Bagian sepuluh

1.2K 140 11
                                    

Sejak awal, hubungan Ni-ki dan Sunghoon jauh dari kata buruk. Hubungan mereka benar-benar definisi dari 'Tuhan ini yang aku maksud', alias hubungan yang kita semua inginkan.

Hubungan mereka juga bukan golongan backstreet. Mereka tidak pernah berlagak pacaran diam-diam. Namun, memang dari awal tidak ada yang menanyakan apa mereka memiliki kekasih atau tidak, 'Kan?

Lalu, dua minggu awal masuk sekolah, baik Sunghoon maupun Ni-ki sama-sama kewalahan akan kesibukan masing-masing.

Sunghoon yang sibuk dengan event ulang tahun sekolah yang akan dilaksanakan sebentar lagi dan Ni-ki yang sibuk latihan basket untuk seleksi anggota club nanti.

Keduanya benar-benar sibuk di sekolah hingga jarang memiliki waktu berdua. Sebaliknya, mereka akan menghabiskan waktu dari pulang sekolah hingga malam hari.

Ketika berangkat sekolah pun mereka tetap bareng. Namun sesuai jadwal Sunghoon yang jelas lebih pagi dari siswa lain membuat hubungan mereka memang tidak pernah dipandang oleh siapapun. Mereka juga bukan orang yang akan berteriak pada seisi dunia bahwa mereka merupakan sepasang kekasih.

"Ngapain berteriak kepada dunia? Cukup aku dan kamu sama-sama saling mencintai maka itu semua sudah cukup." —ucap Ni-ki kala itu.

90% hidup mereka dilalui bersama.

Maka Ni-ki tak pernah membayangkan ketika ia tengah makan siang menemani sang nenek, sebuah panggilan suara dari sang terkasih menyeruakan kalimat putus.

Ni-ki nggak tau apa yang terjadi hingga Sunghoon secara tiba-tiba menelfonnya dan meminta hal yang paling tidak pernah ingin dibayangkan oleh Ni-ki.

—Maka disinilah Ni-ki, berlarian di bandara Indonesia setelah penerbangan yang memakan waktu 7 jam.

***

Sedari perjalanan tadi Ni-ki tak berhenti menghubungi Sunghoon melalui ponselnya namun selalu berakhir disahuti operator.

Langkah kakinya segera berlari ke depan rumah Sunghoon. Ia mengetuk berkali-kali pintu rumah itu namun tak ada yang menyahut.

Lantas jalan terakhir yang terbesit dipikiran Ni-ki hanyalah berlari ke rumahnya sendiri dan memasuki kamarnya. Ia meletakkan asal kopernya dan segera ke balkon. Jarak balkonnya ke balkon Sunghoon tidaklah jauh, jadi ia dengan mudah melompat.

Tak lupa tangannya memegang sebuah kunci.

Jam menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Ni-ki menggedor kaca pintu balkon milik Sunghoon kala ia tak bisa membuka pintunya.

"Kak? Kak Sunghoon? Please answer me, Kak."

Ni-ki panik. Panik banget. Pikirannya kacau banget. Ia tak bisa memikirkan hal apapun selain Sunghoon, Sunghoon, dan Sunghoon.

"Kak, please..."

Tubuh Ni-ki jatuh bertumpu pada lantai. Ia melirik sedikit dari cela gorden. Netranya menangkap tubuh Sunghoon yang meringkuk di lantai. Ni-ki menjadi semakin panik, ia bahkan hendak mengambil apa aja guna memecahkan kaca ini.

Namun dentingan notifikasi dari ponselnya membuatnya terhenti.

|Ni-ki please... leave me alone.

Air mata Ni-ki semakin deras, ia berjalan pelan kembali ke kamarnya sendiri.

Tubuhnya meringkuk di atas kasur terbaluti oleh selimut. Ni-ki menangis. Tolong biarkannya menangis sesaat.

Ni-ki takut kehilangan Sunghoon.

—————

pendek dan ga jelas:b

-jumat, 24 september 2021.

AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang