BOY 2 : 28. SIASAT 2

86 4 0
                                    

***

“Pergi, dan jangan pernah muncul di hadapan gue, lagi.” Perempuan itu mengangkat wajahnya, menatap Abay. Rasya menggeleng kuat kala melihat wajah serius laki-laki itu. Tidak, tidak, dirinya tidak bisa melakukan itu.

“Gue gak mau, Bay. Gue gak mau!” Rasya menggeleng kuat, memeluk laki-laki itu erat, berderai air mata. “Gue gak mau, Bay. Lo boleh bentak gue, maki gue, tap jangan suruh gue buat menjauh dari lo, Bay. Gue gak bisa.” Rasya menggeleng kuat, memeluk laki-laki itu erat, namun Abay tidak membalas pelukannya, laki-laki itu melepaskan pelukan Rasya, paksa. Kemudian menyeret perempuan itu keluar kamar, turun hingga di hadapan pintu, Abay mendorong Rasya kuat, hingga dahi perempuan itu terbentur pilar. Perempuan itu memegang dahinya, yang mengeluarkan cairan kental berwarna merah. Rasa sakit di kepala perempuan itu sangat kuat, tetapi Rasya mengabaikan itu. Dirinya kembali mendekati Abay, mencoba memegang tangan laki-laki itu.

“Bay, aku gak mau menjauh dari kamu, Bay. Aku sayang sama kamu, aku gak bisa lakuin itu, Bay.” Bahkan, Rasya sudah mengubah gaya bicaranya. Tetapi, apakah laki-laki itu akan peduli? Tentu saja, tidak. Abay melepaskan tangan Rasya paksa, kemudian mendorongnya kuat, hampir saja perempuan itu terbentur pilar lagi, jika tidak ada seseorang yang menghalanginya. Devan yang baru saja datang, kaget melihat itu semua dengan cepat ia berlari dan melindungi Rasya. Satu sudut bibir Abay, terangkat, laki-laki itu bertepuk tangan.

“Bagus, sekarang kalian berdua udah mulai main terang-terangan sama gue. Sekarang gak ada yang perlu di tutup-tutupi lagi, gue udah tau semuanya.” Devan menatap Abay dengan tatapan yang sulit di artikan.

“Bay, ada apa? Kenapa lo kaya gini sama Rasya?” tanya Devan, tidak mengerti, tetapi laki-laki itu, justru melayangkan satu bogeman mentah pada Devan, hal itu membuat Rasya kaget, begitupun dengan Devan.

“Senang kan lo? Gak usah pura-pura lagi, Dev. Gue udah tau semuanya. Sekali penghianat akan tetap jadi penghianat.” Satu alis Devan terangkat, penghianat? Penghianat apa? Dirinya tidak mengerti itu.

“Maksud lo apa Bay? Gue gak ngerti,” ucap Devan, laki-laki itu menatap Rasya meminta jawaban, tetapi perempuan itu menggeleng pertanda tidak tau.

“Jadi sekarang lo berdua mau main drama di depan gue? Sorry, gue gak minat. Gak usah pura-pura gak tau, gue tau semuanya Dev, Sya. Lo berdua, main api di belakang gue, lo pikir gue gak tau? Gue tau.” Rasya menggeleng kuat, itu sama sekali tidak benar.

“Gue sama Rasya gak pernah, main api di belakang lo, Bay,” jelas Devan. Abay melemparkan ponselnya pada Devan, laki-laki itu dengan sigap menangkapnya. Dalam ponsel itu, terlihat foto dirinya dan juga Rasya yang sedang berpelukan, saat beberapa waktu lalu di kampus, saat dirinya menolong Rasya dari Satria. Lalu foto kedua, Devan yang memegang kedua bahu Rasya, dan yang ketiga, foto saat Rasya memegang tangannya, saat di cafe tadi. Lalu foto terakhir, foto Rasya dan Devan yang saling tersenyum dan bertatapan satu-sama lain. Rasya menggeleng kuat, itu sama sekali tidak benar. Perempuan itu mendekati Abay dan memegang tangannya, Rasya menggeleng kuat.

“Lo salah paham, Bay, gue sama Devan gak pernah main api di belakang lo, Bay.” Abay melepaskan tangan Rasya dan mendorongnya kuat, hingga terjatuh di samping, Devan. Laki-laki itu membantunya berdiri.

“Bay, apa yang Rasya bilang benar Bay, gue sama Rasya gak pernah menghianati lo.” Abay tertawa mendengar penjelasan mereka berdua.

“Kalian pikir gue percaya? Enggak sama sekali.” Rasya mendekati Abay, memegang tangannya kuat.

“Lo salah paham, Bay. Gue bisa jelasin semuanya,” pinta Rasya, tetapi Abay tidak mendengarkan itu. Abay mendorong Rasya kuat, hingga kepalanya terbentur pilar lagi, bahkan sekarang lebih parah, luka perempuan itu mengeluarkan darah yang banyak.

BOY 2 : Hiraeth (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang