ke peristirahatan terakhirnya. Isak tangis terdengar bersahutan, seolah mereka masih tidak bisa merelakan kepergian sosok yang begitu luar biasa itu.

Meski isak tangis masih menggema disela suara derasnya hujan, tidak demikian untuk Hinata. Tidak ada setetspun air mata yang jatuh, namun siapapun yang melihatnya pasti akan tau sehancur apa perasaan wanita itu sekarang. Ia hanya diam menyaksikan bagaimana peti yang berisi jasad suaminya perlahan ditimbun tanah.

Matanya terus memandang peti itu, tak sekalipun ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ini adalah kesempatan terakhirnya membersamai Naruto. Hinata tidak akan melewatkannya. Masih terbayang dalam memorinya seluruh kenangan bersama sang terkasih. Jika bertanya apakah Hinata mampu untuk mengikhlaskan kepergian Naruto, bolehkah Hinata berkata bahwa ia tidak?

Sama halnya dengan Hinata, Sasuke pun demikian. Ia berdiri tepat di samping Hinata, namun tidak melakukan ataupun bereaksi apapun selain hanya memayungi Hinata dan dirinya sendiri dari guyuran air hujan. Berbeda dengan Sakura yang juga sahabat satu tim Naruto yang menangis tersedu, menyayangkan kepergian Naruto yang begitu cepat.

"Hinata, aku ingin meminta seluruh waktumu untuk hidup bersamaku, apa kau bersedia?"

"Jika kita punya anak nanti, pasti akan sangat lucu."

"Kau ingin anak laki-laki atau perempuan? Aku ingin anak perempuan yang mirip denganmu, pasti akan sangat menggemaskan sekali."

"Aku baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir. Sakitnya akan hilang nanti, hm?"

"Jaga dirimu dengan baik saat aku pergi, aku mencintaimu."

Hinata tersenyum miris, kenangan-kenangan mereka seolah berlomba untuk diputar kembali. Memang indah, namun jika muncul disaat seperti bukankah rasanya sangat menyakitkan? Hinata merasa dadanya sesak, namun tidak tau bagaimana cara menghilangkan rasa sesak itu. Ia ingin menangis, namun air matanya seolah sudah mengering.

Kini pandangannya mulai mengabur, suara-suara disekitarnya bahkan mulai samar. Hingga akhirnya ia jatuh pingsan, membuat seluruh warga desa dan para petinggi desa Konoha dan desa lain panik bukan main. Sasuke yang tepat berada di samping Hinata reflek menangkap tubuh Hinata sebelum jatuh menghantam tanah yang basah.

Tanpa mempedulikan teriakan atau jeritan dari orang lain, Sasuke bergegas membawa Hinata pergi ke rumah sakit yang berada di pusat desa Konoha. Sasuke memang orang yang acuh dan terkesan tidak peduli dengan orang lain, hanya saja kali ini berbeda. Hinata adalah amanah Naruto yang dititipkan padanya. Ia merasa memiliki kewajiban untuk menjaga dan melindungi Hinata dari hal-hal yang berbahaya.

Begitu sampai di sana, Sasuke bergegas membawa Hinata ke ruangan gawat darurat. Beberapa ninja medis segera menangani Hinata. Sasuke bersyukur, setidaknya kini Hinata ditangani oleh orang-orang yang tepat. Ia takut tidak bisa melindungi Hinata, sesuai dengan permintaan Naruto. Padahal, jika saja Sasuke tidak panik, maka ia tidak perlu membawa Hinata ke rumah sakit karena di pemakaman Naruto sendiri ada begitu banyak ninja medis yang luar biasa hebat yang bisa menangani kondisi Hinata segera.

Ternyata rasa khawatir bisa membuat otak cerdas Uchiha tidak bekerja dengan baik.

.
.
.

"Hinata-san pingsan karena kelelahan dan stress. Biarkan dia istirahat dan usahakan agar ia tidak memikirkan hal-hal yang berat, itu tidak baik untuk kondisinya dan janin yang ada dalam kandungannya. Aku akan memberikan obat untuk menguatkan kandungannya dan beberapa vitamin. Jika nanti Hinata-san merasakan mual, aku juga akan memberikan obat pereda mual untuknya." Salah satu ninja medis yang menangani Hinata menjelaskan kondisinya pada Sasuke.

You're not AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang