8 tahun yang lalu, sekolah menengah pertama.
Hari itu hujan, Jeifanya menunggu sang Mama menjemput di pos satpam seorang diri. Bosaaan sekali, tapi karena hujan mood-nya jadi tidak begitu buruk.
Hujan di sore hari itu hal yang paling menenangkan, ia suka.
Pandangan si cantik berseragam putih biru itu mengedar ke arah sekitarnyaㅡyang mana ternyata sudah sepi sekali. Di parkirannya saja hanya ada satu mobil dan empat motor milik guru, bahkan anak-anak yang eskul pun hari ini serempak libur. Entah karena apa itu.
"Iyo segala sakit sih ah, gak bisa pulang cepet jadinyaa" dumelnya, sebal.
Karena biasanya ia memang pulang dengan Theodoricㅡpakai sepeda ataupun naik kendaraan umum.
Jeifanya menangkup pipinya yang cukup tembam itu dengan kedua tangannya, "dingiiin"
"I hate you so much dad, why did you transfer me to this ugly school?? Anak-anaknya rese. Kampungan. Enggak berkelas!"
Telinga Jeifanya cukup jelas mendengar suara keluhan sekaligus hujatan itu, alhasil ia pun celingukan mencari asal suara tersebut.
Ah, ternyata itu anak lelaki pindahan yang sempat menggemparkan kelasnya kemarin. Dia sekarang duduk di gazebo samping pos satpam.
"Today they even mocked me because I was wearing a prada bag, they said it's fake!"
"Wew prada.." lirih Jeifanya, ia memang tidak begitu pandai berbicara bahasa Inggris tapi ia pandai dalam mengartikannya.
Obrolan si 'unknown' dengan seseorang di seberang telepon sana pun ia simak dengan baik dari pos satpam.
"Whatever, I want to just run away from home. I'm going to sell this phone and freak you out, dad!"
Karena tidak mendengar lagi suara itu, Jeifanya pun berdiri dan mengintip dengan cara bersembunyi di balik tembok pos satpam.
Anak lelaki itu sekarang sedang memeluk lututnyaㅡ kelihatannya sedang menangis juga? Entahlah, di otak Jeifanya begitu perkiraannya.
"Samperin enggak ya? Tapi kata iyo anak itu jutek..."
Sekon tadi ragu, maka sekon berikutnya Jeifanya sudah lari menerobos hujan untuk menghampiri anak lelaki itu.
"Permisiii, aku duduk disini ya? Oh iya boleh, makasihh"
Kepala anak lelaki itu pun terangkat, "Who allowed you to sit next to me?"
"Me and my self" jawab Jeifanya dengan pengucapan yang amat sangat lokal.
"Btw kenalin, aku Jeifanya dari kelas 7A. Kamu Jayden kan? Si anak baru yang jutekㅡenggak, maksudnya yang ganteng itu??"
Jayden melirik sinis ke arah tangan Jeifanya yang terulur. Mood-nya sedang jelek untuk meladeni satu orang aneh dari sekolah jelek ini.
Karena tidak kunjung mendapatkan balasan, Jeifanya pun menarik tangan Jayden.
"Nah, kita sekarang udah kenalan. Oh ya, kamu kenapa belum pulang? Belum dijemput sama mobil mahal kamu itu ya?"
"none of your business, pergi sana."
"Enggak mau tuuuh, aku bosen nunggu mama sendirian. Jadi lebih baik disini, kan ada kamu yang nemenin."
Oke. Jei-flirty memang sudah ada sejak ia embrio, tidak heran lagi kalau kini anak itu sudah berkata manis semudah itu pada Jayden yang baru dikenalnya. Apalagi Jayden ini tampan, ya Jeifanya mana bisa jaim-jaim sih?
"Annoying."
"Noo, bukan annoying. Jeifanya itu elegant and fantastic and beautiful!"
Sungguh. Pelafalan bahasa Inggris Jeifanya sangat lucu. Jayden baru mendengar yang begini.
"Apa sih.."
"WOW WOW! Lesung pipi!!" Heboh Jeifanya sewaktu melihat lesung pipi Jayden yang nampak saat ia tersenyum.
"Why?"
"Ganteng bangettt, Jayden ayo senyum lagii!"
"Gamau."
Jeifanya cemberut, "Sayang banget..."
"Sayang?"
"Apa?"
"Eh?"
...
Detik selanjutnya Jeifanya tertawa, "HAHAHAHHAH, Jayden lucuuu bangett kupingnya meraaah!!"
Jayden memalingkan wajahnya ke sembarang arah. Apa-apaan anak perempuan ini??
*
Hujan, gazebo, dan perkenalan.
Jayden selalu ingat itu semua. Meskipun pada akhirnya Jeifanya pergiㅡdan kembali asing dengannya. Tapi kepingan memori tentang gadis itu selalu ia ingat.
Kini hal tersebut terulang lagi, padahal dirinya sudah lupa tentang bagaimana sedihnya ia di hari kelulusan SMP saat melihat Jeifanya yang sama sekali tidak melihat ke arahnya.
Ia kembali ditinggalkan.
Munafik rasanya jika dibilang ia hanya menganggap Jeifanya teman perempuannya yang asyik diajak bicara dan main, karena nyatanya jauuuuh di dalam hatinya ia masih saja menyimpan nama Jeifanya sebagai kepingan penting yang ia labeli cinta pertama.
Ah, ini terkesan picisan sekali!! Tapi Jayden jujur!
Meskipun hari-hari setelah hujan, gazebo, dan perkenalan itu Jeifanya bersikap biasa saja (plus suka menggodanya)ㅡia masih saja diam-diam berharap Jeifanya akan menjadikan dirinya seperti Theodoric yang selalu ia andalkan. Nyatanya tidak.
Jayden tidak se-penting itu untuknya.
Benar kata orang, Jeifanya hanya membutuhkan Theodoric sepanjang waktu meskipun ia punya beberapa laki-laki lain.
"Ngelamun lagi, ngelamun terus."
Jayden menoleh. Ternyata itu Jean, adik sepupunya.
"Nyampe disini kapan?"
"Sejak lo nyalain tv tapi tv yang nontonin lo"
Jean pun duduk di samping Jayden, "Lagi ada masalah apa sih?"
"Gaada tuh."
"Dih pelit cerita."
...
"Oh iya bang, kemarin gua ketemu kak ugi. Dia katanya mau ketemu sama lo, udah ketemu kah?"
"Udah tadi di kampus"
"Kalian balikan?"
"Enggak."
"Kenapa? Kak ugi baik kok, dia jajanin gua mulu"
Jayden berdecak, "murahan banget lo, dijajanin dikit udah bisa cap orang baik."
"Yee sensi amat sama mantaan!"
Hening. Keduanya tidak ada lagi yang mengeluarkan suara. Jean yang memang pada dasarnya tidak banyak omong itu jelas saja tidak masalah dengan keheningan diantara ia dan kakak sepupunya itu. Hanya saja ... Jean sedikit khawatir karena Jayden tidak biasanya kelihatan murung begini.
Mana bukan satu hari dua hari pula!
"Lo tau gak sih bang? Sharing is caring..."
"Jangan maksa."
Jean mencibir, "Dih."
[J. 12222 - 20:22]

KAMU SEDANG MEMBACA
J. [discontinue]
Casuale[au'ven : 01] [taesoo/jaesoo] 𝐚𝐧𝐝 𝐢'𝐦 𝐤𝐢𝐬𝐬𝐢𝐧𝐠 𝐲𝐨𝐮 𝐥𝐲𝐢𝐧𝐠 𝐢𝐧 𝐦𝐲 𝐫𝐨𝐨𝐦 𝐡𝐨𝐥𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐲𝐨𝐮 𝐮𝐧𝐭𝐢𝐥 𝐲𝐨𝐮 𝐟𝐚𝐥𝐥 𝐚𝐬𝐥𝐞𝐞𝐩 𝐚𝐧𝐝 𝐢𝐭'𝐬 𝐣𝐮𝐬𝐭 𝐚𝐬 𝐠𝐨𝐨𝐝 𝐚𝐬 𝐢 𝐤𝐧𝐞𝐰 𝐢𝐭 𝐰𝐨𝐮𝐥𝐝 𝐛𝐞 𝐬𝐭𝐚𝐲 𝐰𝐢𝐭�...