"Bang, lo dimana?"
"Gue udah balik duluan, lo pulang nya nebeng kawan lo aja."
"Katanya Naya ada perlu, jadi dia gak bisa nganter gue."
"Mager gue mau ke sekolah lagi."
"Lo mah bego malah balik duluan, jemput gue gak mau tau!"
"Males, capek. Naik ojol aja."
"Woi, lo-" belum sempat Lentera menyelesaikan kalimatnya, panggilan telepon itu sudah lebih dulu diputuskan oleh Liam sepihak.
Lentera berdecak, sekolah sudah sepi, hanya menyisahkan beberapa siswa/i yang mengikuti ekstrakurikuler, Lentera dan Kanaya sempat tertidur di perpustakaan pada jam pelajaran ke enam dan ke tujuh.
Mereka di bangunkan oleh Ibu Windy penjaga gedung perpustakaan, hampir saja mereka terkunci dari luar jika Ibu Windy tidak mengecek kembali ruangan perpustakaan itu.
"Aplikasi gue kok gak ada sih, aah males banget." decak gadis itu sebal.
Lentera menatap layar ponsel nya dengan fokus, ia mulai mencari-cari aplikasi ojek online, dan dengan segera ia men-download nya. Kaki jenjang nya melangkah pelan ke arah halte yang berjarak sekitar sepuluh meter dari SMA Global Surya.
Sinyal Lentera saat ini tidak terlalu bagus, membuat memperlambat kenaikan angka pengunduhan dari aplikasi itu.
Lentera menduduki bokongnya pada kursi besi memanjang itu, ia mengayunkan kaki nya yang tidak tersentuh tanah. Lentera menatap kosong jalanan yang mulai sepi, air mata yang sejak tadi ia tahan kini mulai membasahi pipi mulus nya.
"Gue salah apa, Lun?"
"Harus banget, ya, lo sama Raka?"
Lentera memejamkan matanya cukup lama, rasa perih menjalar sampai ujung kepala, sebab itu Lentera tak suka menangis, ia benci menangis. Itu hanya akan membuat ia menyiksa dirinya sendiri.
Lentera mengusap air matanya kasar, ia bukan perempuan lemah, bukan. Ia kuat, sangat kuat. Ia berjanji akan bangkit dari masalah ini, ia tak akan depresi hanya karena lelaki yang tak pernah bersyukur.
Pikiran konyol terlintas dikepalanya.
"Emang bener, ya? Gak ada sahabat yang benar-benar sahabat?" batinnya.
Bunyi klakson membuat lamuman Lentera terhenti, mobil sedan hitam itu mendekat ke arah Lentera, dada nya berdegup kencang saat kaca jendela itu di buka, menampilkan sosok Abian disana yang masih mengenakan seragam sepertinya.
"Tuan puteri, belum pulang? Nunggu apa?" tanya Abian.
"Ahh iya nih, Pak. Lagi nunggu keajaiban." jawab Lentera sambil menggaruh tengkuknya yang tidak gatal.
"Pak?"
"Iya, Bapak Negara. Ehh nggak, becanda aja gue." merasa awkward Lentera membuang arah pandang nya ke sembarang arah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LENTERA [Completed]✅
Teen Fiction[JUARA HARAPAN 5 dalam event Writora: bulan kelahiran 2021] Sejak malam itu, Lentera menghapus nama tengah dari kehidupannya. Gadis penyuka kopi espresso itu pun masih belum bisa berdamai dengan pemeran utama di keluarga nya. Terlalu sakit untuk di...