PART 4

3.7K 465 33
                                    

Jangan lupa vote & komen 😁

Happy reading..

***

Entah sudah berapa lama keduanya saling diam. Tampaknya tidak ada yang tertarik membuka obrolan atau justru bingung memulainya darimana mengingat ini kali pertama mereka bertemu. Tapi Rania sendiri, dia memang tidak tertarik membuka suara lebih dulu. Bukan apa-apa, pria dihadapannya lah yang meminta pertemuan ini sejal awal. Masa iya, pria itu yang mengajak tapi tidak mau mengatakan apapun begitu mereka bertemu. Pria itu--Ramzi, jelas memiliki tujuan bukan?

Rania menghembuskan nafas bosan lalu melirik Ramzi yang justru menundukkan kepala. Pria yang mengenakan kemeja putih dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam itu, membuatnya tampak seperti atasan yang sedang mewawancari calon pekerja. Bagaimana tidak, tingkah pria itu bahkan tidak terlihat seperti seseorang yang sedang melakukan kencan buta. Ya, meskipun yang mereka lakukan sekarang hanya makan siang biasa. Tapi anggap saja begitu.

"Mau sampai kapan kita diam-diaman begini?"

Rania yang sudah tidak tahan lantas mengeluarkan protes. Makanan pesanan mereka bahkan sudah tiba sejak lima menit yang lalu, tapi Ramzi tidak ada niatan mengucap satu patah katapun.

Astaga. Dia lelah sungguh. Kalau tahu akan seperti ini, lebih baik dia menghabiskan waktu liburnya untuk menonton drama daripada mengiyakan ajakan Ramzi.

"Kalau tidak ada yang mau dibicarakan, lebih baik saya pulang saja." ujarnya dengan nada mengancam. Padahal dalam hati menyayangkan makanan yang belum sempat ia sentuh.

"T--tunggu!"

Mendesah pelan, Rania kembali duduk lalu meraih gelas minumnya dan nyaris menandaskan isinya. Dia benar-benar dongkol dengan pria pendiam dihadapannya itu tapi bertingkah sok berani kalau di chat. Ngomong-ngomong, Ramzi tidak jadi datang ke rumah. Dia yang meminta pria itu untuk bertemu langsung di resto.

"Em, sebenarnya saya bingung mau memulainya darimana."

Mulut Rania langsung melongo. Jadi waktu yang terbuang tadi hanya karena bingung memulai pembicaraan?

Oh, astaga.

Sontak bahu Rania terkulai lemas.

"Ya sudah kita makan dulu saja," putusnya dengan wajah lesu.

Setelah menghabiskan jatah makan siangnya, kali ini Rania tidak mau menunggu Ramzi buka suara. Dia juga sudah bosan dan ingin pulang secepatnya. Jadi untuk mengakhiri pertemuan pertama sekaligus menjadi yang terakhir--begitu harapannya, kali ini dia berinisiatif membuka percakapan.

"Kalau boleh saya tahu, apa ajakan Mas Ramzi hari ini karena Ayah saya?"

Pria dihadapannya menggelengkan kepala.

"Murni keinginan saya." Ramzi menyudahi acara makannya lalu melemparkan senyum pada wanita pemilik senyuman manis dihadapannya.

"Mungkin kamu sudah mendengarnya kalau para orang tua ingin menjodohkan kita?"

Rania menelan saliva sambil mengepalkan kedua tangan di bawah meja. Kenapa sekalinya bicara, Ramzi tampak begitu menyebalkan? Atau hanya perasaannya saja yang sudah terlanjur dongkol dengan tingkah diam pria itu sejak awal?

"Yang saya tahu perjodohan itu baru wacana." Ayahnya memang sempat menawarkan menjodohkan antara dirinya dan Ramzi, tapi saat itu baru sebuah penawaran. Belum tentu akan dilakukan. Karena dirinya pun tidak langsung mengiyakan.

Stuck in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang