1.8 - Golden Hour

201 102 481
                                    

"Kamu adalah sebuah asa yang membuatku mendamba."

-Perfect things-

"Tatang, pinjem flashdisk dong! Punya gue masih di si Winwin." Juan berseru sembari memasuki kamar Lintang tanpa menunggu jawaban.

Juan berkerut bingung kala melihat ruangan bernuansa monokrom itu justru kosong melompong. "Tang?"

Tidak ada jawaban.

"Tatang suratang?"

Tetap tidak ada sahutan.

"Dih, perasaan tadi itu bocah masuk kamar deh— ANJING! Lo ngapain ngejogrog di situ, Tatang?!" Juan berseru histeris kala mendapati Lintang yang duduk berseranggung di dalam lemari baju, tampak sedang memikirkan sesuatu.

Lintang mendongak dengan wajah tanpa ekspresi andalannya. "Kenapa?" tanyanya seolah apa yang terjadi adalah hal lumrah.

Juan menghela napasnya berat. "Lo bisa keluar dulu nggak?"

"Ngapain?"

"JUSTRU LO YANG NGAPAIN DISITU?!" Juan membulatkan mata, kentara ingin sekali menelan Lintang hidup-hidup.

"Ah, gue lagi nyari inspirasi."

"Terus, udah dapet?"

"Belum sih. Gue malah makin bingung."

"Inspirasi apaan sih?"

"Sebentar, gue mikir dulu."

"Loh, emang masih punya otak buat mikir?"

"Tapi kalo dipikir-pikir, gue males mikir sih, Ki."

"Otak lo udah somplak kayaknya." Juan menghela napasnya lelah.

"Jum, gue mau nanya."

"Lo kalo manggil gue Jum doang, yang ada orang-orang ngira nama gue Juminten!"

"Bodo amat! Gue mau nanya serius nih!"

"Takon opo sih?" (nanya apa sih)

Lintang mendongak dengan wajah nelangsa. "Menurut lo, gue kurang apa sih? Ganteng? Udah pasti. Tajir? Nggak diragukan lagi. Baik? Woyajelas. Pinter? Lumayan lah."

"Kenapa nanya gitu? Lagi insecure lo? Kok lebih kedengeran kaya merendah untuk meroket ya." Juan berdecak heran.

"Jawab aja elah! Gue Cuma penasaran apa yang bikin Sahara ragu sampe sekarang," desak Lintang.

Juan meneliti Lintang dari ujung rambut hingga ujung kakinya. "Ah, kayaknya gue nemu satu kekurangan lo, Tang."

"Apaan?" tanya Lintang penasaran.

"Kurang waras."

"Itu mah semua orang juga udah tahu." Lintang mendengkus.

"Oh, nyadar diri rupanya."

Lintang mendadak bangkit dengan tergesa, membuat punggungnya terbentur sekat lemari yang sempat dia masuki. "ADAW! SAKIT ANJING!"

Perfect Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang