Part 20

1 0 0
                                    

Matahari berada adalah pertanda pagi, namun bisa saja ia hilang ditutupi awan mendung, tidak memungkiri sifat manusia juga seperti itu kan?

Gita haninda merasakan mendung dipagi hari tidak hanya cuacanya saja tetapi hatinya juga, lebay? kurasa si tidak.

" mama kenapa baju aku dimasukin koper? " tanya gita.

Hana fokus meletakkan pakaian gita yang bisa dibilang tak sedikit itu, tangan nya cekatan dalam melipat baju seperti mesin yang handal.

" iyaa hari ini kita pindah " jawab hana.

" mending kamu mandi abis itu sarapan, mama udh siapin dibawah " perintah hana.

" kenapa pindah ma? "

" gausah banyak nanya, cepetan.. " titah hana.

Bibir gita mengerucut lucu, ia bangkit dari tempat tidur dengan jalan yang dipelankan seakan sedang mendramaritis keadaan, tak tau saja bahwa drama hidup nya telah dimulai dari waktu yang lalu.

Kendaraan hana telah terpenuhi barang-barang gita, devan, dan dirinya sendiri, serta sesekali gita mengecek dan mengingat ada yang tertinggal atau tidak.

" kamu sudah makan? " tanya ningsih menghampiri gita yang duduk diteras rumah.

" udah tadi " jawab gita.

" ayokk kakk " ajak devan dengan tangan yang dipenuhi cemilan.

" kamu udh beresan barang-barang nya " tanya gita.

" sudah " devan berlalu memasuki mobil dibagian depan.

Gita berdiri dari duduknya, menghampiri neneknya yang bersebelahan dengan dirinya, " aku pulang yaa nek " pamit gita.

Marsih tak bisa menahan air matanya, kalimat yang sangat sederhana namun mampu menggetarkan hatinya, dalam hitungan jam drama itu akan terjadi, dan efek yang paling besar mengalami adalan seorang anak yang tak tau apa-apa.

" hati-hati gitaa, kamu kuat " marsih menyemangati gita dengan memeluknya.

Gita mengangguk berlalu pergi memasuki mobil, menurunkan kaca jendela ia angkat tangannya sebagai isyarat perpisahan, jangan lupakan devan yang melambaikan tangan dengan semangat.

Lama yang sebenarnya bukan perkara waktu hitungan jam melainkan tahun, gita tertidur nyenyak didalam mobil tiga jam perjalanan dari rumah neneknya ternyata sangat menguras tenega.

Hana menatap putri dan putranya yang tertidur nyenyak, tak menyangka perjalanan selama tiga jam tak terlalu membuatnya lelah, karena ditemani oleh anak-anak yang selalu bersamanya.

" gitaa bangunn " hana menggoyangkan tubun gita pelan.

" iyaa maa " jawab gita serak.

Kakinya melangkah dengan biasa namun ketika kepalanya mengangkat, objek didepannya cukup membuat terheran-heran.

" mama ini rumah siapa? " tanya gita.

Hana menoleh menatap anaknya yang sangat cantik itu, " rumah kita " jawab hana sambil membenarkan gendongan devan dan membuka kunci rumah.

" rumah yang dulu? "

" masuk dulu gitt " perintah hana.

Rumah sederhana dengan tiga kamar, ruang tamu yang diletakkan tv, ruang makan, dapur, dan dua kamar mandi, membuat gita tidak baik-baik saja masalahnya tidak ada ac dan bukan seperti rumahnya dulu yang berada dikomplek mewah.

" capekk maa " rengek gita.

Hana menggeleng menatap anaknya yang berbaring tak sopan disofa ruang tamu, " iyaa capek, nanti kelamaan juga terbiasa " ujar hana.

Go To Smile Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang