23. Asha, sayonara!

78 11 0
                                    

Lentera mempercepat langkahnya, ia berlari kecil diikuti oleh Kanaya dari belakang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lentera mempercepat langkahnya, ia berlari kecil diikuti oleh Kanaya dari belakang. Saat mereka hampir sampai di depan kamar Abian, mereka melihat dua sosok laki-laki tinggi yang juga memakai seragam yang sama dengan mereka.

Liam dan Orion, mereka lebih dulu sampai. Dugaan Lentera sejak awal benar, mereka sudah pasti membolos sekolah dan menemui Abian, karena sejak pagi tadi Lentera hanya melihat batang hidung Liam satu kali saat dikantin lantai atas.

Bersama dengan Weny, mereka bertiga duduk di kursi putih panjang dekat lorong. Seperti sedang menahan tangis, Lentera perlahan mendekati mereka.

"Ada apa?"

Ketiga nya menoleh bersamaan. Wajah Weny sembab dengan hidung yang sedikit memerah, juga disana ada Liam dan Orion yang hanya terdiam.

Weny membawa Lentera kedalam pelukkannya, Kanaya yang sejak tadi berada di sebelah kanan Lentera memilih untuk bergabung dengan Liam dan Orion, agar bisa memberi ruang untuk Lentera juga Mama dari Abian.

"Gimana keadaan Ian, Ma?" tanya Lentera.

"Memburuk." jawab Weny disela-sela isakannya.

Lentera mengeratkan pelukkan mereka. "Apa Mama ikhlas kalau memang Abian harus pergi?"

"In sya Allah, ikhlas. Kita juga bukan pemegang kenali atas hidup dan matinya seseorang, kan?"

Entah sejak kapan pipi Lentera sudah dibasahi oleh air mata.

"Maka dari itu, Tera juga harus ikhlas. Mama tau, Tera belum puas kan main sama Abi?" kekeh Weny kecil sambil memaksakan senyumnya.

"Asal Tera tau, Abi udah seneng banget bisa dekat sama Tera walaupun dengan waktu yang singkat." Weny mengangguk, menjeda kalimatnya. "Bisa nyoba untuk ikhlas?"

Lentera mengangguk kaku.

"Kalau gitu, masuk sayang. Kasih senyuman cantik kamu depan Abi, dia sayang banget sama kamu." ucap Weny membuat Lentera menggigit bibir bawahnya menahan isak.

Sebelum Lentera benar-benar memasuki kamar 212, ia melirik kearah Liam, laki-laki itu hanya mengangguk kecil sambil tersenyum.

Sakit, hati Lentera sakit melihat Abian benar-benar tak berdaya. Baru kemarin ia mengajaknya keluar untuk menikmati angin sore di taman.

"Asha disini, Yan." lirih Lentera saat ia sudah berada di samping brankar Abian.

"Hey," sapa Abian lemah. "Kenapa gak sekolah, hm?"

"Jam kosong," kata Lentera.

Abian memaksakan untuk tersenyum dihadapan Lentera saat kepalanya merasa kesakitan tak berpenghujung.

"Yang mana yang sakit? Nanti biar Asha yang marahin penyakitnya karena udah berani deketin Ian."

Abian menggeleng. "Nggak ada."

LENTERA [Completed]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang