Chapter 10. Bulpen Ghea

73 21 0
                                    


Raden dan Bara menjadi sorotan mata saat memasuki area sekolah. Para gadis pun memekik kegirangan ketika pagi-pagi ini sudah disuguhkan dengan pemandangan yang sangat indah itu. Raden hanya memasang wajah flat khas andalannya, sedangkan mata Bara juga kemana-mana. Dia sedikit tebar pesona, tapi tak akan berpaling dari sang kekasihnya. Ketampanannya ini memang tak kalah dari Raden, keturunan keluarga dari kakeknya memang benar-benar bibit unggul.

Pacar Bara satu sekolah dengannya, ia pindah kesini ini demi Edgar. Iya, sepupunya ini sungguh terlalu terburu-buru ingin ia sekolah disini. Dia jadi berpisah dengan sang kekasihnya, sungguh menyedihkan.

Aaaaak! Itu siapa yang disamping Raden?!

Gila ganteng juga ya!

Kayaknya anak baru nggak sih?

Radennnn uwuu

Mukanya Raden ganteng banget parah!

Bara tersenyum bangga, nggak disana nggak disini, dia selalu saja dipuji tampan. Ah, memang nggak pernah mengecewakan. Dia mendekati telinga Raden. "Kalau lo ngaku gue ini sepupu lo, pasti nggak ada yang curiga. Soalnya dulu mereka juga nggak tau kalau Elgar punya sepupu, apalagi kembaran."

Raden melirik Bara kesal, dia memukul lengan cowok itu, "Maksud lo gue nggak diakui?"

"Hm, bisa dibilang gitu sih." Bara tertawa kecil, dia merangkul pundak Raden yang lebih tinggi darinya. Bara memang tak terlalu tinggi, atau memang Edgar yang ketinggian. Walau wajah Edgar dan Elgar mirip, namun Bara bisa membedakan keduanya karena Edgar yang paling tinggi daripada Elgar.

Raden tak menanggapi perkataan Bara, dia memasukkan kedua tangannya di saku celananya. Seragam nya dikeluarkan, dua kancing atas terbuka sehingga sedikit menampilkan kaos putih yang ia pakai, serta rambutnya yang selalu acak-acakan membuat Raden di cap sebagai bad-boy.

Keduanya mulai menaiki tangga, Raden dan Bara sudah berada di koridor. Banyak para gadis yang meneriaki keduanya, namun mereka berdua tak menanggapi mereka. Sejak Raden bersekolah disini, kata para gadis Raden adalah cowok terganteng.

Langkah Raden berhenti, membuat Bara ikut memberhentikan langkahnya juga. "Kenapa anjir, kelasnya udah sampai? Ta-tapi ini kan toilet?" Bara bergumam sendiri, dia tak sadar jika Raden sudah jauh darinya.

Raden berhenti lagi, matanya memanas ketika melihat Alea berjalan beriringan dengan cowok lain. Tangan kanannya mengepal erat, dia menghampiri kedua remaja itu yang memberhentikan langkahnya.

"Hai Al." Raden berusaha untuk tersenyum menyapa Alea.

Alea memutar bola matanya jengah, namun cowok disebelahnya itu menautkan kedua alisnya. "Raden kan? Maaf, boleh masukin seragamnya nggak?"

"Terserah gue." Cuek Raden.

"Yang penting gue udah ngingetin, ntar kalau ketemu sama guru beda lagi." Ujar Devano, dia membenarkan kacamata nya. Mulai hari ini dia memakai kacamata karena matanya itu rabun dekat.

"Dih sok ngatur, cuman ketua osis aja bangga,"

Alea memukul lengan Raden, "Kalau bicara yang sopan."

Devano tersenyum, "Gapapa Al, kalau gitu aku duluan ya. Kamu ikut atau disini aj—"

"Gue ikut." Potong Alea.

Devano sedikit terkejut, ini adalah pertama kali Alea menerima ajakannya. Sungguh benar-benar hari yang indah. Apalagi ketika gadis itu menggandeng tangannya dan menyeretnya melangkah maju.

Raden melongo, dia melihat Alea dan Devano yang berlalu dari hadapan nya dengan berjalan beriringan sembari bergandengan tangan. Dia menghela nafasnya gusar, ingin sekali tangannya meninju orang dan melampiaskan amarahnya.

El, Al & Ed (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang