Part 15

1 0 0
                                    

Selamat hari rabu hari raya rindu.

Najwa shihab

Gita menemani mamanya dengan tenang, tatapan matanya terbaca, setelah agenda itu selesai hana dan gita menghela nafas lega, devan tidak ikut masuk anak kecil itu lebih memilih bermain diluar pengadilan.

Hana menarik pelan tangan gita keluar dari ruang sidang, sesekali mengusap lembut tangan anaknya, ditatapnya anaknya dari samping, ia tersenyum tak menyangka bahwa gita sekuat ini tanpa emosi yang meletup-letup untuk memaki toni.

" Gita... "

Kedua orang tersebut menghentikkan langkahnya, hana menatap toni yang memanggil anaknya dengan wajah biasa, lain halnya dengan gita yang tak mau memandang wajah ayahnya.

" ayahh.... " pekik devan berlari memeluk ayahnya.

" ayah kesini juga? nemenin mama sidang yaa? " tanya devan.

Toni merendahkan tubuhnya agar sejajar dengan putra kecilnya, " devan udh makan? " tanya toni.

" udah, ayah mau pergi lagi? " tanya devan.

Toni membisu tatapannya menatap gita sendu, lalu beralih ke devan yang menunggu jawabannya, " iyaa "

" kenapa? " tanya devan sedih.

" ayah kerja cari uang untuk devan sama kak gita, kalian jangan berantem yaa, selalu saling menjaga "

Nasehat toni membuat mata gita semakin memerah dengan tangan yang mengepal erat, hana yang menyadari itu mengusap pundak anaknya agar tak emosi.

" devan ayo pulang " ajak gita.

Devan menatap gita kemudian mengangguk, melepaskan kedua tangan kekar ayahnya dipundak mungilnya, toni menatap kepergian mereka dengan penuh penyesalan, bahkan putri yang sangat ia sayangi meski dirinya tak menunjukkan secara terang-terangan pun tak mau menatap wajahnya.

Seperti ada sesuatu yang menekan dadanya, membuat tenggorokannya tercekat, mata yang meredup serta bibir yang bergetar, toni menangis, menangisi keluarganya yang kian pergi.

🍭🍭🍭

Rumah yang sangat asri dengan didominasi furniture jawa itu sangat ramai, terlihat dari halaman rumahnya yang berjejer beberapa alas kaki serta satu mobil Nissan juke.

Gita mengernyit menatap mobil itu seakan tak asing dimatanya, bahkan dirinya sampai lupa bahwa dirinya telah sampai dihalaman rumah neneknya.

" dilepas git sabuk pengaman nya "

Gita mengangguk gugup sambil meremas kedua tangannya, tidak dengan devan yang sudah turun sambil berlarian memasuki rumah neneknya.

" kopernya gitaa.. " perintah hana membuka bagasi.

Gita langsung turun dan meraih kopernya, dirinya berharap hanya wanita paruh baya itu yang hadir tidak dengan putranya yang ia abaikan selama sembilan hari ini.

" Kakk ayo... "

" sabarr... " ucap gita.

" sudah sampai cucunya mbah uti... "

Sambutan hangat dari nenek gita membuat para tamu ikut memandangi kehadiran mereka, gita menunduk menunggu giliran dirinya untuk berpelukan.

" ihh devan jangan lama-lama " ujar gita.

" apasi aku kangen sama uti " sewot devan.

Marsih tersenyum melihat tingkah cucunya, " udahh..gantian yaa tuh ada leo disini "

" wihh leo ayok main kerumah arif " leo mengangguk antusias.

Kedua anak kecil itu berlarian keluar dengan semangat, meninggalkan mereka yang dewasa sedang berkiprah dengan prahara.

" hana ikut ibu keatas " perintah marsih.

" jumii bawain barang-barang gita kekamarnya "

Pembantu itu mengangguk menuruti perintah sang tuan rumah, sedangkan hana meninggalkan gita dan para tamu untuk kelantai atas.

" saya tinggal sebentar ya ningsih " pamit marsih.

Ningsih mengangguk, " Iya gak papa buk "

" Gita sini duduk jangan berdiri terus " ucap ningsih.

Gita takut tatapan juan sangat tajam dan datar, ia ingin duduk sebenarnya tapi hanya ada satu sofa panjang satu meter yang tersisa itupun diduduki oleh juan, mau tak mau gita terpaksa duduk sambil meremas kedua tangannya tak tentu.

" oh iya gita tante bawa oleh-oleh, kemarin bang jeno abis perjalanan kerja di batam " terang ningsih.

Gita menerima bingkisan itu dengan canggung, terlihat sekali tangannya gemetaran.

" maa katanyaa mau anterin bingkisan kerumah sebelah " ucap jeno.

" ehh mama lupa, gita tante mau kerumah bude asih dulu yaa "

Gita mengangguk, kini ruang tamu itu sunyi hanya ada juan dan gita saja, gita bergerak gelisah saat juan mengusap punggung tangannya lembut.

" jangan pura-pura gak kenal " ujar juan marah.

Diam. Gita menatap juan yang berada disampingnya dengan diam, tak tau harus berbicara apa.

" juann " gita terkejut saat juan mengecup bibirnya.

" jangan macem-macem sama gue gitt, apalagi lo coba cuekin gue " ujar juan mengusap pipi gita lembut.

Mata gita menatap tak tentu arah keringat meluncur begitu saja dari dahinya, tegang.. tubuhnya menegang hebat.

" gue lamar lo gitt... "






























Vote and comment nyaa.... 😐

Go To Smile Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang