PART 9

3.4K 493 94
                                    

***

Nyaris 10 tahun lamanya menghabiskan waktu untuk mencintai seseorang yang ternyata tidak pernah mempedulikan perasaannya, kini Rania sadar jika selama ini dia telah menyia-nyiakan banyak waktu. Tidak ingin lagi meneruskan kebodohannya, Rania memutuskan untuk membuka lembaran baru. Mungkin akan terasa sulit melupakan Raffa, tapi dia yakin bahwa usaha tidak akan pernah menghianati hasil.

Dan lari pagi akan menjadi pembuka lembaran baru dalam hidupnya. Hal yang nyaris tidak pernah Rania lakukan selama ini. Alasannya karena takut kecapean sementara dia harus tetap berangkat kerja. Padahal sebenarnya karena dia malu kalau sampai berpapasan sama tetangga. Tapi lihat lah pagi ini, seorang Rania sudah siap dengan stelan olahraga. Tentu saja hal itu menarik perhatian sang ibu yang langsung menghampirinya dengan kerutan dalam.

"Tumben mau lari pagi Ran? Biasanya Ibu nyuruh juga kamu nggak mau. Dapet pencerahan darimana semalam?"

Bibir Rania langsung manyun.

"Dari senter hape, Bu." jawabnya ngasal yang dihadiahi tabokan di lengan.

"Lari paginya jangan cuma sehari, kalau bisa minimal seminggu tiga kali. Biar sehat. Apalagi kamu jarang sekali olahraga."

Rania menghela nafas pelan. Tak ingin memperpanjang ceramah sang ibu yang dirinya yakini bisa bertahan sampai setengah jam tanpa henti, Rania memilih manggut-manggut saja.

"Kalau gitu Nia berangkat dulu Bu."

"Iya sana hati-hati."

Setelah menyalami sang ibu, Rania segera keluar dan bersiap lari pagi. Jalanan sekitaran rumahnya masih sepi, hanya ada beberapa orang saja yang berlalu lalang. Mungkin masih terlalu pagi untuk orang-orang beraktivitas di luar mengingat tadi belum genap pukul enam pagi. Tetapi dia bersyukur karena bisa lari pagi dengan nyaman tanpa perlu merasa malu karena dlihat para tetangga. Bukan apa-apa, masalahnya dia jarang atau nyaris tidak pernah olahraga. Rasanya malu jika orang lain mendapati dirinya melakukan aktivitas baru.

Uh, kenapa dia jadi memiliki kepercayaan diri yang rendah begini?

Puk.

"Astaghfirullah,"

Sontak Rania mengelus dadanya ketika merasakan tepukan seseorang di pundaknya. Ia menolehkan kepala dengan perasaan was-was. Terlebih si pelaku tidak mengatakan apapun hingga nyaris membuatnya berpikir jika yang melakukannya adalah makhluk halus. Dan saat berhasil memutar kepala ke samping, yang dirinya dapati justru cengiran lebar pria yang akhir-akhir ini sering ditemuinya. Bukan hanya bertemu tanpa bertegur sapa seperti dulu, dua hari yang lalu pria itu bahkan mengantarnya pulang ke rumah hingga dirinya dicerca beberapa pertanyaan dari sang ibu yang membuatnya nyaris kewalahan.

"Kamu pacaran sama Nak Adrian, Nia?" tanya Astri yang sengaja mengintip dari balik jendela.

"Enggak Bu."

"Terus kenapa tiba-tiba diantar sama Nak Adrian?"

"Tadi nggak sengaja ketemu pas beli mie ayam. Kebetulan Mas Adrian lagi makan disana." Rania menjawab sembari menaruh kantong keresek ke meja.

"Setahu Ibu, kalian nggak pernah ngobrol tuh kalau ketemu, malah kayak orang asing. Masa iya tiba-tiba diantar pulang tanpa sebab." Astri memicingkan mata menatap putrinya penuh kecurigaan. "Atau Nak Adrian lagi deketin kamu ya Ran?" kemudian bertanya dengan mata berbinar.

Stuck in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang