09 : BALAPAN

2.4K 329 505
                                    

Seperti yang Gala, sahabatnya sampaikan. Malam ini, malam dimana Rivan akan mengikuti balapan.

Rivan berdiri di depan cermin dengan senyum miringnya, ah sungguh. Rivan tak sabar bertemu dengan musuh yang sudah seperti teman sendiri bagi Rivan.

Rivan melihat penampilannya lagi di cermin, dirasa sudah okey dan dirinya sudah tampan. Rivan bergegas mengambil kunci motornya, karena jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Untung saja besok sekolahnya libur, jadi Rivan bisa bangun kesiangan.

Rivan berjalan dengan santai keluar dari rumahnya, karena tadi. Setelah meminta restu, Rivan juga meminta ijin untuk mengikuti balapan, kedua orang tua Rivan memang mengijinkan Rivan balapan. Asal Rivan harus pulang selamat.

Rivan melajukan motornya dengan mata yang menatap tajam kearah jalanan, tak membutuhkan waktu lama. Kini Rivan sudah sampai di area balap.

Rivan turun dari motor sportnya lalu berjalan kearah para sahabatnya, semua orang hanya bisa tertawa kecil saat menyadari bahwa diri mereka tak selevel dengan Rivan.

Rivan melepaskan kacamata hitamnya, diikuti alis sebelah kiri yang dinaikkan. "So? Siapa lawan gue kali ini?" Tanya Rivan dengan menatap para sahabatnya dengan tatapan Tajam.

"Dimas." Rivan tertawa sumbang mendengar jawaban Gala.

"Oh, bocah tengil itu? Yang masih kecil sok sok'an bikin geng? Mau main main rupanya," Ucap Rivan dengan menatap keseluruhan area balapan. Tatapan Rivan jatuh pada bocah umur 13 tahun yang terlihat mencolok dari semua orang.

Rivan berjalan kearah Dimas, yah bocah kecil itu Dimas. Sesampainya di depan Dimas, Rivan menepuk pundak Dimas dengan senyum miringnya.

"Hey, Bocah. Gue peringatin jangan main main sama gue deh, gak usah sok jadi bocah. Mending lo balik aja sana, cuci kaki, cuci wajah biar glouw up, cuci tangan biar kinclongnya ngalahin lantai, sama cuci tuh anu lo." Sinis Rivan, ia menatap Dimas dengan tatapan merendahkan.

Dimas maju kedepan, kini ia sedang berhadapan dengan Rivan. Dimas memiringkan kepalanya sedikit lalu menilai Rivan dari atas sampai bawah.

Dimas menaruh jari telunjuknya di dagu, mulutnya ia mainkan dengan gaya angkuhnya, bola matanya bergerak seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Ganteng sih, tapi hobinya nyindir orang? Apa bisa di sebut ganteng?" Balas Dimas menatap menatap kearah Rivan dengan senyum kemenangan.

"Gue tau kok gue ganteng. Thanks loh pujiannya, aduh jadi malu." Kata Rivan dengan tangan yang ia gunakan untuk menutupi wajahnya.

"Aduh neng, gak usah malu. Abang muji karena emang neng ganteng kok." Dimas mencolek bahu Rivan dengan tubuh dan wajah yang ia buat segenit mungkin. Semua orang melongo melihat itu.

Januar menepuk nepuk pundak Danu yang kebetulan berada di sampingnya. "Apa ini? Kenapa Bos kayak gay Nu? Jangan jangan, selama ini dia pacaran sama Alysa itu, buat nutupin kalau dia gay?" Tanya Januar dengan wajah panik, ia berjalan kearah Rivan lalu langsung memegang rambut Rivan.

"Astagfirullah, massyallah, lailahaillallah. Hilanglah kau setan, jangan pernah kau memasuki tubuh Sahabat ku, kau terlalu najis untuk sahabatku yang gila. AYOK KELUARLAH!" Danu yang melihat aksi Januar jadi panik sendiri, Danu jadi curiga. Kalau sebenernya yang kerasukan itu bukan Rivan. Melainkan Danu.

"Heh sadar bego, sahabat lo itu kagak kerasukan. Gue jadi curiga sama lo Nar, jangan jangan lo yang kerasukan yah?" Tuding Danu dengan wajah polosnya.

Rivan memutar bola matanya jengah, ia melepaskan tangan Januar yang masih berada di kepalanya.

Rivan menatap sinis kearah Januar. "Rambut gue rontok anjir, lo jangan main jambak aja. Dikira gue kambing apa?!" Rivan menginjak kaki kiri januar lalu langsung berlalu pergi dari hadapan Dimas.

RIVANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang