Part 14

1 0 0
                                    

Juan memandang punggung gita hingga menghilang dibalik pintu, tangannya mengepal dikemudi, ditariknya mandel itu dengan setengah hati meninggalkan sang kekasih yang selalu menutupi.

Juan berkendara santai padahal jalanan sedang lenggang, sedikit ingin menenangkan pikirannya mungkin agar tak terjadi kecelakaan, gara-gara itu perjalanan yang harusnya ditempuh selama 30 menit kini menjadi 1 jam.

Hoodie yang hanya diletakkan dipundak sebelahan kiri, dan kanannya juan gunakan untuk menggendong tas bergambar kuda pony milik gita, mengundang tawaan para pemilik apartment yang berada dilantai 7 itu.

Juan tak perduli dirinya sibuk menekan tombol lift dan alangkah kesalnya dirinya yang menekan orang lain masuk duluan.

" Ehh maaf mas saya agak buru-buru " ucap perempuan itu.

" tas nya lucu mas punya adiknya yaa " tanya wanita paruh baya yang membawa belanjaan.

Juan menyenderkan punggung nya agar terlihat cool, " pacar saya " jawabnya.

Ting...

" bucinn yaa " ujar wanita paruh baya pada perempuan muda itu.

Juan keluar duluan, tak memperdulikan dua kaum hawa itu mengatai dirinya, jari kekarnya menekan password belum selesai menekan tapi telah dibuka oleh sang pemilik.

" baru pulang lo?  " tanya jeno.

" iya "

Juan menjatuhkan tubuhnya diatas sofa, sambil mencari tayangan televisi yang menarik.

" lesu amat lo " ujar jeno.

Juan masih diam, sebagai kakak yang peka jeno tau ini pasti gara-gara gita.

" gitaa? " Juan mengangguk.

" bang gita kayak belum terbuka sama gue, apa mungkin karena gue bukan cowoknya "

Keterangan juan cukup membuat jeno terkejut, " gimana ceritanya lo pada gak pacaran? Kemana-mana bareng sering nginep waras gak sih lo ju, juancok terahe "     marah jeno dengan umpatan jawanya.

Keluarga juan itu memang suku jawanya kental, dan ibunya juan teman dari nenek uti gita jadi dekat sekali mereka dengan keluarga nenek gita namun tidak dengan hana mama gita yang tak suka dengan juan.

" gue ragu bang mau jadiin gita pacar " ujar juan.

Jeno melotot tak suka dengan ucapan adiknya itu, " maksud lo apa, ha?! anak orang lo bawa kemana-mana, lo ajak nginep gak ada status? Otak lo dimana ju? "

Juan menunduk malu menyembunyikan wajah dikedua telapak tangannya, " buka muka lo anjing! " umpat jeno menarik tangan juan dan menamparnya.

Jeno menggeleng tak percaya menatap juan heran, sekaligus aneh, " kalo lo gak mau gita, gita gue ambil dari orang tuanya mau gue jadiin bojo " ucap jeno tegas.

" maksud lo apa si bang? lo nantangin gue?! "

Juan menatap jeno dengan nafas memburu tangannya mengepal eratt siap melayangkan tijuan, yang akan disaksikan oleh iklan di televisi.

" gue lagi gak mau berantem " ujar jeno dan berlalu pergi.

Matanya menelisik mencari sesuatu, juan kembali melangkahkan kakinya dari balik pintu kamar disebelah abangnya.

" nyari siapa lo? "

Juan terkejut menoleh kebelakang, namun tak perduli dengan jeno sama sekali, pikirannya hanya satu untuk mengisi amunisi dengan menu seadanya, pindang patin, tumis buncis, dan tahu goreng sangat menggugah selera juan.

" kalo ditanya jawab " ucap jeno mengambil duduk dihadapan juan yang sedang makan.

" hmm " jawab juan singkat.

Jeno memijat pelipisnya, " mau lo apa ju? Gak baik kayak gituin anak orang " tanya jeno.

Juan menelan makanannya, " urusin idup lo aja " jawab juan.

Jeno menggeleng menatap adik kurang ajarnya ini, " gue duda satu anak ju, jangan sampe lo kayak gue, seenggak nya lo jangan tiru gue yang brengsek ini, karma tuhan adil, gue sering mainin cewek sekarang gue yang ditinggal "

" ditinggal sekalian sama anaknya lagi " sambungnya.

Juan terdiam menatap kakaknya yang akan pergi entah kemana, meninggalkan juan dengan perasaan yang gundah gelana.























Vote tidak memaksa untuk komentar.

Go To Smile Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang