Part 9 - Keputusanku

10 0 0
                                    

Kadang Allah datangkan luka dan obat secara bersamaan. Luka dengan segala sakitnya dan obat sebagai penawarnya

Maymanah Azeeza

Besok adalah hari keberangkatan Azam ke Kairo. Dia pergi membawa begitu banyak luka dan cinta. Perasaan tidak adil sempat menyergapku setelah pertemuanku dengan ibunya beberapa hari yang lalu. Tapi sudahlah, mengikhlaskan akan jauh lebih indah. Telah ku putuskan untuk membiarkannya pergi dan akan ku teruskan hidupku kembali. Tanpa harapan dan rindu seperti dulu. Berjalan bersama namun saling berlawanan arah. Sulit pasti, tapi akan lebih sulit jika hatiku tak ku paksakan. Perlahan tapi pasti.

Ku baringkan tubuhku di kasur, berniat tidur lebih awal agar aku bisa melaksanakan sholat tahajud dan sholat malam lainnya.

Tok tok tok

"Sayang, Bunda boleh masuk?"

"Boleh Bunda, masuk aja nggak Mayza kunci kok" Ku urungkan niatku untuk tidur. Duduk dan bersandar pada sandaran kasur dengan bantal yang ku dekap.

Bunda berjalan menghampiriku, mengambil duduk tepat dihadapanku. Menatapku lekat seakan ada banyak hal yang ingin beliau sampaikan.

"Tumben Bunda belum tidur. Biasanya Bunda habis isya' kan udah tidur"

"Bunda belum ngantuk, masih ingin mendengar cerita anak Bunda" Memang akhir-akhir ini aku jarang sekali bercerita kepada Bunda tentang apa yang aku alami. Bagaimana aku bercerita jika yang aku alami saja tak ingin aku rasakan kembali. Terlalu sakit sampai aku tak ingin Bunda ikut merasakannya jika mendengarkan ceritaku nanti.

"Sayang. Bunda boleh nanya nggak?"

"Boleh dong Bunda. Mau nanya apa Bun?"

"Mayza udah punya jawaban belum buat CV taaruf dari nak Fawwaz?"

"Hmmm, belum Bunda. Mayza merasa bersalah sama Fawwaz sampai sekarang belum ngasih jawaban"

"Sini tidur di pangkuan Bunda" Langsung ku baringkan kepalaku di pangkuan Bunda. Rasanya nyaman sekali.

"Mayza, mungkin Allah SWT sudah menunjukkan jawaban buat kamu. Tapi kamu yang belum mau membuka hati untuk melihat itu. Bunda cuman mau ngasih tau kalau Fawwaz itu anak yang baik dan yang paling penting taat beragama. Bunda juga melihat kalau Fawwaz sungguh-sungguh sama niatnya mengkhitbah kamu. Ayah sama Bunda nggak maksa Mayza kok, semua keputusan tergantung sama kamu. Minta petunjuk dari Allah SWT"

Rasanya perkataan yang diucapkan Bunda menampar egoku seketika. Benar kata Bunda, bagaimana aku tau jawabanya jika hatiku saja enggan terbuka untuknya. Bagaimana aku tau jawabanya jika yang ku fikirkan hanya dia. Allah tak mungkin memberi luka tanpa ada obatnya. Mungkin Fawwaz adalah obat yang ditakdirkan oleh Allah SWT sebagai penyembuh lukaku.

💨💨💨

"Mayza, tolong telfon Ayah kamu udah sampai mana?"

"Siap Bunda"

Tak ada lagi percakapan setelah itu. aku yang sibuk menelfon Ayah dan Bunda yang sibuk dengan peralatan perangnya di dapur. Malam ini keluarga Fawwaz akan datang. Ya, aku memutuskan menerima ajakan khitbah Fawwaz setelah memantapkan hati dan meminta petunjuk dari sang maha memberi petunjuk. Bunda dan Ayah sangat bahagia ketika aku menyampaikan keputusanku. Beban Ayah akan berkurang satu. Beliau sampai rela mengambil jatah libur tahun depan agar bisa menyaksikan semua prosesku sampai selesai.

Jika ditanya apakah aku sudah move on, tentu jawabanya belum. Aku sedang berusaha sekarang, tidak dengan berusaha melupakannya tapi aku memilih berusaha mengikhlaskan secara perlahan agar ketika nanti Allah SWT mempertemukanku dengannya lagi, kita sama-sama dalam keadaan baik dengan kebahagiaan masing-masing.

Imam Sholat MayzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang