PART 8

3.4K 489 67
                                    


***

Rania duduk bersandar pada kepala ranjang sambil membaca novel yang sampulnya cukup lecek. Dia sudah berulang kali membacanya namun tak pernah menemukan kata bosan. Sementara disisinya, ada Diana yang baru kembali dari dapur. Mengambil minum katanya. Mungkin sudah ada 20 menitan Diana tiba di rumahnya. Tadi mereka sempat ngobrol cukup lama bersama orang tuanya di lantai bawah sebelum akhirnya pergi ke kamar. Yang menjadi tempat paling nyaman untuk mengobrol banyak hal.

Termasuk tentang pengakuannya semalam. Dia hanya mengirim chat pada Diana kalau tadi malam sudah mengakui perasaannya ke Raffa sebelum memilih mematikan data seluler. Dia juga sudah menduga jika esok harinya Diana pasti datang ke rumah untuk meminta penjelasan lebih lanjut. Tapi siapa yang menyangka jika sahabatnya itu justru tidak menerornya dengan berbagai pertanyaan. Malahan cenderung santai.

"Raffa bilang apa aja ke lo, Na? Dia nggak cuma planga-plongo doang 'kan pas lo ngaku?"

Diana melipat kakinya. Bersiap mendengarkan cerita selengkapnya mengenai kisah cinta kedua teman dekatnya. Jujur saja, menahan diri untuk tidak mengoreknya dihadapan orang tua Rania jelas lah ujian berat. Dia bukan tidak penasaran. Sangat malahan. Hanya saja berusaha menahan diri sampai menemukan waktu yang pas. Dan sekarang lah saatnya.

Rania menutup novel yang dibacanya dibarengi helaan nafas. Dadanya mendadak kembali sesak ketika memori otaknya memutar kembali pengakuan Raffa semalam.

"Dia pernah suka sama gue, Di."

"Hah?"

Diana menggeser tubuhnya kian mendekat.

"Raffa pernah suka sama lo?" tanyanya memastikan apa yang barusan didengarnya. Dan saat mendapati anggukkan Rania, Diana langung berdecak jengkel.

"Alasan kenapa Raffa nggak pernah bilang, apa lo juga dikasih tahu?"

"Alasannya klise. Dia nggak mau pertemanan kita hancur kalau akhirnya ada status mantan diantara kita."

"GOBLOK!!" maki Diana yang selang beberapa detik langsung memamerkan cengiran lebarnya. "Bukan lo yang goblok, Ran. Maksudnya tadi buat si Raffa."

Rania menggelengkan kepala.

"Dia juga bilang kalau selama ini udah tahu tentang perasaan gue. Raffa bukannya nggak peka seperti yang kita pikirkan, karena ternyata sejak awal dia udah tahu segalanya dan fakta itu ngebikin gue kayak orang bodoh."

Diana kembali mengumpat. Peduli setan dengan dosanya karena tak mampu menahan godaan mulut supaya tidak berkata kasar. Seandainya bisa request, dia minta dosa-dosanya itu dilimpahkan saja ke Raffa. Karena pria itulah yang membuatnya terpaksa menodai mulut manisnya.

"Si Raffa tololnya kenapa nggak ketulungan sih!" decaknya sambil membuat gerakan di udara seolah sedang meremas-remas tubuh Raffa.

"Kalau dia takut pertemanan kita hancur, ya udah tinggal nggak usah putus dari lo. Itu pun tergantung si bego Raffa, dia bisa setia apa nggak. Kalo lo sih nggak usah ditanya, setianya bikin gue gedeg tahu nggak sih, Ran. Bisa-bisanya masih cinta sama si bego Raffa." niat hati mau mengumpati Raffa seorang, siapa sangka kalau Rania ikut-ikutan terseret juga pada akhirnya.

"Ya emang gue mau kayak gitu," Rania menghela panjang. "Gue udah usaha Di, nyoba deket sama cowok lain juga. Tapi hasilnya apa? Nggak ada. Gagal semua. Gue nggak bisa ngebohongi diri sendiri lagi, karena nyatanya cuma Raffa yang gue mau."

"Tapi lo tahu apa yang akhirnya terjadi 'kan, Ran? Raffa mau nikah. Apa lo masih mau terus-terusan cinta sama dia?"

Rania menggeleng. "Enggak. Gue bakal buka lembaran baru. Tanpa nama Raffa lagi disana."

Stuck in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang