Antara ingin menjaga dan cemburu itu memang beda tipis, dan Theodoric jelas saja tidak tau dirinya ada di sisi yang mana. Ia selalu berdalih bila Jeifanya adalah gadis yang sudah ia anggap sebagai adik, jadi ia harus menjaganya dari apapun, namunㅡbila seperti itu, kenapa tiap bercumbu dengan Seulgi yang muncul adalah wajah gadis itu?
Maksudnya ... itu tidak wajar, bukan? Mana ada seorang kakak yang membayangkan adiknya disaat seperti itu?
Lantas, si lelaki Lee itu kini tengah termenung di kamarnya sembari memeluk boneka kelinci pink pemberian Jeifanya sewaktu ia menginjak usia 16 tahun dulu.
Kepalanya pusing, penuh dengan Jeifanya.
Berminggu-minggu pun berlalu seperti itu, namun Theodoric selalu berusaha menjadi se-normal mungkin ketika dihadapkan langsung dengan penyebab utama kegundahannya. Ia hanya tidak ingin Jeifanya merasa tidak nyaman, sebab gadis itu juga bisa dibilang sangat ketergantungan padanya.
Lalu benar saja, ketika hari masih pagi, gadis itu datang ke kost-nya dengan raut wajah muram yang berhasil membuat Theodoric kebingungan.
"Iyoo, gua mau mati ajaaa!" Jeifanya membantingkan dirinya ke atas tempat tidur Theodoric dan menenggelamkan diri pada boneka kelinci pink yang baru saja dilaundry minggu lalu.
Theodoric duduk di pinggiran lalu bersandar pada headboard dan bertanya, "Kenapa sih lo??"
"Kahdksnhdjsks kshdjks kshhdks kahdjskkㅡ
"Etdah ni anak mabok apa gimana sih?"
Satu menit berlalu dan Jeifanya masih pada posisinya, namun perlahan bahu gadis itu bergetar seiringan dengan isak tangisnya yang terdengar.
"Lah?"
"Jeii kenapa sih anjritt??" Panik Theodoric, ia pun menepuk-nepuk kepala gadis itu pelan.
Sekon kemudian Jeifanya mengubah posisinya menjadi duduk dengan wajah yang sudah dibanjiri air mata dan juga errrrㅡingus.
Theodoric lantas mengambil tissue yang ada di atas nakasnya lalu mengusap wajah Jeifanya penuh afeksi, ia sejujurnya kalau sedang di situasi berbeda pasti sudah tertawa lalu memotretnya untuk dimasukkan ke dalam album 1000 aib jeifanya natusha yang ada di flashdisknya.
"Coba cerita pelan-pelan jeii."
"Janji lo jangan ngetawain yaa?"
"Iyaaiyaa."
Jeifanya menarik nafas lalu mulai bercerita, "Tadi pagi tuh kan gua ada kumpulan sama anak theater yaa, dan semua tuh awalnya fine-fine ajaa. Terusㅡ
"Apa?"
"Terus gua jatohhh, keserimpet sama kabelll." Gadis itu cemberut.
Dibandingkan menertawakan, reaksi Theodoric malah berubah menjadi khawatir, "Hah? Terus lo ada luka gak?"
"Ish gapapa kok, cuma gua malu aja iyooo, tadi banyak kating juga disanaaa, dan gua diketawainnn!!"
Theodoric terkekeh pelan lalu menjitak jidat gadis itu, "Lo tuh biasanya juga malu-maluin jeiii!"
"Lo menyebalkan."
"Halah nyebelin gini juga lo kalau ada masalah larinya ke guaa," Ujar Theodoric dan ditanggapi cengiran oleh Jeifanya.
"Terus lo ngapain kesini? kumpulannya udah selesai?"
"Gua disuruh pulang sama si dean..."
"??"
"Gua tadi mimisan tapi dikitttt kokk, terus lututnya juga berdarah..."
"Dan mereka ngetawain pas liat lo kaya gitu?" Mata Theodoric memincing tajam, ia paling tidak suka pada manusia yang tertawa di atas penderitaan orang. Ah, sesungguhnya ia juga tau bagimana orang-orang theater pada Jeifanyaㅡanggota mereka yang kebanyakannya perempuan itu memang seringkali membuat masalah atas dasar rasa iri. Makanya Theodoric jadi sekesal ini disaat tadi merasa biasa-biasa saja.
"Wajar kok??"
"No, itu gak wajar. Kalo kondisi lo gapapa dan mereka ngetawain baru itu wajar. Sekarang jujur ke gua, lo tadi juga nangis karena alasan itu kan??"
...
"Mereka emang gak pernah berubah ternyata."
"Iyooo, lo jangan marah-marah lagi ya sama merekaa, gua juga pengen punya banyak temen cewek selain ugii.." Jeifanya memegangi ujung kaus yang Theodoric pakai.
"Fine, gua enggak bakal marah tapi dengan satu syarat."
"Apaaa?"
"Kalau mau ikut kumpul ataupun mulai latihan-latihan theater lo harus bareng gua."
"Yang ada nanti gua makin disebelin donggg??"
"Kalo gua doang mah mereka juga udah tau seluk beluknya. Gabakal berani mereka jahatin lo lagi."
Jeifanya menghela nafas panjang lalu mendekat ke arah sahabat lelakinya itu dan memeluknya dari samping, "Pengen tiduur, pusingg."
"Kakinya udah diobatin belum??"
"Udah pas di jalan." Gadis itu menyamankan diri di dalam pelukan Theodoric dan mulai memejamkan matanya, sementara sang empunya tengah mati-matian berusaha menahan degup jantungnya yang mendadak terasa ribut.
"Moga lo mimpi jadi pensil inul ya jei," bisik Theodoric di telinganya dan langsung dihadiahi cubitan di perut.
Theodoric tertawa lalu membenarkan posisi tidurnya agara Jeifanya bisa benar-benar merasa nyaman.
"Lo pake parfum yang gua kasih ya?" Tanya Jeifanya pelan, dengan mata yang terpejam.
"Iyaa."
"Iyooo..."
"Apaaa?"
"Makasih..."
Bagi Theodoric, suara jarum jam yang berputar di ruangannya itu jadi terasa nyaring setelah Jeifanya mengucapkan kata terimakasih dengan suara lembutnya.
"Sama-sama..."
Semuanya semakin terlihat tidak waras kala si Lee melayangkan kecupan di dahi Jeifanya dengan durasi yang cukup lama.
...
Dan Theodoric hanya harus menemui jawaban atas semuanya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.