Epilog (ini beneran)

4.9K 534 57
                                    

Sasuke terbangun, kedua matanya menyipit menyesuaikan cahaya yang berlomba-lomba masuk. Keadaan kamarnya terang, sepertinya sudah siang. Ia bangkit untuk duduk, masih mengumpulkan kesadarannya.

Sayup-sayup terdengar celotehan suara khas anak kecil yang ditanggapi oleh suara lembut perempuan. Senyuman terbit pada bibir Sasuke. Pagi hari yang terasa menyenangkan. Sudah berapa lama Sasuke tidak merasakan pagi yang sama, mungkin sekitar dua bulan.

Masih sama seperti dulu, Sasuke sering bepergian keluar desa dan meninggalkan keluarganya selama beberapa bulan. Kemudian ia akan pulang dan menetap beberapa minggu lalu kembali pergi. Terkadang Sasuke merasa bersalah saat harus meninggalkan keluarganya, terlebih pada anak-anaknya yang masih kecil. Tentu mereka perlu dampingan dari Sasuke sebagai sosok Ayah dalam awal perkembangan hidup mereka, harusnya.

Beruntungnya Sasuke memiliki istri yang bisa menggantikan perannya dengan baik saat Sasuke harus pergi mengemban tugas. Sasuke akui, cara istrinya dalam mendidik anak-anak mereka sangatlah baik. Para Uchiha muda tumbuh menjadi anak-anak yang hebat, namun tidak melupakan sisi baik seorang manusia.

"Sasuke-kun, kau sudah bangun?"

Suara lembut yang selalu menjadi candu bagi Sasuke terdengar membelai indera pendengarannya, membuat Sasuke menoleh kearah pintu kamar. Didapatinya sang istri dengan tampilan sedikit berantakan, sepertinya istrinya belum sempat mandi dan memilih untuk mengurus anak-anak mereka terlebih dahulu.

'Bahkan dengan penampilan seperti itu saja, kau selalu cantik.' Batin Sasuke.

Sasuke bergerak mendekati sang istri yang kini menatapnya heran. Pasalnya, Sasuke langsung memeluknya dan membenamkan wajah khas bangun tidur pada ceruk leher istrinya. Sasuke bahkan menggesek hidung mancungnya pada permukaan kulit leher yang mulus itu, seperti menghirup rakus aroma yang selalu menjadi candunya.

"Sasuke-kun, ada apa? Ayo cepat, anak-anak menunggu untuk sarapan bersama." Hinata, istri Sasuke berusaha melepaskan pelukan erat suaminya. Namun, Sasuke yang sedang dalam mode manja seperti ini pasti enggan untuk menjauh dari istrinya.

"Sebentar saja, aku merindukanmu." Suara serak Sasuke terdengar seperti sedang merengek, persis seperti anak-anak mereka. Hinata menghela napasnya pelan, kemudian jemarinya bergerak untuk mengusap helaian gelap berantakan milik Sasuke penuh sayang.

Hinata tentu merindukan suaminya juga. Pagi buta Sasuke sampai di kediaman mereka. Hinata dan anak-anak tentu saja masih terlelap di alam mimpi mereka. Sedangkan Sasuke, ketika sampai ia langsung membersihkan diri dan tidur sambil memeluk sang istri. Tentu rasa rindu Sasuke belum tersampaikan dengan benar, jadi wajar menurut Hinata jika tindakan Sasuke pagi ini agak sedikit menggelikan.

"Papa pulang?"

Keduanya melepas pelukan saat suara gadis kecil menyapa indera pendengaran. Sasuke menoleh ke belakang Hinata dan mendapati sang putri—Himawari— bersama dua orang pengawalnya—sang adik— menatap mereka dengan binar antusias di kedua mata cantiknya.

Sasuke tersenyum dan merentangkan tangan, meminta untuk dipeluk oleh ketiga buntalan manisnya. Hinata bergeser ke samping membiarkan anak-anaknya berlari dan berebut untuk memeluk Sasuke, Papa tersayang mereka.

Himawari, Kenichi dan Kenta bergelayut manja pada Sasuke. Wajar, mereka merindukan sang Papa. Terlebih Kenichi dan Kenta yang masih berusia tiga tahun, tentu sedang senang-senangnya menarik perhatian orang-orang di sekitarnya.

"Papa, Hima sudah lancar membaca. Sebentar lagi kata Mama Hima bisa masuk akademi, Papa."

"Papa, Ken kemayin jalan sama Mama!"

"Ken uga! Kenta tangkap beyalang!"

Hinata tersenyum senang melihat Sasuke yang berusaha keras menanggapi setiap cerita anak-anaknya. Mengingat Sasuke kesulitan menunjukkan perasaannya, rasanya lucu sekali melihat si pria dingin Uchiha berusaha antusias agar anak-anaknya senang.

Setelah anak-anak cukup banyak bercerita, Sasuke meminta ketiganya untuk segera pergi ke meja makan untuk sarapan. Tanpa membantah, tiga buntalan manis Sasuke segera menurut dan berjalan lebih dulu ke ruang makan, menyisakan Hinata dan Sasuke yang masih berdiri di depan kamar utama.

Hinata berjalan mendekat dan memeluk Sasuke dari samping tubuhnya. Senyum cerah terbit dari bilah ranum Hinata, membuat Sasuke turut tersenyum meski sedikit heran. Hinata memeluknya terlebih dahulu, ada dua kemungkinan. Hinata sedang menginginkan sesuatu atau—

"Hey, Papa. Sepertinya buntalan manis akan kembali bertambah." Hinata sedikit mendongak untuk menatap wajah Sasuke yang lebih tinggi darinya.

Sasuke terkejut, maksudnya Hinata hamil lagi?

"Iya, di sini ..." Hinata membawa tangan Sasuke menyentuh perutnya yang baru Sasuke sadari sedikit membuncit dibanding biasanya. "... usianya sudah tiga bulan, Papa." Hinata semakin senang saat merasakan jemari kasar Sasuke mengusap permukaan perutnya dengan lembut.

Sasuke tersenyum tipis, dikecupnya pelipis Hinata dengan lembut. Ia senang tentu saja, siapa yang tidak senang saat mendapat kabar kalau istrinya mengandung buah hatinya, hanya saja—

"Papa, kenapa aku ingin melihatmu memakai bando kelinci, ya?"

—keinginan Hinata saat hamil biasanya selalu menyengsarakan Sasuke. Sepertinya keinginan anak keempat mereka ini jauh lebih mengerikan dibandingkan kakak-kakaknya. Baru pertama meminta saja sudah aneh.

Poor Sasuke.

.
.
.

Benar-benar selesai.

Haloo, kenapa kalian marah-marah? 👁️👄👁️

epilog kemarin itu cuma what if kok, aku lupa nulis what if nya kyaknya ya hahaha

ini beneran epilog aslinya😂
selamat menikmati, semoga bisa mengobati kekesalan kalian.

bye~

You're not AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang