Chapter 6. Ditabrak?

106 21 1
                                    


Raden mengendarai motor besarnya dengan kecepatan tinggi membelah kota Jakarta pada saat malam hari ini. Jalanan ramai, ada banyak kendaraan yang lewat. Namun pandangan Raden kosong, bahkan dia tak sadar jika dia mengendarai motornya ini dengan sangat ugal-ugalan. Aneh, bukan?

Itulah kenyataannya, entah mengapa pikiran cowok itu kosong. Sudah setengah jam dia berkeliling di jalan dan tak tahu mau kemana.

Dia hanya ingin keluar dari rumah itu, entah dimana akhirnya dia sekarang.

Raden dapat merasakan bahwa kulitnya terkena air dari atas langit. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan membasahi kota ini. Biarlah dia kehujanan, mungkin hal ini bisa membuat penatnya sedikit hilang. Dugaan Raden benar, selang beberapa menit tadi, sekarang hujan deras pun turun dari langit.

Raden tak ingin berteduh, dia terus mengendarai motornya. Kali ini tak ugal-ugalan, dia mengendarai motornya dengan pelan.

•••
Sementara itu, seorang gadis cantik sedang kelimpungan di tempat. Dia menepuk keningnya beberapa kali karena lupa membawa payung dari rumah. Ia menunduk  melihat sebuah keresek hitam yang ia bawa, ini nasi bungkus untuk makan malamnya hari ini, namun sekarang dia malah terjebak dalam hujan deras.

Sedikit informasi, Mamah Alea pergi ke rumah neneknya. Sedangkan ayahnya pergi ke luar kota. Entah beberapa kali ayahnya itu pergi dan balik keluar kota, Alea tak ambil pusing dengan hal itu.

Alea menggigit bibir bawahnya, sekarang bagaimana? Apakah dirinya harus menerobos hujan ini?

Saat ini dia berada di perempatan jalan raya, dia berteduh di salah satu toko kue yang sedang tutup. Tak ada pilihan lagi, dia segera menyeberang jalan ini kemudian memasuki gang perumahan rumahnya. Namun ketika dia berada di depan sebuah pohon besar, Alea sangat terkejut ketika sebuah motor menabraknya sehingga ia tersungkur di tanah. Sontak keresek hitam yang ia genggam erat sedari tadi kini terbuang entah kemana.

Gadis itu terjatuh di jalan aspal ini, dia sadar, hanya saja lututnya terasa sakit sehingga ia tak bisa menggerakkan kakinya untuk berdiri.

Samar-samar dia melihat pengguna motor itu berjalan kearahnya, Alea jadi membuka matanya.

"Gapapa?"

Alea menggeleng, bukan orang itu yang menggangu pikirannya, namun suaranya yang sedikit familiar di telinganya. Walaupun suara hujan ini sangat memenuhi telinganya, namun suara bass cowok itu juga mengganggu telinganya.

"Gue bantu!" Lelaki itu mengulurkan tangannya kepada Alea. Alea menggeleng tidak mau, dia berusaha berdiri sendiri tanpa bantuan orang itu.

Lelaki di depannya tertawa, "Aduh mbak, udah dibantuin kok ngeyel, gue bukan penjahat kali."

Alea mendongak, namun tak lama ia menunduk karena matanya terkena air hujan. Dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk berdiri, namun yang ada malah rasa sakit di kakinya bertambah. "Punya mata tapi matanya nggak dipakai, buat apa coba?!" Gerutu Alea.

"Sini." Cowok itu membantu Alea berdiri, akhirnya Alea pun menyetujuinya, lagipula tak ada waktu menolaknya. Yang membuat Alea terkejut tiba-tiba dia menggendong Alea ala bridal style. Alea memberontak, ternyata lelaki itu membawanya pada kursi panjang di bawah pohon rindang ini.

Alea menunduk, saat ini dia terduduk di kursi tersebut. Lelaki itu juga berada di sebelahnya. Saat dia hendak berdiri, lelaki itu mencegahnya dengan mencekal pergelangan tangan Alea.

Dia semakin mendekati nya, sehingga membuat Alea bergidik ngeri.

"Gue tau itu lo, Alea." Bisik lelaki itu tepat di telinga Alea.

El, Al & Ed (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang