Third : Shoot!

533 90 17
                                    

Ballroom mewah dengan nuansa biru gelap itu terlihat ramai. Orang-orang berpakaian formal duduk di kursi yang mengelilingi meja-meja berbentuk bundar itu.

Di bagian depan ballroom, tepatnya diatas panggung kecil itu, terdapat sepasang kakak-beradik yang sedang menampilkan sesuatu.

Yang perempuan- sang kakak, sedang bermain biola bersama yang laki-laki- si adik yang bermain keyboard elektronik.

Semua mata tertuju pada keduanya. Mereka terhanyut oleh lantunan irama yang indah itu.

Di salah satu meja, sepasang suami-istri tersenyum bangga menatap buah hati mereka.

"Mereka anak kalian?" tanya rekan yang berada disamping meja mereka.

"Ya." jawab sang istri sekenanya lalu kembali menatap dua duplikatnya diatas panggung.

Selang beberapa menit, irama itu berhenti. Suara tepuk tangan menggema hingga ke sudut ruangan. Kakak-beradik itu berdiri, bergandengan tangan lalu menunduk sembilan puluh derajat. Setelah itu mereka kembali ke meja dimana ibu mereka berada, sedangkan sang ayah naik ke panggung untuk memberikan sambutan.

"Eomma eomma! Gimana penampilan kita?" Salsa bertanya dengan antusias setelah membantu adiknya duduk diatas kursi yang cukup tinggi itu.

"Luar biasa, kalian memang hebat!" eomma mengelus pucuk kepala kedua anaknya.

"Eomma, itu appa lagi ngapain?" Nufa menatap appa yang sedang memberi sambutan di atas panggung.

"Itu, appa ngasih kata sambutan buat tamu-tamu yang ada disini." jawab eomma.

"Wah, appa kelen ya eomma!" Nufa memperhatikan appa dengan mata berbinar. Biarpun ia tak mengerti apa yang diucapkan sang appa, tapi dimatanya appa terlihat sangat keren.

"Silakan menikmati hidangan yang disajikan." ucap appa sebelum kembali ke meja tempat keluarganya berkumpul.

"Appa keren banget, ya kan Nunu?" Nufa mengangguk cepat membalas ucapan Salsa.

"Aduh, jangan begitu. Appa jadi malu." Eomma merotasikan matanya dan mencubit lengan appa.

"Mau mam sekarang?"

"Mau!"

•••

"Nunu mau bawa! Nunu mau bawa!"

"Pelan-pelan ya." Eomma menyerahkan sepiring makanan untuk Nufa, yang langsung diterima dengan hati-hati.

Nufa berjalan mengikuti Salsa kembali ke meja mereka, namun seseorang tiba-tiba menghalangi jalan Nufa.

"Eits! Pelan-pelan, adik manis." ucap orang itu yang membuat alis Nufa menukik.

"Kan kamu yang ngalangin jalan Nunu, kenapa Nunu yang diculuh pelan-pelan? Halucna kamu yang liat-liat jalan, padahal kan Nunu jalan nda jauh dibelakang noona." sewot Nufa, untung saja suasana sangat ramai jadi suara Nufa tidak terlalu mendominasi.

"Memang ini, ngalangin jalan orang. Adek kecil mau kakak bantu?" Seseorang dengan rambut pirang datang dan mendorong pundak orang yang menghalangi jalan Nufa tadi.

"Nda usah, Nunu bisa cendili." Nufa kembali berjalan mengikuti sang noona yang sudah menunggunya di meja mereka.

"Eh, tungguin dong adek kecil!" Yang rambut pirang menyusul Nufa, meninggalkan seorang anak lainnya yang tersenyum masam.

Panorama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang